“Tetapi kepada kamu, yang mendengarkan Aku, Aku berkata: Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu. Barangsiapa menampar pipimu yang satu, berikanlah juga kepadanya pipimu yang lain, dan barangsiapa yang mengambil jubahmu, biarkan juga ia mengambil bajumu. Berilah kepada setiap orang yang meminta kepadamu; dan janganlah meminta kembali kepada orang yang mengambil kepunyaanmu.
Dan sebagaimana kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah juga demikian kepada mereka. Dan jikalau kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu? Karena orang-orang berdosapun mengasihi juga orang-orang yang mengasihi mereka. Sebab jikalau kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kamu, apakah jasamu? Orang-orang berdosapun berbuat demikian.
Dan jikalau kamu meminjamkan sesuatu kepada orang, karena kamu berharap akan menerima sesuatu dari padanya, apakah jasamu? Orang-orang berdosapun meminjamkan kepada orang-orang berdosa, supaya mereka menerima kembali sama banyak. Tetapi kamu, kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan, maka upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak-anak Allah Yang Mahatinggi, sebab Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterima kasih dan terhadap orang-orang jahat. Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu l adalah murah hati.” (Lukas 6: 27-36)
Oleh: Romo John Tanggul, Paroki Wangkung, Keuskupan Ruteng
“Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi mereka yg mencaci kamu” (Luk. 6:27-28).
Sabda ini sangat bertentangan dengan keinginan manusia pada umumnya: “Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu!” (Mat. 5:43). Ajakan Yesus untuk mengasihi dan mendoakan musuh merupakan ajakan yang baik, karena dengan begitu hidup kita (yang memiliki musuh) akan menjadi nyaman, damai dan tenang. Tidak ada perasaan dendam, tidak lagi ada ketakutan akan pembalasan. Hidup ini semakin dirasakan ringan (tak ada beban) ketika hati kita penuh cinta dan damai.
Berbuat baik, mengasihi, mengampuni dan mendoakan sesama termasuk “musuh” adalah suatu bentuk kepasrahan dan penyerahan diri, suatu sikap iman, di mana segala perkara, persoalan hidup, termasuk musuh yang dihadapi itu , akan diselesaikan, “diurus” oleh Tuhan Allah (dalam kerjasama dengan kita).
Doa (mendoakan) adalah harapan/sarana yang mampu mengubah hati seseorang (musuh) karena kita mengandalkan Tuhan Allah, agar Tuhan Allah sendirilah yang akan menyapa hati (musuh).
Mengasihi musuh dan mendoakan mereka merupakan tanda kedewasaan orang beriman (kita) dalam menyikapi masalah, persoalan hidup (termasuk musuh).
Memang mengasihi dan mendoakan musuh tidak lantas menyelesaikan soal, masalah, tetapi paling kurang dengan begitu kebaikan yang dimulai dari diri sendiri akan memunculkan keadaan hati yang baik, cara hidup yang baik, pemimpin yang baik, suasana hati yang teduh dan tenang, yang membuat seseorang (kita) menjadi bijaksana dalam menyelesaikan segala perkara.
Jika tidak mengasihi dan tidak mendoakan musuh, kita akan selamanya merasa “terganggu”; bisa menganggap musuh sebagai orang yang tidak boleh ada di hadapan kita. Hidup menjadi tidak nyaman.
Maka berbuat baiklah, kasihilah, maafkanlah dan doakanlah sesama kita, terlebih musuh-musuh kita! Gunakanlah “senjata” kebaikan, cintakasih, pengampunan dan doa bagi orang lain, terutama musuh kita supaya hidup kita menjadi aman, tenteram, penuh damai dan sukacita. Hidup betul dinikmati. Selamat menikmati hidup ini!
Semoga Allah Tritunggal Mahakudus (+) memberkati kita sekalian yang selalu menggunakan “senjata” kebaikan, cintakasih, pengampunan dan doa bagi orang lain, terutama musuh-musuh kita. Amin.