Vinsensius Brisius Loe, Ke DPRD I NTT Agar Bisa Membantu Lebih Banyak Orang

ATAMBUA,KITAKATOLIK.COM—Komitmen untuk lebih luas dan intensif membantu orang lain keluar dari kemiskinan, keterbelakangan dan nasib kurang beruntung lainnya menjadi motif Vinsensius Brisius Loe ikut dalam kontestasi Pemilihan Legislatif untuk DPRD I NTT pada 2024  mendatang.

Sebagai Ketua Yayasan Pendidikan Katolik As Tanara yang memayungi 58 sekolah  ini, pria kelahiran Weluli, 9 Juni 1964 ini  sebetulnya sudah cukup kuat berperan dalam mengangkat masyarakat keluar dari kemiskinan dan keterbelakangan. Tapi ia merasa akan lebih kuat lagi perannya bila melalui jalur politik.

“Melalui jalur politik, kita bisa membantu lebih banyak orang dengan lebih intensif, efektif dan dalam jangakauan lebih luas. Lebih  banyak orang  mendapatkan manfaat dari kita,” kata alumnus Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Katolik (STFTK) Ledalero ini.

Memberikan bantuan berupa tas sekolah

Bila Tuhan dan masyarakat merestuinya masuk DPRD I NTT  sebagai utusan dari Daerah Pemilihan (Dapil) VII yang meliputi Belu, Timor Tengah Utara (TTU) dan Malaka, ia akan melayani seluruh masyarakat NTT, terutama dari Dapil-nya. Jadi tak hanya sebatas ke-58  sekolah yang bernaung di bawah Yayasan As Tanara.

Tiga prioritas utama

Apa yang akan diperjuangkan pendiri dan pemimpin LSM Yaso (Yayasan Solidaritas) yang bergerak dalam upaya pengentasan kemiskinan dan keterbelakangan ini?

Sebagai insan pendidik, Vinsen punya komitmen  kuat untuk mencerdaskan masyarakat. Bila terpilih, ia ingin duduk di Komisi Pendidikan karena sejak awal, ia memang bertekad untuk mencerdaskan masyarakat melalui Pendidikan.

“Perubahan baru terjadi kalau orang cerdas. Kalau tidak, tidak bisa terjadi banyak hal. Dia akan jadi kuli saja,” kata suami dari Dafrosa Dauth  ini. Menikah pada tahun 1993, pasangan ini telah dikaruniai empat orang anak yang telah dewasa yaitu Gregorius Gerland Loe, Juventus Steven Loe, Maximilanus Martin Loe dan Maria Gabriela Putri Loe.

Selain di bidang Pendidikan, Vinsen juga akan memperhatikan pengembangan bidang pertanian, peternakan dan pariwisata. Pasalnya, hampir 80 prosen masyarakat NTT adalah petani, termasuk peternak.

Sektor ketiga  yang akan diperjuangkan adalah kesehatan karena tingkat kesehatan masyarakat kini sangat rendah.

“Sebagai DPR, kita memang tidak punya tugas untuk mengeksekusi. Tapi kita bisa memperjuangkan itu. Lewat aspirasi yang kita lihat di masyarakat, kita bisa berjuang di DPR, supaya mereka mereka bisa dapat apa  yang mereka butuhkan, khususnya di bidang pertanian,  peternakan dan pariwisata,” urai calon legistlatif dari partai Nasional Demokrat (NasDem) ini.

Tugas DPRD Tingkat I, kata Vinsen, adalah membuat Perda atau UU yang populer dan berguna bagi masyarakat. Kedua, pengawasan kepada pemerintah, supaya  aspirasi yang kita dapat dari konstituen kit aitu bisa dilayani. Dan yang ketiga adalah penganggaran atau budgeting.

Terbiasa menolong masyarakat

Sebelum menjadi Ketua Yayasan As Tanara, Vinsen telah lama berkiprah di bidang pengentasan kemiskinan di Belu, daerah yang 80 prosen lebih penduduknya beragama Katolik tersebut.

Melalui LSM Yasso  yang didirikannya, ia menggandeng dan bekerjasama dengan beberapa lembaga internasional untuk mengeliminir kemiskinan konkrit yang dialami masyarakat setempat.  Sejak tahun 2000, ia terjun ke kampung-kampung untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak.

“Bekerjasama dengan Terre Des Hommes Nederlands, Cuso Canada, New Zealand Embassy, USAID, German Agro Action, Bank Dunia dan lain-lain, kami kerja program nutrisi, air bersih. Juga membentuk community development kewat kegiatan peternakan dan pertanian,” kata  pria bertubuh subur ini.

Bersama timnya, mereka melakukan pemberdayaan dan menjangkau  beberapa kelompok petani dan peternak di beberapa desa binaan seperti Dualaus, desa Tohe, desa Aitoun, desa Raifatus, desa Debululik, desa Mandeu dan lain-lain. Kelompok-kelompok binaan itu, kini telah mandiri.

Berbekal beberapa pelatihan yang diikutinya di luar negeri, Vinsen juga menggelar beberapa pelatihan terkait peternakan di beberapa desa di Kabupaten Belu seperti kandang lorong, pakan ternak, pupuk kompos. Juga digelar pelatihan penjualan, pelatihan menjahit bagi perempuan yang tidak mampu dan pelatihan montir bagi pemuda putus sekolah. Bahkan ada yang dikirimkan ke Solo, Jawa Tengah.

“Kita berusaha bekerjasama dengan banyak pihak, baik dalam maupun luar negeri, untuk bersama-sama membantu masyarakat desa keluar dari kemiskinan menuju kemandirian,” katanya.  (Paul MG).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *