KITAKATOLIK.COM—BEBERAPA orang menutup patung Bunda Maria dengan tinggi 6 meter yang berada di Rumah Doa Sasana Adhi Rasa Santo Yakobus, yang terletak di Dukuh Degolan, Desa Bumirejo, Lendah, Kulon Progo, Yogyakarta, dengan terpal berwarna biru. Peristiwa yang dilakukan pada Rabu (22/3/2023) menjadi berita viral di media massa media sosial maupun media massa.
Reaksi warga pun beragam. Terutama karena ada narasi dari pihak kepolisian yang sempat beredar dalam masyarakat – yang kemudian diralat oleh atasannya – bahwa penutupan patung Bunda Maria itu adalah karena adanya desakan dari sekelompok orang yang mengatasnamakan ormas Islam. Mereka, tulis pernyataan tersebut, menganggap bahwa kehadiran patung dapat mengganggu umat yang akan melaksanakan ibadah puasa.
Narasi itulah yang kemudian memancing tanggapan publik, baik dari perorangan maupun atas nama Lembaga, bahwa telah terjadi tindak intoleransi di Kabupaten Kulon Progo tersebut.
Setara Institute, LSM yang selama ini bergerak dalam penegakkan HAM dan kebebasan beragama/berkeyakinan misalnya mengecam keras tindakan tersebut dan menganggapnya sebagai bentuk tindakan intoleransi beragama.
“Setara Institute mengecam aksi intoleransi tersebut, terkhusus aksi penutupan patung Bunda Maria di Lendah yang didesak oleh kelompok-kelompok intoleran,” kata Direktur Setara Institute Halili Hasan, Jumat, 24 Maret 2023 yang lalu.
Ia meragukan alasan yang disampaikan oleh polisi yang mengatakan bahwa penutupan dilakukan dengan sukarela, bukan desakan dari masyarakat. Dia meyakini bahwa penutupan itu dilakukan karena adanya tekanan dari kelompok masyarakat yang intoleran.
Menurut dia, tidak seharusnya aparat keamanan seperti polisi takluk pada tekanan-tekanan yang menjurus pada aksi intoleransi beragama. “Aparat keamanan seharusnya tidak tunduk pada tekanan-tekanan yang diberikan oleh kelompok intoleran,” ujar dia.
Reaksi keras jugua datang dari Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhamad Isnur, mengutuk keras tindakan para aparat Polsek Lendah, Kulon Progo.
“Polisi yang harusnya melindungi dan menjamin hak warga untuk beragama dan berkeyakinan, malah menjadi pelaku diskriminasi yang merampas hak dan kebebasan umat Katolik di Jogja dalam mengekspresikan keyakinannya,” tulis @muhamad.isnur. Ia mendesak Kapolri Listyo Sigit untuk menindak tegas bawahannya yang melanggar konstitusi Republik Indonesia.
Bukan desakan massa Islam
Berbeda dengan laporan bawahannya, Kapolres Kulon Progo, AKBP Muharomah Fajarini menjelaskan, penutupan patung tersebut dilakukan oleh pihak pemilik karena rumah doa tersebut masih dalam proses penyelesaian serta sedang dalam tahap mengurus perizinan.
“Inisiatif menutupi patung dengan terpal tersebut adalah murni dari pemilik rumah doa. Dan yang melakukan penutupan adalah dari pihak keluarga yang diwakili adik kandung,” kata Fajarini, dalam jumpa pers di Mapolres Kulon Progo, Kamis (23/3/2023) yang lalu.
Hal sama ditegaskan oleh pengelola rumah doa yang merupakan adik kandung pemiliknya. Ia menegaskan bahwa penutupan itu atas inisiatif pihaknya, bukan karena desakan dari kelompok tertentu seperti yang viral di media sosial.
“Pada hari Rabu jam 09.00 WIB lebih saya menutup patung Bunda Maria di rumah doa ini atas inisiatif kakak saya Sugiharto, yang mana dia membangun di situ belum selesai, masih menyelesaikan administrasi maka ditutup dulu jangka waktu 1 bulan untuk menyelesaikan nanti segala sesuatunya,” ucap Pengelola Rumah Doa Sasana Adhi Rasa ST Yacobus, Sutarno dalam jumpa pers di Mapolres Kulon Progo, Kamis (23/3/2023).
Senada, Pelaksana Tugas Dirjen Bimas Katolik Kemenag RI A.M Adiyarto Sumardjono menegaskan bahwa penutupan patung bukan karena ada paksaan dari ormas, tapi merupakan kehendak pemiliknya.
“Patung Bunda Maria itu ditutup oleh pemiliknya sendiri atas pertimbangan pribadi dan juga lewat dialog yang beberapa kali dibuat bersama FKUB, Kepolisian, Kemenag, Lurah, RT/RW dan pihak-pihak terkait,” ujar Adiyarto di Jakarta, Jumat (24/3/2023) yang lalu.
Belum dapat Ijin dari Gereja
Seperti dimuat dalam laman resmi Dirjen Bimas Katolik, Kemenag, Ardiyarto menegaskan bahwa patung Bunda Maria atau Sasana Adhi Rasa belum diberkati dan dapat izin dari Kevikepan Yogyakarta Barat, Keuskupan Agung Semarang.
“Artinya tempat doa ini dan patung Bunda Maria sebagai tempat religi Katolik mungkin belum memenuhi syarat pendirian sebuah taman doa atau tempat ziarah atau religi Katolik,” ujar Adiyarto.
“Intinya sang pemilik tempat religi Katolik tersebut memutuskan untuk menutup sementara tempat itu dan ke depannya ingin mempercantik lagi tempat itu dengan berbagai renovasi. Misalnya, penambahan pagar, penanaman pohon di sekitar tempat itu agar rindang, mempersiapkan parkiran yang layak, dan beberapa penambahan fasilitas lainnya,” sambungnya.
Hal senada disampaikan Penyelenggara Agama Katolik Kantor Kemenag Kabupaten Kulon Progo Yohanes Setiyanto. Menurutnya, penutupan patung Bunda Maria dengan kain terpal biru seperti dalam video viral tersebut dibuat oleh keluarga dan pihak kelompok doa tanpa paksaan dari ormas atau pihak manapun.
“Ini perlu dipahami sehingga tidak menimbulkan persoalan atau opini macam-macam sehingga bisa tercipta suasana persaudaraan,” tandasnya.
Jangan memprovokasi
Seperti dikemukakan Rudy S Kamri dalam Kanal Anak Bangsa, patung tersebut dibangun hanya 6 meter dari masjid yang sudah ada jauh sebelum rumah doa tersebut. Posisi patung tersebut berhadapan dengan masjid tersebut. Menurut dia, kehadiran patung tersebut provokatif.
“Seharusnya mereka membuat patung yang tidak berhadapan langsung dengan masjid yang lebih dahulu ada. Harusnya dibangun di tempat lain, di lokasi yang sama, yang tidak berhadapan dengan masjid,” katanya.
Bersyukur, lanjut dia, pembangunan patung tersebut tidak mendapatkan penolakan dari warga karena warga di situ sangat toleran.
Terkait kehadiran yang provokatif ini, Prof. Dr. Frans Magnis Suseno SJ, pernah menegaskan bahwa untuk memelihara kerukunan, kehadiran provokatif harus dihindari. Hal tersebut ditegaskan pastor Katolik tersebut dalam seminar bertajuk “Amalkan Pancasila: Kita Bhinneka, Kita Indonesia” di Aula Santa Maria Lt. 3, Gereja Hati Santa Perawan Maria Tak Bernoda, Paroki Tangerang, Sabtu (3/2/2018) lalu.
Di daerah yang sangat islami, kata ahli etika ini, berusahalah menghindari kegiatan yang mengganggu kenyamanan umat lain.
“Kalau kita di daerah yang sangat islami, seperti di Ambarawa, membangun patung Dewi Maria 46 meter, dengan harapan masuk Guinness World Record, apa ini tidak memprovokasi? Saya berdiri di depan mau berdoa tidak bisa karena leher saya harus tengadah ke atas. Nah dari kita dituntut peka terhadap perasaan mayoritas. Hadirlah dengan cara-cara yang tidak dianggap provokasi,” katanya. (Paul MG/dbs).