JAKARTA, KITAKATOLIK.COM.–Mengingat bahwa masih begitu banyak saudari-saudara kita, khususnya anak-anak, yang kekurangan gizi, Uskup Keuskupan Agung Jakarta Mgr. Ignatius Suharyo, Pr mengajak umat Katolik untuk membiasakan diri dengan mengonsumsi makanan secukupnya dan tidak membuang-buang makanan.
“Barangsiapa membuang makanan, sama dengan merampoknya dari orang miskin,” kara Mgr. Suharyo mengutip pesan Paus Fransiskus beberapa tahun lalu. Hal itu disampaikan dalam Surat Pastoralnya berkaitan dengan Hari Pangan Sedunia (HPS) yang jatuh setiap tanggal 16 Oktober. Surat Gembala tersebut dibacakan sebagai pengganti Kotbah pada Sabtu dan Minggu (14 dan 15/10/2017) kemarin. HPS telah menjadi tradisi masyarakat dunia sejak tahun 1981 berdasar keputusan Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) tahun 1971.
Pakar Perjanjian Baru, utamanya Injil Lukas, ini membuka surat gembalanya dengan dua kenyataan terkait asupan makanan yang saling bertolakbelakang dan memprihatinkan. Di satu sisi, ada begitu banyak anak yang kekurangan gizi. Mengutip pemberitaan Tempo (12/7/2017), Bapa Uskup mengungkapkan bahwa sesuai pernyataan Menteri Kesehatan, terdapat 37,2 persen dari jumlah anak di Indonesia, atau sekitar 9 juta anak, mengalami kekurangan gizi.
Di sisi lain, terdapat kenaikan cukup mencolok jumlah penderita obesitas atau kegemukan, terutama di perkotaan. Menurut Data Riset Kesehatan Nasional 2016, ada 20,7 persen penduduk dewasa di Indonesia menderita kegemukan. Sementara itu, anakanak berusia 5-12 tahun yang menderita kegemukan sebesar 8,8 persen. Sedangkan menurut Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia 2016 dari Kementeriaan Kesehatan Republik Indonesia di wilayah DKI Jakarta, kelebihan gizi anak usia 0 – 59 bulan justru mengalami kenaikan dari 3.3 % menjadi 4.4 %. Kegemukan disebabkan oleh penumpukan lemak di badan karena konsumsi kalori yang tinggi. Kegemukan ini bisa memicu banyak penyakit.
“Dari satu pihak banyak saudari-saudara kita, terutama anak-anak kita yang kekurangan gizi. Dari lain pihak ada banyak saudari-saudara dan anak-anak kita yang kelebihan kalori karena berlebihnya makanan yang disantap,” kata Bapa Uskup sambil menegaskan bahwa hal itu harus menjadi keprihatinan gereja juga.
Menyinggung bacaan-bacaan suci, terutama bacaan Injil tentang undangan ke perjamuan Tuhan, Mgr. Suharyo menekankan bahwa orang datang ke perjamuan tidak bertujuan untuk menuruti nafsu makannya yang berlebihan, melainkan untuk ikut serta membangun kebersamaan dan mengalami kegembiraan.
“Demikian pula kita, jika kita menyantap makanan yang disediakan Tuhan bagi kita secara berlebihan, apalagi sekedar untuk memenuhi nafsu makan tanpa peduli akan gizi dan kesehatan, akibatnya adalah kegemukan. Kita juga diingatkan untuk berbagi. Dalam perjamuan kita mesti ingat akan orang lain yang datang dalam perjamuan itu. Jika kita hanya asyik memikirkan kesenangan makan sampai berlebihan, banyak saudari dan saudara kita, anak-anak kita yang tidak mampu mendapatkan makanan, akan menderita kelaparan dan kekurangan gizi.”
Kita, kata Uskup, dituntut untuk mengembangkan sikap dan pemahaman yang benar mengenai makanan, agar dapat sungguh memberi kehidupan seperti dikehendaki Tuhan. Oleh karena itu, kita perlu bijaksana dalam mengatur dan berbagi makanan.
Sikap bijak itu diwujudkan dengan memperhatikan keseimbangan gizi makanan kita. Dalam hal inilah tanggung-jawab keluarga dituntut dalam upaya menjaga gizi anggotanya, khususnya anak-anak, mulai dari memilih bahan makanan, mengolah sampai menyajikannya.
Selain itu, mengingat bahwa masih ada begitu banyak saudari-saudara kita, khususnya anak anak kita, yang kekurangan gizi, kita diajak untuk makan secukupnya, tidak membuang-buang makanan.
“Tidak membuang-buang makanan adalah salah satu bentuk upaya menolong sesama secara tidak langsung. Tentu, akan lebih baik jika kita pun mampu menyisihkan makanan dan penghasilan kita agar saudari-saudara kita, anak-anak kita yang kekurangan gizi bisa dibantu,” katanya. (Petrus MG)