Menjelang perayaan Natal 2018 banyak orang dikejutkan dengan sebuah berita adanya tsunami di kawasan Selat Sunda, Indonesia, Sabtu (22/12). Berbagai media sosial memberikan peristiwa itu. Termasuk media di Italia yang terkenal, seperti http://vatikacannews.va dan http://www.agi.it. Ada banyak bangunan rumah dan hotel rusak. Bahkan ada saudara-saudari kita yang meninggal dunia, terluka dan hilang. Korban dan kerusakan ini meliputi di 4 kabupaten terdampak, yakni Kabupaten Pandeglang, Serang, Lampung Selatan dan Tanggamus.
Menurut Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho, sampai Minggu (23/12) pukul 16.00 WIB akibat tsunami tercatat data sementara 222 orang meninggal dunia, 843 orang luka-luka, dan 28 orang hilang. Juga sebanyak 556 unit rumah rusak, 9 unit hotel rusak berat, 60 warung kuliner rusak, serta 350 kapal dan perahu rusak.
Kami WNI yang sedang di perantauan, Roma, Italia, ikut prihatin dan sedih. Kami berdoa bagi saudara-saudari yang sedang terdampak bencana tsunami itu, baik yang meninggal dunia, terluka, maupun yang selamat. Seusai menyampaikan renungan hari Minggu dan berdoa Angelus bersama ribuan peziarah di lapangan Basilika Santo Petrus Vatikan, Minggu (23/12) jam 12.00, Paus Fransiskus mendoakan dan menyapa secara khusus bangsa Indonesia. Bapa Suci menyatakan kedekatannya secara spiritual dengan masyarakat Indonesia. Dia mengajak komunitas internasional untuk bersolidaritas dengan para korban tsunami di Indonesia.
Menjumpai Manusia
Kelahiran dan kematian merupakan dua peristiwa penting dalam sejarah hidup manusia di dunia. Tak jarang dua peristiwa itu disertai dengan air mata. Air mata siapa? Di antaranya air mata dari orang-orang yang ada di sekitarnya. Bayi yang baru lahir, misalnya, sering kali disertai air mata kedua orangtuanya. Mereka menangis bahagia dan terharu akan kelahiran buah hati mereka.
Di sana ada perjumpaan antara pribadi-pribadi yang mempunyai ikatan batin dan kasih. Demikian pula saat ada peristiwa kematian. Tak jarang juga diwarnai air mata. Keluarga dan kerabat menangis karena sedih berpisah dengan orang yang dicintai atau mencintai selama ini. Kita juga sedih atas para korban tsunami yang meninggal dunia.
Dalam sejarah agama-agama di dunia ini, momen kelahiran atau kematian seorang tokoh agama dihormati dan dirayakan sebagai peringatan yang istimewa. Sebut saja misalnya, umat Islam merayakan Maulid Nabi untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW (Arab: maulid atau milad berarti hari lahir). Umat Kristiani merayakan Natal untuk memperingati kelahiran Yesus Kristus, Sang Juru Selamat (Latin: dies natalis artinya hari lahir).
Peringatan kelahiran (natal) mengingatkan umat Kristiani akan kasih Allah yang memberikan nafas kehidupan kepada setiap orang. Juga menyadarkan kita akan asal dan tujuan hidup kita di dunia ini, yakni Allah Bapa yang Maha Belas Kasih. Kehidupan di dunia ini tidak kekal. Orang Jawa menyebut urip iki mampir ngombe. Hidup di dunia ini sebentar. Ada kehidupan abadi setelah kematian.
Di tengah bencana tsunami yang sedang terjadi sekaligus situasi menjelang pemilihan presiden 2019, pesan natal semakin bergema dan relevan untuk bangsa Indonesia. Natal merupakan sebuah momen perjumpaan yang penuh makna. Perjumpaan antara Allah dengan manusia. Perjumpaan itu diwarnai suasana yang bersahabat, bersaudara, dan beradab. Allah hadir dan terlibat dalam sejarah keselamatan umat manusia. Dialah Emmanuel, Allah beserta kita. Ia menunjukkan solidaritas-Nya pada manusia yang berdosa dengan mengutus Yesus Putra-Nya lahir ke dunia ini.
Berbagi Berkah
Dengan kelahiran Yesus ke dunia, Allah memberikan pengharapan. Dia berkehendak agar manusia terus mengharapkan berkah; agar manusia berhimpun, dan berkembang dalam persaudaraan. Tidak malah punah, apalagi bubar sebagai sebuah bangsa. Hal ini dinyatakan dengan jelas dalam maklumat kelahiran Yesus (maklumat Natal) yang selalu dinyanyikan pada awal Ekaristi Malam Natal, 24 Desember.
Kelahiran Yesus Kristus dalam Martirologi Romawi, dikenal sebagai Kalenda. Hal ini dapat diketahui pada lampiran pertama dari Missale Romanum, edisi ketiga. Pengumuman Hari Raya Kelahiran Yesus dalam Martirologi Romawi mengacu pada Kitab Suci yang menyatakan secara berurut kelahiran Kristus.
Kronologi ini di mulai dari sejak masa penciptaan sampai kelahiran Yesus Kristus sebagai peristiwa utama dan tokoh sejarah yang sakral dan sekuler. Peristiwa tertentu yang terkandung dalam pengumuman ini dapat membantu secara pastoral untuk menempatkan kelahiran Yesus dalam konteks sejarah keselamatan.
Dalam Missale Romanum edisi terbaru, maklumat Natal berbunyi demikian: “Hari ke-25 bulan Desember ketika masa-masa yang tak terhitung telah berlalu sejak penciptaan dunia; ketika Allah pada mulanya menciptakan langit dan bumi dan membentuk manusia dalam rupa-Nya; ketika abad demi abad telah berlalu sejak Yang Maha Kuasa menaruh busur-Nya di awan setelah Banjir Besar sebagai tanda perjanjian dan perdamaian; pada abad ke-21 sejak Abraham, bapa kita dalam iman, keluar dari Ur Kasdim; pada abad ke-13 sejak orang Israel dipimpin oleh Musa dalam Keluaran dari Mesir; sekitar tahun ke-1000 sejak Daud diurapi menjadi Raja; pada minggu ke-65 dari nubuatan Daniel; pada masa Olimpiade ke-194; pada tahun ke-752 sejak pendirian kota Roma; pada tahun ke-42 pemerintahan Kaisar Oktavianus Augustus seluruh dunia berada dalam damai; YESUS KRISTUS, Allah yang kekal dan Putera dari Bapa yang kekal, ingin menguduskan dunia dengan kehadiran-Nya yang penuh kasih, dikandung oleh Roh Kudus, dan ketika sembilan bulan telah berlalu sejak pengandungan-Nya, Ia lahir dari Perawan Maria di Betlehem di tanah Yehuda, dan menjadi manusia: Kelahiran Tuhan kita Yesus Kristus menurut daging”.
Berkat kehadiran Yesus Kristus yang penuh kasih, kita sebagai orang beriman Kristiani dipanggil untuk membangun semangat kasih menurut hikmat ilahi pada zaman now. Dia hadir untuk mengumpulkan, bukan mencerai-beraikan. Dia datang membawa kedamaian, bukan permusuhan. Dia menginginkan kita semua bersatu dan bersaudara. Maka, tepatlah pesan Natal bersama Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dan Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) tahun 2018 ini bahwa Yesus Kristus adalah hikmat Allah bagi kita (bdk. I Kor. 1: 24, 30).
Yesus Kristus itulah yang mengajarkan nilai-nilai Kerajaan Allah serta mengajak kita hidup saling mengasihi dan rela berkorban demi terciptanya kesejahteraan bersama. Yesus menunjukkan hikmatnya, melalui pewartaan Injil dan tindakan belaskasihan untuk menguduskan dan menebus kita.
Paus Fransiskus mengingatkan kita untuk merayakan Natal dengan peduli pada sesama kita. Seharusnya, perayaan Natal bukan melulu soal pemberian kado Natal yang mahal atau mewah, tapi ini soal bagaimana kita menjadi seperti Yesus yang datang dalam kesederhanaan. “Merayakan Natal berarti menjadi seperti Yesus, yang datang kepada kita dalam kebutuhan kita. Berarti merendahkan diri kita dan peduli bagi mereka yang membutuhkan”, kata Paus asal Argentina.
Maka marilah pada perayaan Natal ini kita berbagi berkah dengan peduli, berbelas kasih dan bersolidaritas dengan saudara-saudari kita yang membutuhkan bantuan, sesuai dengan kemampuan dan cara kita masing-masing.
Selamat Natal. #