Bagaimana umat Katolik menjawab pertanyaan-pertanyaan sekitar patung? Berikut ini ringkasan dalam bentuk tanya-jawab dari seluruh pembahasan kita tentang kebiasaan unik Katolik ini.
KITAKATOLIK.COM.– Saat berdiskusi tentang pemakaian patung sebagai sarana doa dengan umat lain, biasanya terlontar beberapa pertanyaan yang perlu dijawab sebagai bentuk pertanggungjawaban iman (secara rasional).
Berikut lima pertanyaan yang biasa ditanyakan dalam perbincangan seputar patung. Juga jawaban yang disaripatikan dari percakapan KITAKATOLIK.COM bersama Pastor Dr. Bernard Boli Ujan, SVD, doktor liturgi dari Sant Anselmo, Roma.
Benarkah Alkitab melarang secara total pembuatan patung?
Dalam Alkitab memang ada beberapa nats yang melarang pembuatan patung. Kita sebut, misalnya dalam Keluaran 20 : 4-5. ”Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apa pon yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah, atau yan ada di air di bawah bumi. Jangan sujud menyembah kepadanya atau berobadah kepadanya, sebab , Aku Tuhan, Allahmu, adalah Allah yang cemburu…..”.
Hal yang sama terdapat dalam Ulangan 5 : 8. Lalu dikuatkan kembali dalam Imamat 26 : 1; ”Janganlah kamu membuat berhala bagimu, dan patung atau tugu berhala janganlah kamu dirikan bagimu; juga batu berukir janganlah kamu tempatkan di negerimu untuk sujud menyembah kepadanya, sebab Akulah Tuhan Allamu”.
Tapi di tempat lain, Allah justru memerintahkan umat Israel untuk membuat patung. Kita lihat dalam Keluaran 25 : 18 – 19 yang berisi perintah untuk membuat patung kerub dari emas tempaan. Sementara Bilangan 21 :7-9 berisi perintah untuk membuat ular tedung (yang dibuat dari tembaga) sebagai simbolisasi tentang penyelamatan yang dibawa oleh penderitaan dan wafat Yesus di Kayu Salib. Jadi jelaslah, Allah tidak melarang pembuatan patung bila itu merupakan tanda kehadiran dan karya penyelamatan-Nya atas umat manusia.
Yang dilarang adalah pembuatan patung untuk disembah menggantikan Allah. Jadi nats Keluaran 20 : 4-5 harus dibaca sebagai satu kesatuan.
Mengapa Allah melarang pembuatan patung diri-Nya?
Alasan utamnya adalah karena pada saat itu, Allah belum menampakkan diri-Nya secara konkrit. Rupa Allah belum diperlihatkan dan bila pun digambarkan atau dipatungkan, akan kemungkinan salah digambarkan. Maka ada perintah dalam Ulangan 4:15-16, ”…k kamu tidak melihat sesuatu rupa pada hari Tuhan berfirman kepadamu di Horeb dan di tengah-tengah api – supaya jangan kamu berlaku busuk dengan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun yang berbentuk laki-laki atau perempuan”.
Yesus itu Allah, mengapa Ia ”dipatungkan” oleh umat Katolik?
Yang munkin menjadi alasan untuk membuat patung-patung itu justru ayat Kitab Suci juga, khususnya dalam Perjanian Baru yang menegaskan bahwa Kristus adalah gambaran Allah. Kolose 1:15, misalnya, mengatakan, ”Ia adalah gtanbarab Allah yang tidak kelihatan….” Hal senada ditegaskan pula dalam Yohanes 14:8-9.
Di sana ditegaskan bahwa barang siapa telah melihat Yesus, dia telah meluhat Bapa. Jadi Allah yang tidak kelihatan itu telah menjadi manusia yan serupa dengan kita. Ia punya muka, punya tangan, punya kaki, punya tubuh yang historis dan faktual. Dalam diri Kristus kita bisa melihat bahkan kita bisa merabah dan menyentuh Allah. Maka berdasarkan teks dan keyaakinan itu, Gereja Barat, didukung oleh tradisi Romawi menumbuhkembangkan kebiasaan menggunakan patung itu dalam tradisi Gereja.
Mengapa umat Katolik memakai patung sebagai sarana doanya?
Seperti disampaikan oleh Pastor Bernard Boli Ujan SVD, terdapat beberapa alasan untuk menjawab pertanyaan ini. Yang pertama, tentunya alasan biblis seperti yang dikemukakan di atas, yaitu bahwa Tuhan tidak melarang pembuatan semua patung dan bahwa Tuhan memakai patung sebagai sarana keselamatan (Bdk. Bilangan 21 :7-9).
Yang kedua, alasa spiritual, yaitu bahwa kita mendapat sarana yang sangat meolong kita untuk berkomunkasi dengan yang tidak kelihatan, dengan yang ilahi. Umat Katolik sungguh merasakan dan menikmati hasil positif dari patung-patung suci ini.
Yang ketiga, kita melihat bahwa melalui patung, kita dapat secara psikologis diantarakan kepada pribadi yang mau dihadirkan melalui paung itu dan diantakan kepada suatu hubungan atau komunikasi yang intensif dengan pribadi itu. Ketika kita melihat patung Bunda Maria, misalnya, kita ingat akan keibuannya atau kepengantaraannya yang tidak bisa dipisahkan dari Tuhan Yesus. Ketika melihat patung Maria, secara psikologis kita tergerak memintanya mendoakan kita.
Yang keempat, adalah alasan budaya atau antropologis. Kita toh melihat ada banyak sekali budaya yang tidak menyepelekan patung-patung, gambar-gambar atau grafik. Kebudayaan yang tua sekalipun seperti Mesi atau Mesopotamia punya gambar-gambar. Orang Asmat,misalnya, punya tradisi membuat patung. Orangf Bali dan Jepara juga demikian. Melalui itu mereka mengungkapkan dirinya, pikirannya, harapan dan imannya. Dalam beberapa kasus, unsur-unsur budaya memang biasa dipakai Tuhan sebagai sarana yang membantu orang untuk mengalami keselamatan.
Lalu mengapa tidak ada patung Allah Bapa dan mengapa sampai orang kudus pun dibuatkan patung?
Hal ini mau menunjukkan misteri inkarnasi, bahwa Yesus adalah Allah ynag menjelma menjadi manusia. Roh Kudus tidak pernah menjadi manusia seperti Yesus. Demikian jugaa Aqllah Bapa.
Kita yakin bahwa orang-orang kudus, terutama Bunda Maria, mempunyai hubungan yang amat erat dengan Yesus. Karena hubungan yang erat itu, karena kedekatan mereka, maka mereka juga dihormati sebagaqi orang yang bisa menolong kita, yang bisa menyampaikan permohonan kita kepada Tuhan, kepada Yesus dan kepada Allah, sehingga peran mereka ini memang penting dalam Gerreja. Maka Bunda Maria, misalnya, yang dipandang penting dalam kehidupan umat beriman, lalu dipatungkan.
Sekali lagi, berdoa di depan patung-patung orang kudus yang sudah mendapatkan tempatnya yang membahagiakan di rumah Bapa dan sekaligus menolong kita untuk bersma orang kudus itu berkomunikasi dengan Tuhan.
Jadi kita tidaak meneyembah berhala dalam hal ini. Kita tidak meneyembah orang kudus, menyembah Maria, menyembah Antonius dari Padua, Fransiskus Asisi dan sebagainya, tapi kita menyembah Allah. Kita bersembah sujud di hadapan Allah, dan kita menyampaikan sembah sujud kita itu bersaqma Bunda Maria dan orang-orang kudus yang lain. Kita minta mereka juga berdoa untuk kita. Jadi kita minta nereka berdoa bersama kita. Bukan kita berdoa kepada mereka. Alamat doa kita ialah kepada Allah Tritunggal.
Perlu disadari selalu bahwa patung adalah simbol yang membantu kita mengalami kehadiran Allah yang memang tak dapat ditangkap indera. Ia menjadi sarana, bukan tujuan. Melaluinya kita dibantu untuk mengalami bahwa keselamatan Allah itu sungguh nyata.
BACA JUGA: PROF. DR. MARTIN HARUN: “Yang Dilarang Itu Patung Allah Bapa!” http://www.kitakatolik.com/prof-dr-martin-harun-ofm-yang-dilarang-itu-patung-allah-bapa-2/