KITAKATOLIK.COM.–Tidak mengenal Kitab Suci berarti tidak mengenal Kristus!” Itulah ungkapan yang terkenal dari Santo Hieronimus, seorang imam dan pujangga gereja. Dalam bahasa aslinya, yaitu bahasa Italia berbunyi: “Ignoratio Scripturarum Ignoratio Christi Est!”
Ungkapan santo yang bernama asli Eusebius Hieronimus Sophronius dan dilahirkan di Stridon yang terletak dekat Aquileia, Italia, ini menjadi bukti lain betapa gereja Katolik sangat menempatkan Kitab Suci sebagai sumber utama pengenalan akan Yesus Kristus.
Konsili Vatikan II menegaskan tuntutan untuk menjadikan kebiasaan membaca Kitab Suci sebagai sebuah keharusan. “Gereja menghendaki agar Khazanah Kitab Suci dibuka lebih lebar kepada umat (KL 51), Sebab di dalam kitab suci, Allah sendiri bersabda kepada umat-Nya, dan Kristus mewartakan Kabar Gembira Injil (KL 184).
Konsili Vatikan II juga menggariskan bahwa Kitab Suci adalah dasar dan sumber iman kita. Dengan membaca Kitab Suci, kita mengenal Kristus. Tidak mengenal Kitab Suci berarti tidak mengenal Kristus, dan pengenalan akan Yesus Kristus itu lebih mulia daripada segala sesuatu (DV 25). Dengan rajin membaca Kitab Suci, banyak orang telah memperoleh Rahmat serta kekuatan iman yang mengagumkan, terutama mereka yang tidak hanya membaca tetapi juga mengamalkannya (bdk. Yakobus 1:22).
Sejak Konsili Vatian II, apalagi kini – berkat gerakan-gerakan dalam gereja Katolik, ekspresi kecintaan umat Katolik kepada Kitab Suci terbukti kian kuat. Di banyak paroki dan keuskupan, digelar berbagai kursus Kitab Suci dan mencatat tingkat keikutsertaan umat yang tinggi. Ada lagi KEP (Kursus Evangelisasi Pribadi), Sekolah Evangelisasi pribadi dan lain sebagainya. Dalam banyak keluarga Katolik, kebiasaan membaca Kitab Suci itu mulai terbina.
Kebangkitan itu perlu disyukuri sembari terus mendorong lebih lagi gerakan mencintai Kitab Suci.
Rujukannya tetap Kitab Suci
Berbeda dengan gereja-gereja lainnya yang menganggap Kitab Suci sebagai satu-satunya pilar imannya, umat Katolik terkonstruksi dari tiga pilar iman, yaitu Kitab Suci, Kuasa Mengajar Gereja (Magisterium Gereja) dan Tradisi Gereja.
Manakah yang paling penting dari ketiganya? Menurut Pastor Josep Susanto,Pr. Lic.Theol., Kitab Suci, Magisterium dan Tradisi merupakan tiga pilar iman gereja yang menyertai, mengoreksi, membimbing gereja sepanjang segala masa.
“Namun di antara ketiganya, Kitab Suci menempati posisi yang spesial, sebaga Firman Allah yang tertulis dan menjadi pijakan bagi Magisterium dan Tradisi. Semua ajaran gereja menemukan dasarnya pada Kitab Suci. Demikian juga Tradisi. Kitab Suci menjadi pedoman yang tetap bagi perkembangan iman gereja sepanjang sejarah,” kata alumnus Pontificio Instituto Biblicum Roma, Italia ini.
Tak cukup hanya Kotbah Minggu
Di samping kegairahan membaca dan mencintai Kitab Suci yang muncul di mana-mana, tak sedikit umat Katolik yang hanya mengandalkan kotbah pastor sebagai sumber pengenalannya akan Kitab Suci. “Apalagi khotbah itu ‘kan ada pesan kitab suci yang sudah diaktualkan oleh pastor dan sudah pasti aplikatif. Dan karena yang membawakan itu pastor, saya juga yakin tidak mungkin ada salah tafsir di sana,” kata salah seorang umat Katolik yang enggan disebutkan namanya.

Bisa jadi dia benar. Pengenalan akan isi sejati Kitab Suci memang membutuhkan pengetahuan multidisiplin. Apalagi bila sudah menyangkut penafsiran Kitab Suci. Seperti dikatakan Pastor Surip Stanislaus OFM Cap, Gereja Katolik tidak begitu gampang membiarkan orang untuk menafsir Kitab Suci.
“Karena jikalau kita salah tafsir, dan itu disebarkan, jadi susah. Makanya dulu, untuk pewartaan Kitab Suci, Gereja Katolik hanya memberikan wewenang kepada klerus,” kata Ketua Lembaga Biblika Indonesia ini.
Untuk menafsirkan Kitab Suci, lanjut Pastor Surip, pertama kita harus pegang konteks, baik konteks budaya, geografis, konstelasi politik dan sosial saat teks itu ditulis. Dan yang kedua, kita juga harus melihat jenis sastra yang dipakai. “Jenis sastra itu bisa sangat menentukan dalam menemukan pesan,” katanya.
Kembali ke masalah kesempatan mengenal Kitab Suci tadi, Pastur Surip menegaskan, tidak cukup hanya mengandalkan kotbah mingguan. “Jelas sangat kurang. Tapi persoalannya sekarang, umat tidak punya waktu banyak. Kadang-kadang pastor khotbah 20 menit, umat sudah merasa lama. Padahal di sisi lain, umat tidak punya waktu untuk mengikuti kursus, seminar atau penelaahan Alkitab lainnya,” katanya.
Memupuk Kecintaan
Mencintai Kitab Suci jelas merupakan tuntutan bagi umat Katolik. Lalu bagaimana caranya? Menurut Pastor Surip, minat umat untuk mendalami kitab suci perlu dibangkitkan. “Kalau orang punya minat dan kemudian sampai jatuh cinta, dia akan usahakan. kalau kita cinta kitab suci, kita pun akan berjuang,” katanya.
Keluarga-keluarga Katolik harus membiasakan diri membaca kitab suci di rumah. “Sekurang-kurangnya membaca dulu. Itu sudah sesuatu yang bagus. Kalau orang sudah baca, dan kemudian dia temukan masalah, dia akan mencari jawabannya. Entah melalui orang lain, atau melalui buku-buku. Jadi kebiasaan membaca kitab suci di keluarga itu penting sekali,” tuturnya. (Petrus MG).
BACA JUGA:
Sebenarnya Tak Ada Larangan Membuat atau Berdoa Memakai Patung
2 Comments on “Ingat, Tak Mengenal Kitab Suci Berarti Tidak Mengenal Kristus”