JAKARTA,KITAKATOLIK.COM—Pembela HAM dan advokat senior Dr. Stefanus Roy Rening SH, MH memutuskan untuk memantapkan langkahnya menuju Senayan sebagai caleg dari Partai Perindo.
Untuk ke sana, Ketua Pembina Yayasan I.J Kasimo ini memang harus bersaing dengan kontestan lain yang sudah lebih dahulu duduk atau pendatang baru yang juga ingin masuk ke parlemen dari Dapil I NTT (Flores, Lembata dan Alor) melalui Pemilu 2024 mendatang. Sesuai jumlah pemilih, wakil untuk Dapil I ini memang hanya 6 orang.
Meski tergolong calon pendatang baru, jejak langkah dan kualitas professional dan personal dari Doktor dalam Ilmu Hukum ini sudah teruji, terutama dalam keberanian membela dan menyuarakan suara mereka yang tak (mampu) bersuara (voice of the voiceless).
“Konsern saya adalah memberikan perlindungan hukum terhadap orang tertindas dan terpinggirkan. Sebagai mantan aktivis sejak muda (mahasiswa), selalu ada spirit yang menggerakan, merasa terpanggil untuk tetap peduli dan konsisten dalam ‘tugas suci’ membangun ‘bonum commune’ bagi masyarakat bangsa,” kata Roy dalam pertemuan bersama pekerja media di kantornya di bilangan Menteng, Jakarta, Rabu (1/3/2023).
Pembela HAM
Setidaknya ada dua kasus pembelaan Hak Asasi Manusia (HAM) yang membekas dalam sejarah bangsa yang ditangani pria yang saat mahasiswa aktif di Persatuan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) ini.
Yang pertama adalah perkara yang menjerat tiga pria asal Flores yaitu Fabianus Tibo, Dominggus da Silva dan Marianus Riwu. Ketiganya divonis hukuman mati karena tuduhan pembunuhan, penganiayaan dan perusakan di tiga desa di Poso.
Sebagai Ketua Tim Hukum dalam kasus yang bernuansa SARA dan politik tingkat tinggi serta menyita perhatian internasional ini, Roy menggunakan seluruh jaringan untuk menyelamatkan ketiga orang Flores yang ia yakin tak bersalah itu. Ia melobby tokoh keamanan maupun aparat pemerintahan. Bersama timnya, ia meminta perhatian gereja Katolik, juga Paus Benediktus XVI di Roma.
Buahnya memang ada. Eksekusi mati sempat ditunda beberapa kali. Sayangnya, pada 22 September 2006, Tibo cs dieksekusi. Dalam doa, di malam eksekusi dilakukan, Roy menemukan bahwa ketiga orang yang tidak berdosa itu, menjadi “martir” bagi gereja dan Indonesia.
Peristiwa kedua adalah ketika ia berjuang membebaskan seorang mantan pastor yang telah divonis mati. Sebagai penganut katolik, Roy tidak percaya bahwa seorang pastor (mantan pastor) membunuh, apalagi itu “kekasihnya” sendiri. Bertolak dari keinginan agar reputasi gereja katolik tidak jatuh karena peristiwa itu, Roy pun melakukan investigasi.
Roy mendapat keterangan dari terdakwa bahwa ia pernah pergi membeli jarum dan alat infus untuk menolong wanita tersebut yang kebetulan seorang perawat. Janggalnya, jarum dan alat infus itu tidak dihadirkan jaksa di persidangan. Fakta itu menjadi titik masuk bagi Roy untuk “menyelamatkan” mantan pastor tersebut.
Hakim bersepakat bahwa jarum dan alat suntik tersebut merupakan indikator bahwa terhukum ingin menyelamat nyawa, bukan membunuh. Ketiadaan hasil visum juga menguatkan hakim untuk membebaskan si terhukum dari hukuman mati.
Bukan orang baru
Dalam dunia politik, Roy bukanlah pendatang baru. Pada awal reformasi, Roy terlibat sebagai Deklarator berdirinya Partai Katolik Demokrat (PKD) dan sebagai peserta pada Pemilu 1999, lalu mengambil estafet kepemimpinan sebagai Ketua Umum DPP PKD pada tahun 2002, setelah terjadi kevakuman Ketua Umum.
Menyiasati ketentuan peraturan per-UU-an pada saat itu, Roy bekerjasama dengan aktivis politik Kristen membangun koalisi partai berbasis Katolik dan Kristen membentuk Partai Kasih Demokrasi Indonesia (PKDI). Roy terpilih sebagai Ketua Umum DPP PKDI (Dewan Pimpinan Pusat Partai Kasih Demokrasi Indonesia) dan mengantar PKDI sebagai peserta pemilu pada Pemilu 2009.
Setelah belasan tahun berhenti dari kegiatan politik praktis, Roy memutuskan untuk kembali terlibat dalam partai politik. Dan sejalan dengan basis politik yang pernah digelutinya, ia memilih partai Perindo sebagai perahunya.
“Mencermati dan mengikuti serta berusaha memahami latar belakang, visi dan misi partai politik, partai Perindo menjadi pilihan pas sesuai spirit perjuangan yang selama ini dihidupi. Keadilan dan kesejahteran sebagai elemen utama persatuan nasional adalah visi dan misi yang menghidupkan semangat untuk ikut peduli dan terlibat mengabdi di dalamnya,” kata Roy yang dipercaya sebagai salah satu pengurus DPP Partai Perindo.
Dalam pertemuan bersama pekerja media di kantornya di bilangan Menteng, Jakarta, Rabu (1/3/2023), itu, Roy ditemani Mikhael Laba Kleden selaku manajer kampanye, Elyas Nyoman, mantan Sekjen PKD dan tokoh masyarakat NTT Frengky Lewang.
“Salah satu modal dari Pak Roy adalah dia bisa menjadi corong suara rakyat di DPR. Kemampuan dasar yang dibutuhkan anggota DPR adalah parlare, berbicara. Jadi orang kalau mau masuk DPR harus bisa bicara logis, runtut, analitis, sehingga bisa memperjuangkan aspirasi masyarakat,” kata Mikhael Laba Kleden.
Ditambahkan Mikhael, Roy selalu konsisten dan teguh melangkah, apalagi bila hal itu diyakininya baik, benar dan berguna bagi kesejahteraan bersama. (Paul MG).