KITAKATOLIK.COM—Memberi sedekah bukan berarti memberi sisa, tapi seperti memberi hadiah. Yang diberikan harus yang bagus, bukan yang sisa karena sudah beberapa tahun tidak dipakai misalnya.
“Tujuan memberikan hadiah itu adalah menyenangkan, membuat bahagia orang yang menerimanya. Jadi tidak memberi barang-barang sisa yang sudah lama tidak terpakai,” kata Pastor Eko Wahyu, OSC dalam kotbahnya pada hari Rabu Abu di Paroki Curug, Santa Helena, Rabu (26/2/2020).
Seperti layaknya hadiah, bersedekah itu bukanlah kewajiban, tapi ekspresi rasa syukur karena telah diberikan banyak hadiah oleh Tuhan. Kesadaran bahwa kita telah diberikan banyak hadiah dari Tuhan itulah yang mendorong seseorang untuk memberikan sedekah.
Lalu mengapa dalam masa puasa ini, gereja mewajibkan umat Katolik untuk bersedekah? “Ya, untuk mendorong umat agar di masa prapaskah ini mereka berbuat baik. Dipaksa? Ya, lebih baik berbuat baik karena terpaksa, daripada tidak pernah berbuat baik. Nunggu sampai rela, kapan relanya,” tanya Pastor “viral” yang kini bertugas di paroki Curug, Santa Helena yang terletak di kawasan Permata Lippo Karawaci, Tangerang ini.
Berdoa ibarat tali kekang
Tentang kewajiban kedua selama masa prapaskah yaitu berdoa, pastor Eko menegaskan bahwa yang dimaksudkan adalah doa pribadi. Dan bagi umat Katolik, terdapat tiga doa pribadi yang dijalani setiap hari yaitu setiap jam 6 pagi, 12 siang dan 6 sore yang biasa dikenal sebagai Doa Angelus atau Malekat Tuhan. Juga ada Jam Kerahiman Ilahi pada pukul 15.00.
“Doa itu ibarat tali kekang. Doa itu tali supaya kita tidak jauh dari Tuhan. Kita sudah sibuk untuk memikirkan dunia, nah dalam doa, kita ditarik kembali untuk mengingat Tuhan. Eeh, kau sudah lupa Tuhan, mari kembali berpusat pada Tuhan. Melalui doa, kita ditarik oleh Tuhan supaya tidak terlalu jauh kita melangkah dari Dia. Doa itu penting, supaya Tuhan tetap menjadi pusat dari kehidupan kita,” kata pastor kelahiran 11 Maret 1969 ini.
Mengekang diri
Sementara kewajiban ketiga yaitu puasa, menurut pastor Eko, bukanlah kesempatan untuk merampingkan badan atau diet. Puasa, kata dia, adalah sebuah latihan rohani untuk mengekang diri dari berbagai nafsu.
“Biasanya kalau lapar, kita tinggal makan apa saja yang tersedia. Tapi dengan menahan diri untuk tidak makan, meski kita punya banyak makanan, kita dilatih untuk menahan dan mengekang diri,” kata pastor Eko.
Orang yang memiliki kemampuan menahan diri, juga didorong untuk tidak berprinsip “aji mumpung”. Dan orang yang bisa mengekang diri, biasanya mudah berkorban, muda berbuat kasih bagi sesama.
Pastor Eko juga mengingatkan umat pada anjuran Uskup Agung Jakarta Mgr. Ignatius Suharyo untuk berhenti menggunakan plastik dan styrofoam.
“Selama ini kita selalu mengeluh, Jakarta banjir, Tangerang banjir. Salah satu penyebabnya adalah sampah plastik. Sekarang mal sudah tidak menyediakan dan harus dibayar bila ingin pakai plastik kresek. Tapi kita tetap bayar duaratus rupiah untuk membelinya demi kenyamanan kita, tanpa memikirkan dampaknya. Nah, kita harus belajar berkorban untuk membawa tempat sendiri,” katanya. (Paul MG)