Yesus berkata kepada murid-murid-Nya, “Ikatlah persahabatan dengan mempergunakan Mamon yang tidak jujur, supaya jika Mamon itu tidak dapat menolong lagi, kalian diterima di dalam kemah abadi.”Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar.
Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar. Jadi jika kalian tidak setia mengurus mamon yang tidak jujur, siapakah yang akan mempercayakan harta sejati kepadamu?
Seorang hamba tidak mungkin mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain; atau ia akan setia kepada yang seorang, dan tidak mengindahkan yang lain. Kalian tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.”
Semuanya itu didengar oleh orang-orang Farisi, hamba-hamba uang itu, dan mereka mencemoohkan Yesus. Maka Yesus berkata kepada mereka, “Kalian membenarkan diri di hadapan orang, tetapi Allah mengetahui hatimu. Sebab apa yang dikagumi manusia, dibenci oleh Allah.” (Lukas 16: 9-15).

Oleh: Romo John Tanggul, Paroki Wangkung, Keuskupan Ruteng.
“BARANGSIAPA setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barang siapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar!” (Lukas 16:10).
Ketekunan dan kesetiaan itu bukanlah perkara kewajiban, melainkan perkara kemauan dalam pemberian diri secara total dan sungguh-sungguh bagi yang lain.
Bagi sebagian orang, kesetiaan hanya bersinggungan dengan persoalan dan tanggung jawab besar yang dapat disaksikan dan dihormati atau dihargai banyak orang. Karena itu, hal kecil dan sederhana dan yang kurang memberikan “sumbangan besar” dapat disepelekan. Namun, bukankah justru dalam hal-hal kecil dan sederhana sebuah ketekunan dan kesetiaan dapat teruji atau terlihat?
Hidup beriman itu menuntut kesetiaan utuh dan mutlak. Maka dalam situasi apapun dan tantangan bagaimanapun, hendaknya iman tidak tergoyangkan hanya karena “rayuan dan godaan” yang menggiurkan sisi manusiawi kita. Percaya kepada Allah berarti menyerahkan diri dan hidup secara utuh dan total hanya kepadaNYA, karena Dialah satu-satunya sumber keselamatan kita.
Dalam hidup harian, seringkali kita dihadapkan pada sikap untuk tidak tekun dan tidak setia dengan tugas dan tanggung jawab sebagai orang beriman. Muncul sikap gampang/mudah putus asa dan khawatir atau takut berlebihan. Dalam dan bersama Tuhan, kita hendaknya berani mengatakan: “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku!” (Filipi 4:13).
Selamat setia dan tekun kepada perkara-perkara kecil bagi yang lain: Tuhan, sesama dan lingkungan alam ciptaan lainnya “saat ini di sini”. Selamat tekun dan setia kepada iman kita. Tekun dan setia kepada Tuhan Allah kita, penyelenggara kehidupan kita.
Semoga Allah Tritunggal Mahakudus (+) memberkati kita sekalian yang sudah, sedang dan akan tekun dan setia dalam perkara-perkara apa saja (kecil atau besar) bagi yang lain. Amin.


