DEPOK, KITAKATOLIK.COM—Depok boleh disebut sebagai “Indonesia Mini”. Hampir semua suku, agama, budaya, adat istiadat, strata sosial ada di sana. Sebagai kawasan yang berada dalam lingkup kota Metropolitan, sebagai penyanggah Ibu Kota Negara seperti Bekasi dan Tangerang, kota Depok memang merupakan daerah yang paling plural.
Sayangnya, beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa Kota Depok berada dalam urutan ke-6 sebagai kota intoleransi se-Indonesia dan menjadi daerah berkembangnya paham radikalisme. Sebuah fenomena ironik yang harus diantisipasi dan disikapi secara matang.
Menjelang berakhirnya tahun 2017, Jaringan Gusdurian Depok bersama jaringan lintas iman Kota Depok menyelenggarakan acara “Refleksi Akhir Tahun Keberagaman dan Toleransi di Kota Depok sekaligus Peringatan Sewindu Haul Gusdur”. Refleksi digelar di Pemuda Tole Iskandar, Jalan Merdeka, Sukmajaya Depok, Senin (18/12/2017).
Peserta yang hadir didominasi oleh kaum muda. Namun tampak hadir para tokoh seperti Ustad Nasihin Syahroni, Ketua Badan Sosial Lintas Agama (BASOLIA), W.S Eka Wijaya, tokoh agama, Kong Hu Cu, tokoh agama Hindu, I Nyoman Budhastra, perwakilan dari agama Katolik, agama Kristen, dan lain-lain.
Sebagai narasumber dalam acara itu diantaranya Koordinator Gusdurian Depok, M. Subhi, Perwakilan Nadhatul Ulama Depok Ahmad Solechan, Ketua DPC PIKI Kota Depok Mangaranap Sinaga. Juga Kompol Putu Kholis Aryana, Perwakilan dari Polresta Kota Depok.
Ahmad Solechan dalam kesempatan itu mengatakan keberagaman di Indonesia khususnya di Kota Depok adalah sebuah keniscayaan. Oleh sebab itu pemerintah harus mendorong masyarakat untuk terus membangun toleransi.
“Kita terkadang hanya bisa berbicara toleransi. Pada parakteknya sebenarnya tidak. Hanya omong doang. Mari kita sama-sama pelihara keberagaman yang ada,” ucap Solechan.
Hal senada dikatakan M. Subhi Azhari. Menurutnya ketimpangan ekonomi turut mempengaruhi berkembangnya paham radikalisasi.
“Mengenai intoleransi yang terjadi saat ini sebenarnya bukan produk Indonesia melainkan produk import yang tujuannya untuk kepentingan politik dan mengacak-ngacak dengan mengatasnamakan agama,” katanya.
Hambatan beribadah
Dalam sambutannya, Ketua DPC PIKI Kota Depok Mangaranap Sinaga menerangkan bahwa Kota Depok memang dihuni oleh berbagai suku, agama dan ras bahkan semua suku ada di Kota Depok. Keamanan dalam hidup beragama memang cukup tenang dan kondusif. Jika ada gesekan tidak sampai meluas dan membesar.
Potensi perselisihan antar agama secara umum terjadi karena “masalah pendirian rumah ibadah” atau pelaksanaan ibadah bagi agama tertentu.
“Masalah intoleransi adalah masalah kita sebagai bangsa bukan masalah dari agama tertentu saja. Tetapi sangat disayangkan di beberapa tempat yang ada di Kota Depok untuk pelaksanaan ibadah sektor atau rumahtangga sering mengalami kendala atau hambatan” ujar Ranap, sapaan akrab Mangaranab Sinaga.
Oleh sebab itu Sekum PGIS Kota Depok ini berharap pemerintahan Kota Depok untuk lebih berperan untuk merangkai kebersamaan dalam masyarakat dalam pelbagai perbedaan dan keberagaman lewat program yang nyata, tidak hanya simbolis dan menjawab isu.
“Kami masih melihat kurangnya peran pemerintah dan program pemerintah Kota Depok dalam merangkai kebersamaan masyarakat dalam pelbagai perbedaan dan keberagaman melalui program nyata yang dilakukan pemerintah dan pemimpian agama. Jangan hanya simbolis,” katanya.
Sementara Kompol Putu Kholis Aryana dalam kesempatan yang sama mengatakan dalam hal pemeliharaan Kamtibmas dan penegakan hukum adalah menjadi tanggunjawab pihak Kepolisian, namun tidak akan masuk ke hal-hal yang menjadi kewenangan pemerintahan Kota Depok.
“Kita fokus pada perlindungan masyarakat tanpa melihat latarbelakang seseorang selain pemeliharaan Kamtibmas dan penegakan hukum. Hal itu adalah tugas dari Kepolisian. Kalau masalah lain mungkin pihak lain, dalam hal Pemkot Depok,” ungkap Kholis.
Terkait Kamtibas, Kholis mengakui bahwa dalam wilayah kerja Polda Metro Jaya, kejahatan terbesar berada di Kota Depok dengan kasus yang sangat menonjol adalah penipuan, curanmor dan narkoba.
“Ada sekitar dua ribuan kasus. Yang menonjol adalah kasus penipuan, curanmor dan narkoba. Boleh dikatakan sangat tinggi. Oleh sebab itu Polisi tentu tidak bisa bekerja sendiri, mari kita sama-sama untuk peduli dengan keadaan ini. Belum lagi perkembangan dunia komunikasi dan informasi yang sangat cepat menyebar terutama berita hoax. Sadar atau tidak terkadang kita turut ambil bagian menyebarkan berita hoax,” ujar Kasat Reskrim Polres Depok ini. (Darius Lekalawo)