Sekali lagi orang-orang Yahudi mengambil batu untuk melempari Yesus. Kata Yesus kepada mereka: “Banyak pekerjaan baik yang berasal dari Bapa-Ku yang Kuperlihatkan kepadamu; pekerjaan manakah di antaranya yang menyebabkan kamu mau melempari Aku?”
Jawab orang-orang Yahudi itu: “Bukan karena suatu pekerjaan baik maka kami mau melempari Engkau, melainkan karena Engkau menghujat Allah dan karena Engkau, sekalipun hanya seorang manusia saja, menyamakan diri-Mu dengan Allah.” Kata Yesus kepada mereka: “Tidakkah ada tertulis dalam kitab Taurat kamu: Aku telah berfirman: Kamu adalah allah? Jikalau mereka, kepada siapa firman itu disampaikan, disebut allah–sedang Kitab Suci tidak dapat dibatalkan –, masihkah kamu berkata kepada Dia yang dikuduskan oleh Bapa dan yang telah diutus-Nya ke dalam dunia: Engkau menghujat Allah!
Karena Aku telah berkata: Aku Anak Allah? Jikalau Aku tidak melakukan pekerjaan-pekerjaan Bapa-Ku, janganlah percaya kepada-Ku, tetapi jikalau Aku melakukannya dan kamu tidak mau percaya kepada-Ku, percayalah akan pekerjaan-pekerjaan itu, supaya kamu boleh mengetahui dan mengerti, bahwa Bapa di dalam Aku dan Aku di dalam Bapa.”
Sekali lagi mereka mencoba menangkap Dia, tetapi Ia luput dari tangan mereka.
Kemudian Yesus pergi lagi ke seberang Yordan, ke tempat Yohanes membaptis dahulu, lalu Ia tinggal di situ. Dan banyak orang datang kepada-Nya dan berkata: “Yohanes memang tidak membuat satu tandapun, tetapi semua yang pernah dikatakan Yohanes tentang orang ini adalah benar. ” Dan banyak orang di situ percaya kepada-Nya. (Yohanes 10: 31-42).
Oleh: Romo John Tanggul, Paroki Wangkung, Keuskupan Ruteng.
ORANG saleh, baik dan benar terkadang dihalangi, “dihadang”, dipersulit, dimusuhi dan lain-lain oleh “orang fasik, orang jahat, orang tidak baik dan lain-lain. Kata dan perbuatan atau “pencerahan” yang diberikan oleh “orang saleh” belum tentu diterima sebagai kebaikan oleh orang lain, lebih-lebih oleh “orang fasik”. Selalu ada saja orang yang tidak mau sepakat bahkan menolaknya (kebaikan, kebenaran, “pencerahan”). Malah lebih jauh lagi, “orang saleh” itu dicap, dikelompokkan, dipandang, dianggap sebagai “orang fasik, orang jahat, orang tidak waras, orang yang “menghojat Allah” kalaua pakai bahasa Injil hari ini.
Nabi Yeremia dalam bacaan pertama hari ini, yang menyerukan pertobatan “diancam” oleh para sahabat dekatnya. Mereka berencana untuk “mengapa-apakan dia”. Kata Yeremia: “Aku telah mendengar bisikan banyak orang: Kegentaran datang dari segala jurusan! Adukanlah dia! Kita mau mengadukan dia!” (Yeremia 20:10).
Tetapi Yeremia tidak takut, tidak putus asa. Ia sangat yakin bahwa Tuhan adalah “Pahlawan Perang” yang selalu mendampinginya. “Tetapi Tuhan nenyertai aku seperti pahlawan yang gagah perkasa!” (Yeremia 20:11). Atas nama Tuhan dia selalu mengajak para musuhnya untuk bertobat dan berdoa agar Tuhan membebaskan dan menyelamatkan mereka.
Dalam Injil, Yesus yang menyerukan dan berkarya melaksanakan kebaikan, kebenaran, membawa “pencerahan dari Allah” ternyata berbenturan dengan orang Yahudi (mungkin kita?) yang tidak mencintai “pencerahanNya”. Bahkan perbenturan atau permusuhan itu hampir mengarah pada kekerasan fisik. “Mereka mau melempari Yesus dengan batu” (Yohanes 10:31).
Namun Yesus tidak takut. Tidak putus asa. Dia terus mengajak mereka untuk mengimani Nya sebagai Putera Allah dan utusan Allah. Meski Dia “ditolak”. Dia tetap berbuat baik dan benar. Tetap beri pencerahan kepada mereka. Yesus berdoa saja untuk mereka, karena mereka tidak tahu apa yang mereka buat dan pikirkan.
Seperti Yeremia dan Yesus, kita diajak saat ini dan di sini (baik atau tidak baik waktunya) untuk tidak berhenti berbuat baik dan benar, selalu tekun dan terus berbuat baik, rajin berbuat baik dan benar, terus memberikan pencerahan kepada “mereka yang fasik” meski ada tantangan. Yakinlah, Tuhanlah perisai kita, Panglima “perang” yang akan melindungi kita.
Semoga Allah Tritunggal Mahakudus (+) memberkati kita sekalian yang rajin berbuat baik dan benar. Amin.