Sesudah Yudas pergi, berkatalah Yesus: “Sekarang Anak Manusia dipermuliakan dan Allah dipermuliakan di dalam Dia. Jikalau Allah dipermuliakan di dalam Dia, Allah akan mempermuliakan Dia juga di dalam diri-Nya, dan akan mempermuliakan Dia dengan segera.
Hai anak-anak-Ku, hanya seketika saja lagi Aku ada bersama kamu. Kamu akan mencari Aku, dan seperti yang telah Kukatakan kepada orang-orang Yahudi: Ke tempat Aku pergi, tidak mungkin kamu datang, demikian pula Aku mengatakannya sekarang juga kepada kamu.
Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi.” (Yohanes 13: 31-35).
Oleh: Romo John Tanggul, Paroki Wangkung, Keuskupan Ruteng.
DALAM Injil hari ini, Tuhan Yesus berbicara tentang kasih sebagai tanda pengenal, identitasnya orang Kristen. Orang lain mengenal bahwa kita adalah murid Kristus ketika kasih itu menjadi nyata dalam kehidupan kita. Kasih merupakan “KTP” kita sebagai orang kristiani.
“Aku memberikan perintah baru kepada kamu yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu, demikianlah pula kamu harus saling mengasihi. Dengan demikian semua orang tahu, bahwa kamu adalah murid-muridKu, yaitu jikalau kamu saling mengasihi!” (Yohanes 13: 34-35).
Apa rahasianya di balik “awetnya” relasi pasangan kekasih (keluarga) yang tak letih-letihnya dan tak bosan-bosannya mengucapkan “aku sayang kamu” setiap hari, saat ini di sini! Apa yang membuat relasi sepasang suami-istri “awet” hingga bertahun-tahun, tanpa gossip dan saling ingkar?
Itu terjadi karena cinta mereka bukan lagi urusan perasaan semata, melainkan karena cinta mereka sudah sampai pada level/tingkat yang lebih dalam/intens, di mana masalah-masalah kehidupan (keluarga) tidak lagi menjadi halangan untuk saling mengasihi. Bagi mereka, cinta adalah harga mati, komitmen, tanggung jawab yang tidak memerlukan balasan atau terimakasih dari yang lain. Sebuah kasih yang hanya tahu memberi tanpa mengharapkan terimakasih. Itulah kasih, cintakasih. Itulah mengasihi. Itu perintah baru. Itu tanda bahwa kita adalah murid Kristus!
Dalam Injil hari ini, Yesus memberi perintah baru yaitu untuk mengasihi, saling mengasihi. Tidak sebatas sayang-sayangan seperti sepasang kekasih, melainkan sebuan cinta dengan standar atau protokol Tuhan Yesus sendiri: “Sama seperti Aku telah mengasihi kamu, demikian pula kamu harus saling mengasihi!” (Yohanes 13:34). “Tak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang yang menyerahkan nyawa bagi sahabat-sahabatnya!” (Yohanes 15:13).
Kata-kata itu mengandung arti bahwa setiap murid Kristus diminta untuk mengasihi, mencintai dengan gaya, cara, pola, protokol Tuhan Yesus sendiri. Cintakasih Yesus dipenuhi dengan tanggung jawab penuh atau total. Tuhan Yesus selalu mencintai sampai akhir. Sampai tuntas. Sampai selesai. Mencintai “all out”, tak tersisa, sampai-sampai “nyawa melayang” (menyerahkan nyawa) untuk menghidupkan orang lain.
Inilah perintah baru. Inilah model, pola, gaya, protokol cinta yang perlu ditiru dan dimiliki dan dihayati serta diamalkan dalam kehidupan kita saat ini di sini: Mengasihi atau mencintai dengan tanggung jawab yang penuh. Memberi dan terus memberi yang terbaik dan terindah untuk “yang lain” tanpa mengharapkan balasan atau terimakasih dari yang lain. Kasih yang hanya tahu memberi dan terus memberi kepada Tuhan, sesama dan lingkungan alam ciptaan lainnya.
Selamat melaksanakan perintah baru seturut protokol Tuhan Yesus mulai saat ini! Selamat menjadi murid Tuhan Yesus. Semoga Allah Tritunggal Mahakudus (+) memberkati kita sekalian yang sudah, sedang dan akan melaksanakan “perintah baru” dalam kehidupan sehari-hari di sini saat ini. Amin.