Pada waktu itu, Yesus berkata,”Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab persepuluhan dari selasih, adas manis dan jintan kamu bayar, tetapi yang terpenting dalam hukum Taurat kamu abaikan, yaitu: keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan.
Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan. Hai kamu pemimpin-pemimpin buta, nyamuk kamu tapiskan dari dalam minumanmu, tetapi unta yang di dalamnya kamu telan.
Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab cawan dan pinggan kamu bersihkan sebelah luarnya, tetapi sebelah dalamnya penuh rampasan dan kerakusan. Hai orang Farisi yang buta, bersihkanlah dahulu sebelah dalam cawan itu, maka sebelah luarnya juga akan bersih.” (Matius 23: 23-26)
Oleh: Romo John Tanggul, Paroki Wangkung,Keuskupan Ruteng.
SUATU hari, seorang anak muda berkata kepada pastor parokinya: “Pastor mungkin selama ini perhatikan bahwa saya tidak pernah ke gereja”.
“Ya, saya perhatikan,” jawab pastor padanya. “Saya tidak ke gereja karena di dalam gereja terlalu banyak orang munafik,” anak muda itu memberikan alasan. “Oh, tidak apa-apa, masih ada satu kursi yang kosong untuk satu orang munafik di sana,” timpal sang pastor.
Dengan jawaban tersebut pastor itu mau menyindir orang itu bahwa dia tidak lebih baik dari orang-orang yang sering ke gereja itu. Masih lebih baik orang-orang itu pergi ke gereja, daripada dia yang tidak pergi ke gereja sama sekali. Tinggal saja memperbaiki cara penghayatan iman: pertobatan, belaskasih, kesetiaan dan kejujuran dan keseriusan dalam menjalani dan menjalankan kehidupan keimanan dan keagamaan kita.
Orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat adalah orang-orang munafik. Mungkin juga orang-orang yang pergi ke gereja dalam dialog tadi dan mungkin kita juga “munafik”. Mereka memperhatikan aspek-aspek lahiriah dari kehidupan keagamaan dan mengabaikan hal-hal yang paling pokok. Mereka menekankan aturan-aturan lahiriah dan mengabaikan semangat dasar kehidupan keagaman yaitu keadilan, belaskasih, kesetiaan dan pertobatan.
Semangat dasar kehidupan keagamaan inilah yang mesti diperbaiki. Penghayatan iman inilah yang mesti diperbaiki, dipertajam, diperdalam sehingga bebas dari sikap, pikiran dan tindakan munafik. “Hai orang Farisi yang buta, bersihkanlah dahulu sebelah dalam cawan itu, maka sebelah luarnya juga akan bersih” (Mat. 23:26).
Iman membutuhkan kesetiaan, kejujuran, kesungguhan, keterbukaan dan penyerahan diri secara total pada rencana dan kehendak Allah. Allah mencurahkan kebaikan, rahmat dan berkatnya kepada kita dalam hidup ini. Inilah buah dari penghayatan dan semangat dasar kehidupan keagamaan, semangat beriman.
Semoga Allah Tritunggal Mahakudus (+) memberkati kita sekalian yang memiliki penghayatan dan semangat dasar kehidupan keagamaan yang benar. Amin.