Yesus mengatakan pula suatu perumpamaan kepada mereka: “Dapatkah orang buta menuntun orang buta? Bukankah keduanya akan jatuh ke dalam lobang? Seorang murid tidak lebih dari pada gurunya, tetapi barangsiapa yang telah tamat pelajarannya akan sama dengan gurunya.
Mengapakah engkau melihat selumbar di dalam mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu sendiri tidak engkau ketahui? Bagaimanakah engkau dapat berkata kepada saudaramu: Saudara, biarlah aku mengeluarkan selumbar yang ada di dalam matamu, padahal balok yang di dalam matamu tidak engkau lihat? Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu.”
“Karena tidak ada pohon yang baik yang menghasilkan buah yang tidak baik, dan juga tidak ada pohon yang tidak baik yang menghasilkan buah yang baik. Sebab setiap pohon dikenal pada buahnya. Karena dari semak duri orang tidak memetik buah ara dan dari duri-duri tidak memetik buah anggur.
Orang yang baik mengeluarkan barang yang baik dari perbendaharaan hatinya yang baik dan orang yang jahat mengeluarkan barang yang jahat dari perbendaharaannya yang jahat. Karena yang diucapkan mulutnya, meluap dari hatinya.” (Lukas 6:39-45)
Oleh: Romo John Tanggul, Paroki Wangkung, Keuskupan Ruteng
Kita adalah “pemimpin” di tempat kita berada, sebagai apa saja “saat ini dan di sini” yang selalu berjuang untuk menuntun, membimbing, mengarahkan, memimpin sekurang-kurangnya diri sendiri dan orang lain terarah kepada kebaikan umum/bersama dan kepada keselamatan umum/bersama dan kepada Tuhan; orang yang berbelaskasih/suka mengasihi dan mengampuni. Itulah pemimpin sejati!
Bacaan-bacaan suci hari ini berbicara tentang pemimpin sejati itu. Putera Sirak (27:4-7) menasihati kita untuk menjadi pemimpin sejati: Yang baik, benar, dan bijaksana. “Berbicara dan berbuat” baik, benar dan bijaksana. Berbicara keluar dari “pikiran”, perbendaharaan “hati” yang baik, benar, bijaksana.
Kebaikan, kebenaran dan kebijaksanaan kita terdengar dalam bicaranya dan terutama terlihat dalam perbuatan nyatanya yang baik, benar dan bijaksana pula. Bukan hanya hoax! Pujilah seseorang setelah ia berbicara dan berbuat baik, benar, dan bijaksana. “Jangan memuji seseorang sebelum ia berbicara dan berbuat atau bertindak” (Putra Sirakh 27:7).
Wejangan Yesus dalam Injil hari ini melengkapi gambaran ideal pemimpin sejati itu. Yesus menghendaki dan merindukan agar para muridNya (kita, pemimpin apa dan sebagai apa saja status kita saat ini di sini) menjadi orang/pemimpin yang rendah hati untuk menyadari dan menemukan apa yang kurang dalam diri sendiri, menyadari dan menemukan apa yang lebih dalam diri sendiri sebelum “berbicara dan bertindak”, sebelum “mengoreksi” orang lain, sebelum menuntun, mengarahkan, membimbing, orang lain.
Menjadi orang/pemimpin yang berbelaskasih atau mengasihi dan mengampuni. “Mengapakah engkau melihat “selumbar” atau serpihan dalam mata saudaramu, sedangkan “balok” dalam matamu sendiri tidak engkau ketahui? ” (Luk. 6:41).
Hanya dengan membebaskan diri dari hal-hal yang membutakan diri (dari hal-hal tidak baik, tidak benar, tidak bijaksana), seseorang dapat menuntun orang lain ke jalan yang baik, benar dan bijaksana. “Dapatkah orang buta menuntun orang buta? Bukankah keduanya akan jatuh ke dalam lubang?” (Luk. 6:40).
Kita diajak (sebagai anak-anak, remaja/omk, bapa mama, om-om dan tante-tante, kakek-kakek dan nenek) untuk menjadi pemimpin sejati “saat ini di sini” bagi diri sendiri dan orang lain: berbicara dan berbuat searah, bukan hoax (dari hati dan nyata dalam aksi); memiliki semangat berbelaskasih/mengasihi dan mengampuni.
Selamat menjadi pemimpin sejati “here and now“, di sini saat ini”. Semoga Allah Tritunggal Mahakudus (+) memberkati kita sekalian yang berjuang menjadi pemimpin sejati. Amin.