Maka datanglah orang-orang Farisi, dan untuk mencobai Yesus mereka bertanya kepada-Nya: “Apakah seorang suami diperbolehkan menceraikan isterinya?” Tetapi jawab-Nya kepada mereka: “Apa perintah Musa kepada kamu?” Jawab mereka: “Musa memberi izin untuk menceraikannya dengan membuat surat cerai.”
Lalu kata Yesus kepada mereka: “Justru karena ketegaran hatimulah maka Musa menuliskan perintah ini untuk kamu. Sebab pada awal dunia, Allah menjadikan mereka laki-laki dan perempuan, sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging.
Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.” Ketika mereka sudah di rumah, murid-murid itu bertanya pula kepada Yesus tentang hal itu. Lalu kata-Nya kepada mereka: “Barangsiapa menceraikan isterinya lalu kawin dengan perempuan lain, ia hidup dalam perzinahan terhadap isterinya itu. Dan jika si isteri menceraikan suaminya dan kawin dengan laki-laki lain, ia berbuat zinah.”
Yesus memberkati anak-anak
Lalu orang membawa anak-anak kecil kepada Yesus, supaya Ia menjamah mereka; akan tetapi murid-murid-Nya memarahi orang-orang itu. Ketika Yesus melihat hal itu, Ia marah dan berkata kepada mereka: “Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah . Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa tidak menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil , ia tidak akan masuk ke dalamnya. ”
Lalu Ia memeluk anak-anak itu dan sambil meletakkan tangan-Nya atas mereka Ia memberkati mereka. (Markus 10:2-16)
Oleh: Romo John Tanggul, Paroki Wangkung, Keukupan Ruteng
PADA zaman ini, jumlah perceraian semakin meningkat. Kasus-kasus perkawinan di dalam Gereja Katolik juga semakin meningkat. Keluarga di zaman ini rentan perpisahan dan perceraian. Nilai-nilai perkawinan telah bergeser dari “kesatuan” menjadi “kecocokan”, dari “hidup bersama dalam suka dan duka” menjadi “hidup dalam kesenangan dan kenyamanan saja”. Jika tidak cocok, yah cerai saja. Jika tidak senang dan nyaman hidup dalam keluarga, ya berpisah saja. Itulah cara menghadapi hidup yang salah dan keliru dan bertentangan dengan ajaran Gereja Katolik dan semangat Injil.
“Apakah diperbolehkan orang menceraikan isterinya dengan alasan apa saja?” adalah pertanyaan orang-orang Farisi (kita) kepada Yesus (Mrk. 10:2). Dalam Injil hari ini Yesus berbicara tentang kehidupan keluarga, kehidupan perkawinan, dan tentang perceraian yg dipertanyakan itu.
Yesus mengajarkan bahwa perkawinan adalah suatu “lembaga cinta” peristiwa sakral, di mana Allah hadir penuh dalam seluruh kehidupan keluarga, kehidupan perkawinan. Maka Sabda Tuhan hari ini ingin mengembalikan nilai-nilai suci/kudus, luhur dan mulia perkawinan yang harus dihidupkan kembali dan diamalkan oleh setiap Keluarga kristiani Katolik.
Nilai suci/kudus, luhur dan mulia perkawinan katolik itu adalah kesatuan cinta (persekutuan, lembaga cinta – saling serah nyawa suami-istri yang tidak terputuskan oleh siapapun dan apapun (kecuali oleh kematian), baik dalam suka maupun duka. Perkawinan tidak boleh diceraikan, kecuali oleh kematian. “Demikianlah mereka bukan lagi dua melainkan satu, karena itu apa yang dipersatukan oleh Allah, tidak boleh diceraikan atau diputuskan oleh manusia”.
Berdoalah bagi keluarga-keluarga katolik semoga Tuhan membantu mereka, terutama yang mengalami kesulitan dalam kehidupan keluarga/perkawinan (kesulitan relasi/komunikasi, kesulitan psikologis, kesulitan ekonomi, dan lain-lain), supaya mereka tetap bersatu dalam cinta yang total (menyerahkan nyawa satu sama lain) dan boleh mengalami hidup yang bahagia, yang merupakan tujuan utama hidup berkeluarga. “Tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang yang menyerahkan nyawanya bagi sahabat-sahabatnya” (Yoh. 15:13).
Kalau ada “kesulitan dalam kehidupan berkeluarga” coba hidupkan dan kenangkan/ingat kembali kebaikan/perbuatan-perbuatan baik yang telah dibuat oleh kekasihku,mu “doeloe”.
Selamat mengarungi kehidupan keluarga katolik dengan gembira hati. Selamat berbahagia dalam keluarga katolik, baik dalam suka maupun dalam duka. Jangan lupa bahagia di sini dan saat ini (here and now, hic et nunc)!
Semoga Allah Tritunggal Mahakudus (+) memberkati keluarga kita yang menghayati kesatuan cinta yang tidak terputuskan dalam kehidupan berkeluarga, apapun keadaan. Amin.