KITAKATOLIK.COM–Kebahagiaan sejati diperoleh bukan ketika seseorang menggapai tujuan-tujuan egosentrisnya, tapi ketika dia bisa membantu banyak orang lain mencapai tujuan-tujuannya. Keyakinan inilah yang menginspirasi perjalanan karier Thobias Djadji, M.HRM. “Successful life will bring a true happiness, only through sharing and caring!” katanya.
Minat dan kepuasan batinnya, kata Thobias, sangat berorientasi kepada manusia. “Saya merasa sangat berbahagia kalau saya melihat orang-orang hasil binaan atau didikan saya menjadi orang yang berhasil dan berguna bagi orang di sekitar mereka,” kata owner sekaligus Direktur PT. Trilink Indonesia Jakarta ini. Trilink sendiri bergerak dalam bidang SDM, terutama jasa penempatan tenaga-tenaga kerja profesional dan skilled di operasional perusahaan atau proyek-proyek minyak dan gas, baik di dalam maupun di luar negeri.
Dalam mengelola perusahaannya, master dalam bidang SDM dari Rutgers, The State University of New Jersey, New York, USA ini senantiasa mengutamakan tanggung jawab, kualitas yang prima dan ketepatan waktu. “Kalau bisa lebih cepat daripada yang diharapkan,” tukas suami dari Petronela Sio ini.
Menurut ayah dari Maria Goreti, Rita Roswita Maya dan Theresia Sonya, ini bekerja dan berkarya pada prinsipnya merupakan interaksi antar manusia, yang menuntut kefasihan dan kemampuan lebih dalam mengelola hubungan antar pribadi (interpersonal relations skills), berkomunikasi dan memberikan presentasi (communications and presentation skills), dan bernegosiasi (negotiation skills) serta memberikan konsultasi (baik itu menyampaikan informasi dengan cerdas dan menarik, atau harus meyakinkan pihak yang diajak komunikasi, dan lain-lainnya.
Sembari menekankan pentingnya jejaring dalam membangun karier dan gerak perusahaannya, ia menyebut doa sebagai prinsip utama suksesnya. “Sebagai orang beriman saya berprinsip bahwa seluruh hidup dan karya saya adalah untuk memuliakan nama-Nya,” katanya sembari menambahkan bawa pekerjaan dan karier merupakan alat Tuhan untuk bisa memberikan kesaksian di tengah-tengah dunia.
Tak hanya TKW
Tamat dari IKIP Sanata Dharma jurusan bahasa Inggris, Thobias sempat menjadi guru bahasa Inggris di Seminari Menengah Mataloko, Flores dari 1977 hingga 1982. Dari Flores, ia hijrah ke Balikpapan, Kalimantan dan bekerja di perusahaan minyak dan gas multinasional, Total Indonesie Company.
“Saya memulai karier di bidang pelatihan, sebagai English Instructor. Prinsipnya sama dengan guru. Hanya bahasa Inggris yang saya ajarkan adalah Business English dan Technical English, dan peserta yang diajar adalah sarjana, engineer lulusan ITB, UGM, UI dan sebagainya,” jelasnya.
Ia mengaku mendapat banyak keuntungan bekerja di perusahaan multinasional. Antara lain memperoleh kemampuan berkomunikasi dalam bahasa Inggris dan Perancis, standar dan kualitas kerja yang tinggi, interaksi dan relasi dalam kesetaraan dengan para pekerja asing dari mancanegara.
“Di sana, kompetensi, kontribusi dan prestasi pekerja mendapatkan pengakuan yang layak dan menjadi basis dalam kemajuan karier di dalam perusahaan,” katanya.
Tak terkecuali kesempatan untuk mendapatkan berbagai pelatihan dan pendidikan di luar negeri, serta terutama kesempatan penugasan internasional di kantor pusat maupun anak-anak perusahaan di berbagai negara.
Kariernya terus naik. Tahun 1993-1995, ia dipercaya sebagai Asisten Direktur SDM dan Manajemen Karier. Tahun 1995 hingga 2001 menjadi Corporate HRD & Recruitmen Division Manager. Kariernya di lingkungan HRD perusahaan Prancis itu mencapai puncak di tahun 2002 ketika dia dipercaya sebagai Head of Division Human Resources & General Affair.
Ia mendirikan PT. Trilink Indonesia Jakarta pada September 2006 yang bergerak dalam bidang SDM. Bisnis ini, kata dia, berhubungan langsung dengan manusia, maka sangat menuntut kualitas manajemen yang prima, dengan tingkat kredibilitas dan integritas yang tinggi. “Kita harus memahami harapan klien kita yang membutuhkan tenaga-tenaga kerja yang kompeten, disiplin dan mempunyai etos kerja yang baik, dan di lain pihak kita harus mengelola para pekerja dengan hati, memperhatikan hak-hak dan kesejahteraan mereka dengn baik sesuai dengan peraturan dn perundang-undangan yang berlaku,” jelasnya.
Ia ingin membuktikan obsesinya dan telah menyaksikan bahwa Indonesia tidak saja bisa mengekspor TKW dan tenaga-tenaga kerja kasar, tetapi justeru memiliki resources (sumber) tenaga-tenaga kerja ahli dan profesional, terutama dalam bidang gas dan minyak.
Tangan di atas
Pernyataan mantan Presiden AS Jimmy Carter, seorang petani kacang yang bisa menjadi Presiden AS, “Why Not Me?” sungguh menjadi alat motivasi Thobias untuk bekerja keras dan berusaha hingga berhasil.
Kepada anaknya ia selalu menegaskan bahwa hidup adalah perjuangan, maka harus ditekuni dengan serius dan kerja keras. “Hidup baru bernilai kalau bisa berbagi dengan orang-orang lain, terutama yang menderita, maka tidak boleh egois. Berusahalah menjadi orang yang bisa memberi dan bukan yang hanya bisa meminta. “Tangan di atas” akan selalu lebih baik dan membahagiakan,” nasihatnya selalu pada anak-anaknya.
Peran ayahnya Nicolaus Nai Dao sangat kuat dalam tapak-tapak hidupnya. “Dialah yang dengan kesederhanaan memberi motivasi dan nasihat sejak saya kecil untuk bersekolah dengan tekun dan harus mendapatkan hasil yang terbaik. Ia juga dengan tekun membawakan cerita-cerita dongeng yang penuh dengan imaginasi serta kiat-kiat untuk mengatasi kesulitan, jangan pernah me-nyerah, dan harus keluar sebagai pemenang,” katanya. (Petrus MG)