Pada waktu itu Yesus memandang murid-murid-Nya dan berkata: “Berbahagialah, hai kamu yang miskin, karena kamulah yang empunya Kerajaan Allah. Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini lapar, karena kamu akan dipuaskan. Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini menangis, karena kamu akan tertawa. Berbahagialah kamu, jika karena Anak Manusia orang membenci kamu, dan jika mereka mengucilkan kamu, dan mencela kamu serta menolak namamu sebagai sesuatu yang jahat.
Bersukacitalah pada waktu itu dan bergembiralah, sebab sesungguhnya, upahmu besar di sorga; karena secara demikian juga nenek moyang mereka telah memperlakukan para nabi.
Tetapi celakalah kamu, hai kamu yang kaya, karena dalam kekayaanmu kamu telah memperoleh penghiburanmu. Celakalah kamu, yang sekarang ini kenyang, karena kamu akan lapar. Celakalah kamu, yang sekarang ini tertawa, karena kamu akan berdukacita dan menangis. Celakalah kamu, jika semua orang memuji kamu; karena secara demikian juga nenek moyang mereka telah memperlakukan nabi-nabi palsu.” (Lukas 6: 20-26).
Oleh: Romo John Tanggul, Paroki Wangkung, Keuskupan Ruteng.
SETIAP orang (kita) pasti ingin bahagia. Kapan dan di mana kita bahagia? Setiap saat dan di mana saja! Bagaimana caranya supaya setiap saat dan di mana saja itu membahagiakan kita?
Ya, dengan menerima diri, hidup apa adanya dengan senang hati dan gembira hati. Menerima segala kekurangan dan kesulitan serta “penderitaan” dengan senang hati dan penuh rasa syukur. Juga memberikan yang terbaik dan terindah untuk “yang lain” (Tuhan dan sesama).
Dalam Injil hari ini, Yesus menyampaikan pesan-pesan dan jaminan kebahagiaan bagi kita yang miskin, lapar, menangis, dibenci, dikucilkan dan ditolak. Mungkin kita telah mengalami semuanya ini. Yesus memberi jaminan kebahagiaan.
“Berbahagialah, hai kamu yang miskin, karena kamulah yang empunya Kerajaan Allah. Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini lapar, karena kamu akan dipuaskan. Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini menangis, karena kamu akan tertawa. Berbahagialah kamu, jika karena Anak Manusia orang membenci kamu, dan jika mereka mengucilkan kamu, dan mencela kamu dan menolak kamu. Bersukacitalah pada waktu itu dan bergembiralah, sebab sesungguhnya, upahmu besar di sorga.” (Luk. 6:20-23).
Yesus mengajak dan mengajar kita bagaimana cara untuk memperoleh hidup baik, berguna dan bahagia. Tidak lain dengan memberikan diri bagi “yang lain” (Tuhan dan orang lain). Berkorban untuk kebaikan orang lain. Melayani Tuhan dan orang lain. Berbuat baik untuk Tuhan dan orang lain.
Apapun peran kita di mana saja (di rumah, tempat kerja) dan kapan saja, kalau dilakukan dengan baik dan sungguh-sungguh serta setia, maka itu sudah menjadi sumber sukacita, kegembiraan, kebahagiaan bagi diri sendiri dan orang lain. Maka kita menjadi orang baik, berguna dan bahagia kalau kita menjadi orang baik, berguna dan membahagiakan orang lain.
Kita menjadi bahagia kalau menjadi suami yang baik, istri yang baik, anak yang baik, guru yang baik, pastor yang baik, umat yang baik, dan lain-lain. Apakah kita sudah, sedang, akan termasuk orang yang berbahagia? Jawab sendiri!
Jangan lupa berbahagia hari ini! Selamat menjadi orang baik, berguna dan berbahagia. Semoga Allah Tritunggal Mahakudus (+) memberkati kita sekalian yang selalu berusaha menjadi orang yang berbahagia di sini saat ini apapun keadaan. Amin.