Lalu Yesus memanggil lagi orang banyak dan berkata kepada mereka: “Kamu semua, dengarlah kepada-Ku dan camkanlah.Apapun dari luar, yang masuk ke dalam seseorang, tidak dapat menajiskannya, tetapi apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya.”(Barangsiapa bertelinga untuk mendengar hendaklah ia mendengar!)
Sesudah Ia masuk ke sebuah rumah untuk menyingkir dari orang banyak, murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya tentang arti perumpamaan itu. Maka jawab-Nya: “Apakah kamu juga tidak dapat memahaminya? Tidak tahukah kamu bahwa segala sesuatu dari luar yang masuk ke dalam seseorang tidak dapat menajiskannya , karena bukan masuk ke dalam hati tetapi ke dalam perutnya, lalu dibuang di jamban?” Dengan demikian Ia menyatakan semua makanan halal.
Kata-Nya lagi: “Apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya, sebab dari dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan. Semua hal-hal jahat ini timbul dari dalam dan menajiskan orang.” (Markus 7: 14-23)
Oleh: Romo John Tanggul, Paroki Wangkung, Keuskupan Ruteng.
ADA ungkapan “dalamnya laut bisa diukur, dalamnya hati siapa tahu”. Ada pula ungkapan “hatinya seluas samudera”. Hati dan laut/samudera “disamakan”. Mata hanya bisa melihat permukaan. Laut tenang, bening, luas, dan indah mempesona. Tetapi di dasar laut/samudera ada banyak ikan, batu, kotoran bumi, bangkai kapal, dan lain-lain kotoran dari bumi, dan tidak kelihatan oleh mata.
Demikian pula halnya hati dan pikiran manusia (kita). Mereka tidak kelihatan, tapi ada. Hati dan pikiran manusia tidak hanya tempat bertahtanya Roh Allah, tetapi juga “kotoran-kotoran” roh-roh jahat, iblis. Hati tidak hanya menjadi sumber cintakasih, melainkan juga menjadi sumber atau tempat tersimpannya irihati, kemarahan, balas dendam dan lain-lain “benih kejahatan”.
Kata Yesus: “Apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskan! Sebab dari dalam hati orang timbul segala pikiran jahat, perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan. Semua hal jahat ini timbul dari dalam dan menajiskan orang!” (Markus 7:20-23).
Tuhan Yesus menyatakan bahwa segala makanan itu halal. Yang membuat halal atau tidak halalnya adalah tergantung dari hati dan pikiran orang. Hal yang menajiskan adalah “segala sesuatu yang timbul dari hati dan pikiran jahat”.
Tuhan Yesus menekankan pentingnya sikap hati dan pikiran. Hati dan pikiran yang jernih, murni, tulus, dan mulia. Hati dan pikiran yang mulia selalu terarah dan terfokus pada mencintai Allah dan sesama. Bukan yang masuk ke dalam tubuh yang menentukan, melainkan yang keluar dari hati dan pikiran kita. Kalau hati dan pikiran kita baik, murni, tulus, jujur maka terpancar keluar perbuatan-perbuatan baik, cintakasih dan berbagai perbuatan “mulia dan positif “. Kalau hati dan pikiran kita “najis”, jahat maka perbuatan kita menjadi “racun” bagi banyak orang.
Kita diajak untuk menata kembali hati dan pikiran kita. Kita diingatkan: Berhati-hatilah atau waspadalah dengan hati dan pikiran kita! Mesti terarah kepada Tuhan Allah dan kebaikan umum.
Semoga Allah Tritunggal Mahakudus (+) memberkati kita sekalian yang hati dan pikirannya terarah kepada Tuhan dan kebaikan umum. Amin.