Sebatang Lilin di Tangan Pengacara

KITAKATOLIK.COM—ADA satu kebiasaan yang kerap dilakukan oleh Romanus Muda Kota, S.Fil,  SH., MH terutama saat kesulitan datang. Dalam hal keuangan misalnya, ia masuk kamar dan berdoa.

“Kalau uang habis, saya hanya butuh satu batang lilin. Saya masuk ke kamar lalu berdoa. Dalam dialog batin dengan Tuhan, dalam kepasrahan, saya tahu ke mana saya harus bergerak. Dan masalah makan minum, kontrak kantor dan sebagainya akan segera selesai,” kata pengacara yang merupakan pendiri kantor hukum TRIKOTA  & PARTNERS   ini.

Kelahiran 14 Juli 1966  ini punya  prinsip teguh bahwa kita harus pasrah pada Tuhan, bukan pada keadaan. Kepada Tuhan, kita pasrah. Tapi kepada keadaan yang tidak baik, kita harus lawan.

“Kemiskinan kita lawan. Uang  tidak ada, kita cari. Tapi sama Tuhan kita pasrah, Tuhan mau apa, kita jalankan. Kemiskinan kita lawan, jungkir balik tak apa dan pada akhirnya pasti ada jalannya,” kata ayah dua orang putra, Yeremias dan Fransisco ini.

Selain sarana doa,  suami dari Florentina Mogi ini menjadikan lilin sebagai simbol dan kristalisasi makna kiprahnya sebagai pengacara. Ibarat lilin, ia berusaha menjadi “terang” bagi dunia pengadilan  yang digelutinya. Terutama dengan “tampil lurus”.

Tak lembek dalam kualitas

Profesi pengacara, menurut pejago bola, ini bukan bisnis, tapi setengah bisnis dan setengah kemanusiaan dan sarat nilai. Salah satu nilai yang harus dia pegang teguh adalah kejujuran.  Kejujuran, kata dia,  harus menjadi awal dan keadilan ujungnya.

“Klien harus jujur, kita juga harus jujur. Kalau kita bisa kita katakan  bisa, tapi kalau kita tidak bisa karena bukan bidang keahlian kita, ya jangan paksa,” kata pengacara yang memfokuskan diri dalam  perkara bisnis, terutama pasar modal, asuransi dan likuidasi   ini. Tentu tanpa mengabaikan perkara pidana dan perdata lainnya.

Sebagai mantan analis dan wartawan pasar modal selama puluhan tahun, plus belajar ilmu bisnis secara mandiri, Romanus memang ahli dan senang menangani perkara-perkara terkait hukum bisnis, termasuk pasar modal. Tapi karena kasus yang masuk tak melulu terkait pasar modal, maka dia selalu menjalin kerjasama sinergis dengan pengacara lain yang ahli di bidangnya.

“Kita biasa kerjasama. Teman bisa kita tarik ke dalam, atau kita ditarik  ke luar. Kita bisa bergabung dengan bendera teman, atau teman bergabung dengan bendera kita.  Bila mereka butuh keahlian kita, kita bantu ke sana. Kita butuh keahlian mereka, mereka gabung ke kita,” jelas Romanus.

Dalam menjalankan  profesinya kini, Alumnus Sekolah Tinggi Filsafat Theologi Katolik Ledalero, Flores, ini mengaku sangat diuntungkan oleh bidang studi dan pengalaman kerja yang ditekuni sebelumnya. Yang paling membantu  adalah filsafat  yang menyumbang bagi kematangan berpikir logis, kritis, runtut dan benar. Pengalaman puluhan tahun sebagai wartawan dan penulis juga sangat membantu.

“Selain kemahiran bicara dan berargumentasi legal, kemampuan menulis juga jadi tulang punggung. Gugatan itu ‘kan harus ditulis. Pleidoi dan jawaban-jawaban juga harus ditulis. Kita presentasi ke klien juga harus berbentuk tulisan. Tidak bisa hanya omong lisan doang,” katanya.  Ia menambahkan, banyak klien yang sebelum bertemu, meminta tulisannya terlebih dahulu.

Di samping kemampuan professional tersebut, Romanus punya satu prinsip dasar yang dihidupinya sejak muda, yaitu tak pernah lembek dengan kualitas.

“Kita biasanya dapat klien dari relasi, jadi sangat diperlukan jejaring. Tanpa jejaring, mati kita. Jejaring itu harus dibangun dan dipelihara. Lalu kalau kita lembek dengan kualitas, maka selesai sudah kita,” tuturnya saat bertemu kitakatolik.com di kawasan Tangerang.  Saat itu, ia baru selesai mengikuti proses persidangan di PN Tangerang.

Romanus (jas motif daerah) sebagai likuidator dalam RUPS-LB PT.MAA General Assurance

Selain sebagai pengacara publik, Romanus juga ditunjuk sebagai likuidator perusahaan di bawah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sejak tahun 2016.

Tuhan sudah atur

Kehadiran sebuah perkara (klien) penting bagi pengacara yang menggantungkan hidupnya dari profesinya. Tak heran bila ada oknum pengacara yang kerjanya menciptakan kasus agar mendapatkan duit. Pantang bagi Romanus untuk mengambil jalan itu.

“Itu kerjaan dan jalan orang bodoh,”  kata mantan calon imam ini. Ia yakin, rezeki sudah diatur oleh Tuhan.

“Hidup ini kan di satu sisi berkat, di lain sisi ujian. Ketika kita alami ujian, hadapi. Jangan hanya senang dengan berkat. Itu  berbarengan. Pada saat banyak duit bantu orang lain, pada saat tidak ada duit, orang lain akan bantu kita. Simple,” tambahnya.

Ia mengaku pernah diajak untuk “bermain dua kaki”  dengan janji uang dalam jumlah yang sangat besar. Tapi ajakan itu ditolaknya. Selain karena bertentangan dengan sumpah sebagai seorang lawyer, tindakan itu jelas mengkhianati nurani.

“Itu haram. Itu immoral. Pertanyaan sederhana, kita bisa pulang dengan tenang, tanpa dikejar-kejar rasa bersalah?  Jelas tidak. Saya tak akan melakukan itu, karena saya mau tidur dengan tenang. Besok pagi bangun dengan segar. Saya mau berdoa dengan benar. Saya tidak mau tipu Tuhan,” ujarnya.

Ada satu lagi kebiasaan yang agaknya aneh bila dilihat dari kacamata orang kebanyakan. Biasanya klien mensuplai kebutuhan  pengacara terkait upaya-upaya  legal yang ditempuh.  Makan selama konsultasi hukum misalnya, biasanya dibayar oleh klien, apapun keadaannya. Tapi Romanus selalu berinisiatif   membayarnya, apalagi bila kondisi ekonomi klien sungguh sedang terjepit.

Rupanya kerangka berpikir dan berperilaku   option for the poor yang diinternalisasi selama belajar di asrama Seminari Tinggi Santo Petrus, Ritapiret, Nita, Maumere, tak  menguap oleh benturan persaingan dan semangat ingin kaya di kota metropolitan.   (Paul MG).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *