Segera Ubah Perilaku Jika Ingin Hentikan Penyebaran COVID-19

JAKARTA,KITAKATOLIK.COM—Perubahan perilaku merupakan sesuatu yang harus segera dilakukan oleh seluruh masyarakat bila kita ingin menghentikan laju perkembangan dan penyebaran COVID-19 yang kian mengkhawatirkan. Perilaku positif di masa pandemi yang ditandai dengan ketaatan pada 3 M (menjaga jarak, memakai masker dan mencuci tangan), perlu dilakukan secara ketat dan tanpa kompromi.

“Ketiga hal itu jangan diteorikan tapi dikerjakan sebagai perubahan perilaku. Akibatnya mungkin tak menyenangkan, tapi lebih baik menanggung ketidaknyamanan untuk sementara dibanding terkena COVID,” kata dr. Benjamin Paulus Octavianus Sp.P dalam Webinar tentang COVID-19 yang diselenggarakan oleh GBI Citra 2. Dimulai pukul 19.00 WIB, seminar daring ini dihadiri oleh 186 peserta yang berasal dari seluruh Indonesia, bahkan ada juga yang dari luar negeri.

Terkait kewajiban “menjaga jarak” misalnya, dr. Benjamin menjelaskan bahwa selama masa pandemi ini, tak ditolerir sama sekali kebiasaan makan bersama. Masker pun tak pernah boleh dilepas, meski yang berkunjung ke rumah adalah saudara sendiri.

“Kami tidak pernah makan bersama-sama. Memang tidak enak, tapi lebih baik tidak enak, daripada kita terkena cluster keluarga. Kalau sudah sakit, pusing kita, susah cari kamar di rumah sakit. Jadi lebih baik kita menderita sedikit secara psikologis karena tak bisa makan bersama, ketimbang tertular,” kata spesialis paru yang kini dipercaya sebagai Asisten Menteri Pertahanan RI, khusus  bagian Ketahanan Kesehatan ini.

Hal sama berlaku di perkantoran. Rapat di ruang ber-AC dengan jumlah peserta yang relatif banyak, sedapat mungkin dihindarkan.

“Kalau masih memungkinkan, pilih saja ruang terbuka untuk rapat. Di gereja, usahakan menggelar rapat di ruang terbuka. Di parkiran lebih bagus, dari pada di ruang AC berukuran 4 kali 4 dengan peserta rapat 8 orang. Itu cari masalah namanya,” ujar putra Pdt. Dr. Petrus Octavianus, pendiri YPPII  (Yayasan Persekutuan Pekabaran Injil Indonesia) Batu, Malang ini.

Urgensi Vaksinasi

Selain taat pada protokol kesehatan – pakai masker, hindari kerumunan, jaga jarak, cuci tangan -, hal yang harus dilakukan adalah mengikuti vaksinasi. Meski tidak menyelesaikan semua persoalan terkait COVID-19, terbukti bisa mengurangkan angka kesakitan dan kematian.

Mengutip WHO, dr. Benjamin menyebut manfaat vaksinasi pada umumnya. Bagi individu, vaksinasi  mencegah penyakit infeksi.  Dan ketika masyarakat telah diimunisasi untuk mencegah suatu penyakit, maka penyebaran penyakit tersebut akan terhambat.  “Jadi muncul kekebalan komunitas,” katanya.

Lalu, tatkala mayarakat telah memiliki kekebalan, maka secara tidak langsung mencegah tertularnya virus kepada sebagian masyarakat yang tidak diimunisasi seperti bayi muda dan orang yang menderita defisiensi imun.

Menurut catatannya, 85 prosen pasien yang dirawat karena COVID belum divaksin, 12 prosen  baru mengikuti vaksin pertama. Hanya 4 prosen pasiennya yang telah mendapatkan vaksin kedua.

“Jadi kita boleh saja sakit, tapi kalau kita sudah divaksin, sudah agak aman,” tegasnya sambil menambahkan bahwa ketika kita divaksin,  tubuh kita disuntik virus covid 19. Tubuh kita kemudian membetuk antibodi. Antibodi inilah yang akan memukul virus yang datang.

Sebagai dokter yang selalu berhadapan dengan pasien COVID, dr Benjamin mengaku terkadang cemas juga. Dan untuk menguatkan dirinya, ia selalu mengumandangkan Mazmur  91: 1-16.

Seminar ditutup dengan kata penutup dari Pdt. Markus Sudarji selaku Gembala GBI Citra 2. (Paul MG)

 

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *