SURABAYA,KITAKATOLIK.COM—Para Rektor atau Ketua Perguruan Tinggi yang tergabung dalam Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik Indonesia (APTIK) mengungkapkan keresahan mereka atas kondisi di tanah air tercinta atas rusaknya tatanan hukum dan demokrasi Indonesia menjelang Pemilu Serentak 2024.
“Praktek penyalahgunaan kekuasaan, kolusi, korupsi dan nepotisme serta penegakan hukum yang semakin menyimpang dari semangat reformasi dan konstitusi negara telah mengoyak hati nurani dan rasa keadilan bangsa Indonesia,” tulis mereka dalam pernyataan resmi yang ditandatangani 24 Rektor/Kepala Perguruan Tinggi yang tergabung dalam APTIK.
Dalam pernyataan tersebut, mereka antara lain meminta Presiden dan segenap jajarannya untuk menyelenggarakan pemerintahan berdasarkan azas-azas pemerintahan yang baik serta memegang teguh sumpah jabatannya sesuai tugas pokok dan fungsinya, untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia dengan memerangi kolusi, korupsi dan nepotisme serta melakukan penegakan hukum dengan tidak menggunakan sistem tebang pilih dan selalu menjunjung tinggi etika dalam bekerjanya.
Terkait Pemilu 14 Februari 2024, mereka meminta penyelenggara pemilu untuk menjunjung tinggi azas pemilu yang LUBER JURDIL untuk menjamin hak setiap orang yang memiliki hak pilih agar dapat menggunakan hak pilihnya secara bebas sesuai dengan hati nuraninya tanpa mendapat tekanan dalam bentuk apapun.
Sementara kepada Aparat negara, baik Aparatur Sipil Negara (ASN), Tentara Nasional Indonesia (TNI) maupun Kepolisian Republik Indonesia (POLRI), mereka menghimbau agar selalu bersikap netral dan tidak memihak pada pihak-pihak tertentu.
Mereka juga menegaskan bahwa negara wajib menghormati, melindungi dan memenuhi hak kebebasan berekspresi setiap warga negaranya sebagai bagian dari hak asasi manusia.
Tak lupa mereka meminta semua Perguruan Tinggi di Indonesia untuk terlibat aktif melakukan pemantauan dan pengawasan di saat pemilihan umum.
Pimpinan yang tergabung dalam APTIK adalah Dr. G. Sri Nurhartanto, S.H., LL.M. (Universitas Atma Jaya Yogyakarta), Drs. Kuncoro Foe, G.Dip.Sc., PhD., Apt. (Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya), Prof. Dr. Johanis Ohoitimur (Universitas De Lassalle Manado), Albertus Bagus Laksana, S.J., S.S., Ph.D. (Universitas Sanata Dharma), Dr. Ferdinandus Hindiarto, S.Psi., M.Si. (Universitas Katolik Soegijapranata), Dr. M. Hadi Santoso, S.E., M.M. (Universitas Widya Dharma Pontianak).
Ada juga Prof. Tri Basuki Joewono Ph.D. (Universitas Katolik Parahyangan), Arief Widya Prasetya, M.Kep., Ners (Sekolah Tinggi Kesehatan St. Vincentius a Paulo), Fr. Dr. Klemens Mere, S.E., M.Pd., M.M., M.H., M.A.P., M.Ak. BHK (Universitas Katolik Widya Karya Malang), Dr. Wihalminus Sombolayuk, SE., M.Si. (Universitas Atma Jaya Makasar), Dr. Antonius Singgih Setiawan, S.E., M.Si. (Universitas Katolik Musi Charitas Palembang), Siprianus Abdu, S.Si, S.Kep, Ns, M.Kes. (STIK Stella Maris Makassar), Yulia Wardani, MAN (STIKes Panti Rapih Yogyakarta), Mestiana Br Karo S.Kep., Ns., M.Kep.,
DNS (Sr. M. Felicitas FSE) – STIKES Katolik St. Elisabeth Medan, Ns. Elizabeth Ari Setyarini, S.Kep.,M.Kes., AIFO (Universitas Santo Borromeus Bandung).
Selain itu ada Prof. Dr. dr. Yuda Turana, Sp.S. (K) (Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta), Adrian Adiredjo OP., STL., MA., S.Th.D. (Universitas Katolik Dharma Cendika Surabaya), Pater Dr. Philipus Tule, SVD (Universitas Katolik Widya Mandira, Kupang), Sr. Veronica Dwiatmi Widyastuti, CB. M.Pd (STIK Sint Carolus, Jakarta), Wilhelmus Yape Kii, S.Pt., M.Phil. (Universitas Katolik Weetebula), Henny Y. Pongantung, Ns., MSN, DN.Sc (Sekolah Tinggi Kesehatan Gunung Maria Tomohon), Prof. Dr. Maidin Gultom, SH., M.Hum. (Universitas Katolik St. Thomas, Medan) dan Augustinus Widyaputranto, M.Si. Direktur Program APTI.
Beberapa Perguruan Tinggi Negeri seperti Universitas Gajah Mada (UGM), Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Universitas Indonesia dan lain-lain telah lebih dahulu mengemukakan kritik mereka terhadap praktek KKN yang diduga telah dilakukan oleh Presiden RI Joko Widodo. (Admin).