JAKARTA,KITAKATOLIK.COM—Dorongan menobatkan sosok Antonius Stephanus Enga Tifaona sebagai pahlawan nasional, kian kuat. Selain datang dari Masyarakat pulau Lembata, tempat asal Brigjen Polisi Drs. Anton Enga Tifaona, dorongan muncul dari beberapa tokoh nasional yang hadir dalam Seminar Nasional bertajuk “Matahari dari Timur untuk Indonesia” yang digelar Sabtu (27/1/2024) di Auditorium Mutiara di Gedung PTIK Jakarta Selatan.
“Ia adalah seorang polisi petarung yang memegang teguh prinsip sebagai abdi hukum dan berani berkelahi melawan orang-orang yang mengganggu prinsip-prinsip yang menjadi peganggannya sebagai penegak hukum. Saat menjadi wakil saya sebagai Wakapolda Jawa Barat, ia mendorong agar Polri dengan secara usaha swadaya membangun sendiri sarana dan prasana baik di lingkungan kepolisian,” kata anggota Watimpres RI Mayjen Pol (Purn) Drs. Sidarto Danusubroto, S.H. terkait sosok almarhum Brigjen Pol drs’ Anton Enga Tifaona melalui tayangan video.
Seminar nasional ini diselenggarakan oleh Forum Pahlawan Nasional bekerja sama dengan Yayasan Anton Enga Tifaona dan dihadiri sekitar 350 peserta, termasuk para tokoh dari Lembata dan sejumlah mahasiswa Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK).
“Kami, Pemprov NTT mendukung pencalonan Anton Enga Tifaona menjadi pahlawan nasional,” tegas Pj Gubernur NTT Ayodhia G.L Kalake, SH, MDC dalam sambutan pembukaan sebelum seminar.
Keluar dari egosentrisisme
Selain anggota Watimpres Sidarto, seminar nasional juga menghadirkan 4 narasumber lain yaitu pakar ilmu komunikasi Prof Dr Aloysius Liliweri, M.S., pakar manajemen inovasi Dr Agnes Avanti Fontana, pakar filsafat sekaligus sosiolog Pater Charles Berah SVD, dan sejarawan Bonnie Triyana, S.S.
Para nasasumber mencoba membedah sosok, peran, maupun sepak terjang almarhum Brigjen Pol Anton Enga Tifaona. Aloysius “Alo” Liliweri mengaku terkesan dengan perjalanan hidup seorang Anton Tifaona.
”Beliau adalah seorang tokoh protagonis, tokoh pahlawan yang banyak berbuat baik. Ia banyak menggali kebermaknaan melalui peran utama dan karya-karya yang dibuatnya,” ujar Alo.
Agnes Avanti Fontana yang juga lektor kepala di Fakultas Ekonomi UI mengupas habis hal terkait manajemen talenta dan inovasi unggul pada sosok Anton Enga Tifaona.
“Pengusungan Anton Enga Tifaona menjadi pahlawan nasional dapat menjadi wake up call tentang pentingnya pembangunan daerah yang inklusif yang memang harus digerakkan secara bersama,” tukas Avanti.
Sementara pastor Charles Berah melihat sosok Anton Tifaona sebagai sebuah konteks yang membentuk teks. Konteks dalam hal ini adalah Lamalera, tempat Anton Tifaona kecil bersekolah di sekolah rakyat dulu dan teks tak lain adalah figur Anton Tifaona sendiri.
“Ia berhasil keluar dari egosentrisisme dan masuk dalam sosiosentri. Itu yang membuat ia banyak berkarya untuk kehidupan dan masyarakat.” tutur pastor Charles.
Sedangkan Bonnie Triyana sebagai sejarawan lebih banyak membedah fase-fase sejarah yang terjadi di Indonesia yang memengaruhi sosok dan pembentukan watak Anton Tifaona. Mulai dari kecil hingga masa tua.
”Rupanya perubahan dari masa penjajahan dan masa revolusi tak banyak berpengaruh pada Lembata, tempat masa kecil Anton Tifaona,” tutur Bonnie.
Sesi tanya-jawab dan interaksi dengan audiens dipadati dengan sharing pengalaman yang disampaikan orang-orang yang pernah mengenal Anton Tifaona. Termasuk Komjen Pol (Purn) Goris Mere dan Brigjen Pol (purn) Dr. Drs. Parasian Simanungkalit, S.H., MH.
Peserta seminar nasional juga menyampaikan dukungan pencalonan Enga Tifaona menjadi pahlawan nasional dengan membubuhkan tanda tangan di atas kanvas.
Saat ini nama Anton Enga Tifaona telah diabadikan untuk Aula Kabupaten Lembata dan nama jalan di Lewoleba, Lembata. Patung Anton Enga Tifaona juga sudah berdiri di Simpang Lima Wangatoa, Lembata. Penjabat Bupati Lembata juga telah menerbitkan Surat Rekomendasi No BU/860/1525/Dinsos-P2KB/VI/2022 tertanggal 10 Juni 2022 perihal dukungan Anton Enga Tifaona menjadi Pahlawan Nasional.
Kapolda yang rajin berdoa
Brigjen. Pol. (Purn) Drs. Antonius Stephanus Enga Tifaona, biasa dipanggil Anton Enga Tifaona, lahir di Desa Imulolong, Kabupaten Lembata, Propinsi Nusa Tenggara Timur pada 21 Agustus 1934.
Karier penganut katolik yang taat ini di kepolisian mulai dari bawah. Masuk polisi di Sekolah Polisi Negara (SPN) Sukabumi dan menyandang pangkat Agen Polisi
Kelas II (setingkat Barada E) ‐ tahun 1957. Antara tahun 1959 sampai 1963, ia menjadi mahasiswa Calon Perwira PTIK Angkatan VIII.
Antara tahun 1963 hingga 1965, ia mengabdikan diri di Flores sebagai Kapolres Ngada, Bajawa, NTT. Lalu, hampir 10 tahun (dari 1967-1976), ia menjabat Komando Antar Daerah Kepolisian II Kalimantan. Menyusul Dantarres Khusus Timor Timur (1977‐1979), Kapolda Maluku (1985 – 1986), Kapolda Sulutteng (1986 – 1988), dan terakhir Wakapolda Jawa Barat (1988 – 1989).
Sebagai penganut katolik, ia rajin berdoa dan pasrah pada Tuhan, tekun, sabar dan ulet, dan aktif dalam kegiatan gereja dan sosial. (Paul MG).