Drs. Muliawan Marganada, MM dan Kontribusi Ekologis Dunia Pertambangan

KITAKATOLIK.COM.— Beberapa penghargaan bergengsi terutama dalam kerja-kerja kemanusiaan berskala besar pernah diterima Drs. Muliawan Marganada MM. Sebut misalnya sebagai juara pertama dalam pelaksanaan Community Development dalam rangka gempa Yogyakarta.

“Kita punya program pengembangan masyarakat selama 2 tahun di sana dan kita yang terbaik,”  kata pria kelahiran Malang, 13 Maret 1964 ini. Dalam kegiatan kemanusiaan tersebut, ia  dipercaya sebagai pimpinan tim.  Karena prestasi itu,  ia menerima Excellence (ist winner )-HSSC Award di Johannesburg,  Afrika Selatan.  Untuk aktivitas kemanusiaan mereka di Aceh, pihaknya mendapatkan penghargaan dari Presiden Republik Indonesia dan di tahun 2008,  ia terpilih sebagai pembawa obor Olimpiade di Long Yang, Beijing, mewakili Indonesia.

“Yang penting adalah bahwa dalam menjalankan penugasan itu,  kita memegang prinsip-prinsip utama, antara lain  konsisten dalam berinteraksi dengan berbagai pihak,  tuntas dalam melaksanakan tugas-tugas yang dipercayakan dan selalu memberikan nilai tambah,”  ia menyebutkan beberapa kunci suksesnya dalam menapaki karier.

Sejalan dengan prinsip yang dianut oleh perusahaan tempat dia bekerja yaitu PT BHP Billiton Indonesia,  ia  juga selalu berpegang pada prinsip-prinsip etika bisnis yang diyakininya.  Salah satunya adalah bahwa  pihaknya tidak akan memberikan apapun kepada pemerintah,  selain yang diamanatkan peraturan resmi.  Dengan kata lain,  tak ada pelicin untuk mendapatkan perizinan.

“Itu memang mengakibatkan problem yang sangat besar seperti tertundanya perizinan,  tidak disokong secara penuh dan sebagainya.  Tapi ini komitmen dari Kantor Pusat dan kita menjalannya dengan konsisten,” kata suami dari Susan Hartaty ini.

Di lingkungan HR

Ayah dari Gabriella  Bonita dan Regina Levina ini menamatkan pendidikan menengahnya di SMA Santo Albertus Malang.  Kemudian melanjutkan ke Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha, Bandung. Sementara Master Manajemen-nya diambil dari American Western University dengan program kuliah jarak jauh sambil bekerja.

Setamat kuliah, Muliawan langsung bekerja di lingkungan HR (Human Resources). Hampir  semua tugas di lingkup HR sudah dijalankannya mulai dari training and development,  recruitment,  hingga pengembangan organisasi. Jabatannya pun terus naik. Ia  sempat menjadi Manajer HR, juga pernah dipercaya menangani operasional perusahaan di seluruh Indonesia yang tersebar di Papua, Gorontalo,  Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan. Terakhir ia dipercaya sebagai Corporate Affairs and Human Resources Director dari perusahaan pertambangan terbesar di dunia tersebut.

“Tugas saya adalah menangani community development,  media relation,  human resources,  government relation dan masih banyak lagi,”  kata pehobi terjun payung,  paralayang dan menembak ini. Ia mengaku bila hobinya tersebut sangat membantunya dalam menjalankan bisnis,  terutama mengasah keberanian menerobos daerah pedalaman.

Pria yang aktif di banyak asosiasi seperti sebagai koordinator HRD di Indonesian Mining Association, Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia,  Dewan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Nasional,  pengurus DPN Apindo dan masih banyak lagi,  ini mengaku bila interpersonal skill sangat dibutuhkan dalam menjalankan tugas-tugasnya selama ini.

“Dari kami dituntut keterampilan hubungan antar manusia,  keluwesan,  kemampuan lobi,  kemampuan mengejawantahkan pemikiran untuk kepentingan perusahaan,  industri dan bangsa.  Apalagi kita sering menjadi mitra pemerintah dalam  pembuatan Undang-undang  dan Peraturan Menteri,”  jelas Wakil Ketua Forum Reklamasi Hutan Lahan Bekas Tambang ini. Kepercayaan itu diberikan karena perusahaannya berhasil menggondol juara pertama rekor penutupan tambang terbaik di Indonesia.

Kontribusi ekologis

Sebagai orang pertambangan, ia prihatin dengan kerusakan  alam yang ditimbulkan oleh penambangan yang tidak memberikan kontribusi ekologis dan karena itu banyak mendapatkan penentangan dari masyarakat setempat. Dia menegaskan bahwa kegiatan pertambangan itu mutlak karena kehidupan kita sehari-hari tak lepas dari tambang.

“Jam tangan,  sendok,  semuanya bahan tambang. Jadi tidak baik kalau sebuah tambang harus ditutup,”  katanya. Tapi  di pihak lain,  harus pula digalakkan sustainable development atau pengembangan yang berkelanjutan terutama dalam hubungan dengan kelangsungan ekologis dan penghargaan terhadap hak masyarakat setempat.

Jauh hari sebelum proses penambangan,  mutlak dilakukan studi antropologi,  sosiologi,  ekonomi dan pemetaan demografi. “Semuanya harus dipetakan.  Ring 1 dari tambang kami ada beberapa desa, bagaimana sikap masyarakat di situ,  berapa jumlah pemuda yang usia sekolah/ Semuanya  harus sudah dipetakan,  dibuat baseline study.  Dari itu kita sudah bisa merencanakan proses pembukaan tambang,  sampai dengan penutupannya.  Walaupun penutupannya 30 atau 40 tahun kedepan.  Misalnya dalam konteks SDM, kita sudah bisa merancang kebutuhan SDM dan mempersiapkan dari tenaga-tenaga setempat,” ujarnya.

Dia menambahkan bahwa kini kesadaran lingkungan sangat tinggi di dunia pertambangan internasional.  Perusahaan besar yang terdaftar di New York,  di London, di Tokyo dan sebagainya,  sudah menganggap kontribusi ekologis sebagai strategi bisnis yang jitu.

“Apa yang terjadi di Kalimantan ketika terjadi pencemaran,  ketika disampaikan,  sahamnya akan segera turun.  Jadi para penambang internasional akan sungguh-sungguh menjaga lingkungan sehingga sahamnya tidak turun,”  kata mantan Ketua Presidium Pusat ISKA (Ikatan Sarjana Katolik) ini.  (Petrus MG)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *