VATIKAN,KITAKATOLIK.COM—Mengutip konstitusi dogmatis gereja Lumen Gentium, Paus Fransiskus menegaskan kembali kewajiban seorang kristiani untuk menjadi saksi iman yang positif, baik dalam kehidupan maupun kematian.
“Meskipun hanya beberapa orang yang diminta mati syahid, namun demikian semua harus bersiap untuk mengakui Kristus di hadapan manusia. Mereka harus siap untuk membuat pengakuan iman bahkan di tengah penganiayaan, yang tidak akan pernah kurang bagi Gereja, dalam mengikuti jalan salib,” kata Paus Fransiskus dalam Audiensi publiknya di Lapangan Santo Petrus, Vatikan, Rabu (19/4/2023).
Penganiayaan umat kristiani, kata Paus Fransiskus, bukan hanya masa lalu. Tapi juga hingga kini. Para martir menunjukkan kepada kita bahwa setiap orang Kristiani dipanggil untuk menjadi saksi hidup, bahkan ketika itu tidak sampai pada pertumpahan darah, mempersembahkan diri mereka kepada Tuhan dan saudara-saudara mereka, meniru Yesus.
Audensi umum sendiri mengambil tema “Semangat untuk Penginjilan” dan Paus memusatkan perhatian umat pada topik kemartiran dan kesaksian yang diberikannya kepada orang lain tentang iman Kristen.
“Hari ini kita akan mengalihkan perhatian kita bukan kepada satu sosok, tetapi kepada para martir, pria dan wanita dari segala usia, bahasa, dan bangsa yang telah memberikan hidup mereka untuk Kristus, yang telah menumpahkan darah mereka untuk mengakui Kristus,” katanya Paus.
Buah yang matang
Kata “martir”, kata Paus, berasal dari Bahasa Yunamo “martyria” yang berarti saksi. Dan para martir bukanlah para pahlawan individu yang bertindak sendirian, tetapi seperti “buah yang matang dan unggul dari kebun anggur Tuhan, yaitu Gereja.”
“Umat Kristiani, dengan ikut serta dengan tekun dalam perayaan Ekaristi, dipimpin oleh Roh untuk mendasarkan hidup mereka pada misteri kasih itu: yaitu, pada kenyataan bahwa Tuhan Yesus telah memberikan nyawa-Nya bagi mereka, dan oleh karena itu mereka juga dapat dan harus memberikan hidup mereka untukNya dan untuk saudara-saudara mereka,” tegas Paus Fransiskus seperti dilaporkan Hannah Brockhaus kepada Catholic News Agency.
Mengutip lagi dari Lumen gentium, dia berkata, “Konsili Vatikan II mengingatkan kita bahwa ‘Gereja menganggap kemartiran,’ murid ini, ‘sebagai hadiah yang luar biasa dan sebagai bukti cinta sepenuhnya. Dengan mati syahid, seorang murid diubahkan menjadi gambar Gurunya dengan menerima kematian secara bebas demi keselamatan dunia – juga keserupaannya dengan Kristus dalam penumpahan darahnya.’” (Admin/CNA).