“Ingatlah, jangan kamu melakukan kewajiban agamamu di hadapan orang supaya dilihat mereka, karena jika demikian, kamu tidak beroleh upah dari Bapamu yang di sorga. Jadi apabila engkau memberi sedekah, janganlah engkau mencanangkan hal itu, seperti yang dilakukan orang munafik di rumah-rumah ibadat dan di lorong-lorong, supaya mereka dipuji orang.

Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. Tetapi jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu. Hendaklah sedekahmu itu diberikan dengan tersembunyi, maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.”
“Dan apabila kamu berdoa, janganlah berdoa seperti orang munafik. Mereka suka mengucapkan doanya dengan berdiri dalam rumah-rumah ibadat dan pada tikungan-tikungan jalan raya, supaya mereka dilihat orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya.
Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembuny. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.”
“Dan apabila kamu berpuasa, janganlah muram mukamu seperti orang munafik. Mereka mengubah air mukanya, supaya orang melihat bahwa mereka sedang berpuasa. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya.
Tetapi apabila engkau berpuasa, minyakilah kepalamu dan cucilah mukamu, supaya jangan dilihat oleh orang bahwa engkau sedang berpuasa, melainkan hanya oleh Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.” (Matius 6:1-6.16-18).
Oleh: Romo John Tanggul, Paroki Wangkung, Keuskupan Ruteng.
MELALUI bacaan Injil hari ini, Yesus mau menggugat dan menggugat sikap keagamaan kita. Apa yg menggerakkan kita untuk terlibat aktif dalam kehidupan, kewajiban, kegiatan/aktivitas keagamaan kita selama ini dan sekarang ini dan di waktu yg akan datang? Juga secara implisit “menggugat” aktivitas duniawi kita, apa saja!
Yesus mengeritik sikap keagamaan seperti memberi sedekah (derma, kolekte, iuran), puasa, doa yang dilakukan dengan intensi dasar supaya dipuji orang, supaya dilihat orang, apalagi kalau ditambah dengan sikap hati yang sombong (merendahkan orang lain)
Yesus memuji dan mengharapkan orang beriman (kita) untuk melakukan kegiatan, aktivitas, kewajiban, kehidupan keagamaan bukan untuk mendapat pujian, bukan untuk pameran, melainkan untuk memuliakan Allah dan sesama. Sebagai ungkapan iman dan tanda cinta kepada Allah, sesama dan diri sendiri.
Yesus mengajak kita untuk menghindari keinginan palsu dan tersembunyi untuk mencari pujian, memegahkan diri. Karena jika demikian, kita tidak akan mendapat upah dari Allah Bapa yang di surga.
Supaya bisa dapat “upah” dari Bapa di sorga, lakukanlah perbuatan-perbuatan kecil ataupun besar dengan hati/cinta yang besar (dengan hati/cinta yang tulus, bebas dari intensi/harapan mendapat pujian untuk diri sendiri). Lakukanlah dengan intensi untuk memuji dan memuliakan Allah dan sesama! Lakukan itu sebagai wujud iman dan tanda cinta kepada Allah dan sesama. Dan kalau begitu, Allah Bapa, Putera, dan Roh Kudus pasti akan memberkati kita, memberi “upah” kepada kita.
“Tetapi jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu. Hendaklah sedekahmu itu diberikan dengan tersembunyi, maka BapaMu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu” (Mat. 6:3-4).
Semoga Allah Tritunggal Mahakudus (+) memberkati kita sekalian yang melakukan segala sesuatu di sini saat ini dengan “cinta yang besar” kepada Tuhan, sesama dan diri sendiri. Amin.