JAKARTA, KITAKATOLIK.COM—Sejumlah tokoh yang mewakili lembaga dan perorangan meminta pemerintah untuk mengedepankan dialog dan pendekatan kemanusiaan ketimbang pendekatan militeristik dalam menangani kasus Papua.
“Mendorong pemerintah agar mengedepankan dialog dan pendekatan kemanusiaan dalam menciptakan perdamaian di Papua dan sejauh mungkin menghindari pendekatan militeristik yang justru cenderung membuat keadaan semakin buruk,” bunyi salah satu butir pernyataan bersama mereka yang ditandatangani pada Senin (9/9/2019).
Para tokoh lintas agama yang menandatangani pernyataan tersebut adalah Prof. Dr. KH. Said Aqil Siroj, MA (PBNU), Pdt. Gomar Gultom (PGI), Romo Heri Wibowo Pr (KWI), Prof. Dr Romo Frans Magnis Suseno, Ronald Rischardt (Biro Papua PGI), Dr. Anti Sulaiman (UKI), Alissa QM Wahid (GNI) dan Usman Hamid (Amnesty International).
Atas nama rasa kemanusiaan dan penghormatan terhadap martabat serta hak asasi manusia, mereka meminta Pemerintah dan Aparat Penegak Hukum untuk lebih berhati-hati dalam mengambil langkah dan tindakan agar tidak menimbulkan gejolak dan permasalahan baru.
Pada bagian lain, mereka mendorong pemerintah untuk menciptakan perdamaian yang abadi di Papua.
“Perdamaian harus diletakkan sebagai puncak dan tujuan dalam membangun kehidupan berbangsa dalam bingkai kebinekaan,” tulis pernyataan itu.
Berikut enam butir pernyataan mereka:
- Mendorong pemerintah untuk menciptakan perdamaian yang abadi di Papua. Perdamaian harus diletakkan sebagai puncak dan tujuan dalam membangun kehidupan berbangsa dalam bingkai kebinekaan.
- Mendorong pemerintah agar mengedepankan dialog dan pendekatan kemanusiaan dalam menciptakan perdamaian di Papua dan sejauh mungkin menghindari pendekatan militeristik yang justru cenderung membuat keadaan semakin buruk.
- Meminta kepada segenap tokoh bangsa, pemuka agama, tokoh adat dan segenap elemen bangsa untuk membantu bahu-membahu merajut dialog guna merekatkan bangunan kebersamaan antar masyarakat.
- Meminta kepada pemerintah untuk menunaikan kewajiban-kewajiban yang belum dipenuhi berdasarkan Undang-Undang Otonomi Khusus, yang antara lain pembentukan Komisi HAM, pengadilan HAM, dan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi yang berkedudukan di Papua. Kelembanggan ini penting untuk digunakan semua pihak dalam menyelesaikan berbagai kekerasan dan pelanggaran HAM di Papua. Selain itu, pemerintah juga perlu mengutamakan pendekatan musyawarah dalam menanggapi aspirasi-aspirasi masyarakat yang berkembang.
- Meminta segenap pihak dan seluruh komponen bangsa untuk menahan diri dari mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang dapat memperkeruh keadaan (di segala ruang publik, termasuk di media sosial) dan mari kita ciptakan suasana yang sejuk, tenang dan damai. Kepada aparat penegak hukum, kami juga mengingatkan agar lebih proporsional dalam merespons komentar-komentar warga yang beredar terutama di media sosial. (Admin)