Pada suatu hari, Tuhan menunjuk tujuh puluh murid yang lain, lalu mengutus mereka berdua-dua mendahului-Nya ke setiap kota dan tempat yang hendak dikunjungi-Nya.
Kata-Nya kepada mereka: “Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit. Karena itu mintalah kepada Tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu. Pergilah, sesungguhnya Aku mengutus kamu seperti anak domba ke tengah-tengah serigala.Janganlah membawa pundi-pundi atau bekal atau kasut, dan janganlah memberi salam kepada siapapun selama dalam perjalanan.
Kalau kamu memasuki suatu rumah, katakanlah lebih dahulu: Damai sejahtera bagi rumah ini. Dan jikalau di situ ada orang yang layak menerima damai sejahtera, maka salammu itu akan tinggal atasnya. Tetapi jika tidak, salammu itu kembali kepadamu. Tinggallah dalam rumah itu, makan dan minumlah apa yang diberikan orang kepadamu, sebab seorang pekerja patut mendapat upahnya. Janganlah berpindah-pindah rumah.
Dan jikalau kamu masuk ke dalam sebuah kota dan kamu diterima di situ, makanlah apa yang dihidangkan kepadamu, dan sembuhkanlah orang-orang sakit yang ada di situ dan katakanlah kepada mereka: Kerajaan Allah sudah dekat padamu.” (Lukas 10:1-9).
Oleh: Romo John Tanggul, Paroki Wangkung, Keuskupan Ruteng.
SETIAP orang yang sudah dibabtis (kita) mendapat tugas untuk menjadi pewarta Injil (mewartakan Injil). Isi dari Injil adalah kabar gembira, sukacita, kabar baik, kabar keselamatan dari Allah yang sungguh baik dan penuh belaskasih kepada manusia (kita). Maka menjadi pewarta Injil berarti mewartakan cinta dan belaskasih Allah kepada orang-orang di sekitar kita.
Bagaimana kita mewartakan cinta dan belaskasih Allah itu? Kita tidak boleh hanya fokus pada diri sendiri; jangan hanya memikirkan diri sendiri dan kepentingan pribadi. Menjadi pewarta yang andal berarti kita harus berani keluar dari diri sendiri dan memperhatikan (fokus kepada) kebutuhan dan kepentingan sesama.
Dalam masyarakat, orang (mungkin kita), cenderung “sibuk” dengan urusan pribadi serta mencari keuntungan sepuas-puasnya, tetapi kurang/tidak memperhatikan nilai keadilan, kejujuran, kebenaran, cintakasih dan belas kasih.
Di tengah-tengah masyarakat yang demikian, kita dipanggil untuk hidup penuh kemurahan hati, mudah mengampuni, mudah menolong dan senantiasa menjadi pembawa damai, sukacita, kegembiraan, kebahagiaan bagi orang lain. Kita menegakkan kebenaran, keadilan, kejujuran, cintakasih dan belaskasih.
Tantangan atau “serigala” akan dihadapi pewarta yang baik. Bisa muncul rasa takut dan cemas atau khawatir. Takut dan khawatir jika dengan berbuat baik, berbuat benar, bersikap jujur, kita justru dimusuhi, dicemoohkan dan ditinggalkan teman/orang lain. Takut dan khawatir kehilangan jabatan, pangkat, kedudukan. Takut dan khawatir yang berlebihan menjadi hambatan dalam tugas sebagai pewarta Injil (kabar baik, gembira, sukacita). Tantangan atau “serigala” seperti itu pasti ada, tetapi harus dikalahkan dengan berbuat berbagai kebaikan. “Aku mengutus kamu seperti anak domba ke tengah-tengah serigala.” (Luk.10:3).
Yesus mengajak kita untuk tetap membawa damai, sukacita, kegembiraan, kabar baik, kebaikan dan kebahagiaan untuk orang lain kapan dan di mana saja, baik atau tidak baik waktu dan tempatnya, karena yakin Dia selalu menyertai kita.
Bunda Maria adalah teladan bagi kita dalam hal membawa kabar sukacita bagi orang lain. Dia membawa kabar sukacita, damai sejahtera untuk Elisabeth saudaranya, dan untuk kita. Semoga dengan bantuan doa Santo Lukas yang pestanya kita rayakan hari ini, Bunda Maria dan Santo Yosef, Allah Tritunggal Mahakudus (+) memberkati kita yang rajin membawa damai sejahtera dan kabar gembira kepada orang lain. Amin.