TANGERANG,KITAKATOLIK.COM—Yesus ingin agar cinta kasih kita tak hanya terbatas pada kawan-kawan seagama, sesuku, sewarna kulit dan kungkungan primodialisme lainnya. Cinta kasih kita harus terbuka kepada semua orang, tak berbatas.
“Yesus mau menegaskan kepada kita bahwa mengasihi itu adalah harus keluar dari semangat primordialisme. Primordialisme itu demi keluarga kita, demi suku kita, demi warna kulit kita, demi agama kita. Tidak. Yesus ingin cinta itu tanpa batas,” kata Pastor Constantius Eko Wahyu, OSC dalam kotbahnya saat memimpin perayaan Ekaristi, Minggu (2 Juli 2023) di Paroki Curug, Santa Helena.
Itu dikatakan Romo Eko saat menjelaskan maksud Injil Matius 10: 37, “Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku!”
Pernyataan Tuhan Yesus ini, kata pastor Eko, nampaknya bertentangan dengan kenyataan yang normal. Normalnya, orang mengasihi orangtuanya, apalagi di dalam perintah Allah yang turun melalui Musa, ada perintah itu.
“Lalu mengapa Yesus berkata siapa yang mengasihi orangtuanya lebih dari padaKu, ia tidak layak bagiKu? Rupanya Yesus mau mengajak kita bahwa semangat mengasihi itu tidak boleh bersemangat sentral pada diri, egoistis dan harus keluar dari semangat primordialisme,” kata pastor Eko.
Selain keluar dari primordialisme, pernyataan Yesus tersebut mau menegaskan bahwa mengasihi itu harus diwujudkan dengan keberanian untuk keluar dari diri kita. Keluar dari keinginan yang semata-mata hanya untuk memperkaya diri. Keluar dari keinginan yang semata-mata untuk men menyenangkan diri.
“Kita diajak untuk berani melihat kebutuhan orang lain. Berani terbuka pada penderitan orang lain. Mau gelisah, mau tidak nyaman dengan situasi ketidakberesan yang ada di sekitar kita,” katanya.
Secangkir air
Mengawali kotbahnya, Pastor Eko menyebut beberapa aksi kepedulian sosial yang dilakukan umat Paroki Curug, Santa Helena yang sudah dilakukan selama ini. Baik yang dilakukan oleh seksi Pengembangan Sosisial Ekonomi (PSE) yang rutin memberikan bantuan kepada saudara-saudari yang kurang mampu, maupun bantuan Pendidikan melalui program Ayo Sekolah Ayo Kuliah (ASAK).

Ada pula pemeriksaan kesehatan gratis bagi yang membutuhkan, bahkan sunatan gratis. Juga rumah peduli yang memungkinkan umat mengumpulkan barang-barang yang terbuang menjadi berkat bagi yang membutuhkan. Belum lagi dropbox yang menampung pakaian bekas layak pakai untuk disalurkan kepada yang membutuhkan.
“Inilah gereja yang mewujudkan Kasih Kristus. Kita bukan gereja yang puas berliturgi baik. Kita bukan gereja yang puas dengan berdoa banyak. Tapi kita pun harus ikut bersedih dengan orang yang berduka,” kata Pastor Eko.
Sebagai pengikut Kristus, kata Pastor Eko, semua kita dipanggil untuk memberi dan berbagi dengan sesama di sekeliling kita. Semua kita memiliki sesuatu yang bisa dibagikan untuk kebahagiaan sesama.
“Kalau Anda berpikir bahwa Anda tidak punya apa-apa, itu berarti Anda menghina Tuhan yang penuh berkat dalam hidup kita,” katanya.
“Maka dalam bacaan Injil, hanya secangkir air sejuk yang diberikan kepada orang kecil, sudah cukup berkenan di mata Allah. Siapa sih yang tidak punya air di rumah secangkir. Jadi Yesus mau mengatakan, hal sekecil apapun, di saat kau lakukan untuk orang lain, berkenan pada Allah,” tegasnya. (Admin).