VATIKAN,KITAKATOLIK.COM—Setelah mendaraskan Doa Malaikat Tuhan pada Minggu (3/1/2022), Paus Fransiskus mengucapkan selamat Tahun Baru Imlek kepada semua yang merayakannya, baik di Timur Jauh, maupun di belahan dunia lainnya.
“Saya menyampaikan salam hormat saya, dan menyampaikan harapan bahwa di Tahun Baru semua orang dapat menikmati kedamaian, kesehatan, dan kehidupan yang damai dan aman. Betapa indahnya ketika keluarga menemukan kesempatan untuk berkumpul bersama dan mengalami saat-saat cinta dan sukacita!” kata Paus Fransiskus.
Sambil menyayangkan keadaan dunia yang masih dilanda pandemi dan karena itu membuat banyak keluarga tak bisa berkumpul, Paus berharap agar berkat niat baik individu dan solidaritas masyarakat, seluruh keluarga manusia akan dapat mencapai kemakmuran materi dan spiritual.
Dirayakan dalam Misa
Sebelum merayakan Tahun Baru Imlek, orang Tionghoa terlebih dahulu berdoa menurut keyakinan masing-masing. Ada yang ke vihara, kelenteng, gereja, atau masjid. Karena itu, Misa Tahun Baru Imlek paling tepat diadakan pada pagi hari. Baru kemudian, orang-orang melakukan kunjungan keluarga.
Memang, sudah sejak lama, Gereja Katolik Indonesia membingkai perayaan Imlek dalam misa kudus. Di Paroki Curug-Santa Helena, Tangerang misalnya, Perayaan Ekaristi Tahun Baru Imlek 2573 akan dilangsungkan pada pukul 09.00 WIB. Banyak Paroki lain juga merayakannya.
Mengapa beberapa paroki merayakan Imlek dalam Ekaristi Kudus? Salah satu alasannya adalah untuk memfasilitasi umat yang beretnis Tionghoa untuk menghayati dan mengungkapkan iman Katolik dengan bungkus budaya Cina, antara lain dalam merayakan Tahun Baru Imlek.
Dalam iman Katolik, budaya memang mendapat posisi penting. Budaya merupakan bungkus atau sarana untuk penghayatan iman. Iman selalu membutuhkan budaya, baik dalam penghayatan maupun dalam pewartaan. Iman tak pernah melayang di udara tanpa bungkus budaya (GS 53).
“Iman kristiani tidak terikat pada satu budaya tertentu, tetapi bisa diungkapkan dalam semua budaya. Agar penghayatan iman bisa sungguh mendalam dan pewartaan iman dapat sungguh menarik dan dimengerti, maka iman perlu dibungkus dengan budaya yang sesu, antara lain budaya Tionghoa itu,” kata Dr Petrus Maria Handoko CM dalam Majalah HIDUP No.04 2014, 26 Januari 2014 mengutip Gaudium et Spes artikel 58. (Admin)