Renungan Jumat, 15 Juli 2022: Hukum Harus Membela Hidup Manusia

Pada waktu itu, pada hari Sabat, Yesus berjalan di ladang gandum. Karena lapar, murid-murid-Nya memetik bulir gandum  dan memakannya. Melihat itu, berkatalah orang-orang Farisi kepada-Nya: “Lihatlah, murid-murid-Mu berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan pada hari Sabat.”

Tetapi jawab Yesus kepada mereka: “Tidakkah kamu baca apa yang dilakukan Daud, ketika ia dan mereka yang mengikutinya lapar, bagaimana ia masuk ke dalam Rumah Allah dan bagaimana mereka makan roti sajian yang tidak boleh dimakan, baik olehnya maupun oleh mereka yang mengikutinya, kecuali oleh imam-imam? Atau tidakkah kamu baca dalam kitab Taurat, bahwa pada hari-hari Sabat, imam-imam melanggar hukum Sabat   di dalam Bait Allah, namun tidak bersalah?

Aku berkata kepadamu: Di sini  ada yang melebihi Bait Allah. Jika memang kamu mengerti maksud firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan,  tentu kamu tidak menghukum orang yang tidak bersalah. Karena Anak Manusia  adalah Tuhan atas hari Sabat.” (Matius 12:1-8).

Oleh: Romo John Tanggul, Paroki Wangkung, Keuskupan Ruteng.

INJIL hari ini berbicara tentang  hukum dan peraturan atau ketetapan dan “kebijaksanaan pastoral”. Hukum dan peraturan apa saja dan di mana saja, yang tertulis maupun yang tidak tertulis, termasuk hukum dan peraturan atau ketetapan keagamaan, gereja, keuskupan, paroki bertujuan sangat baik dan mulia.

Tujuannya adalah mendukung dan membantu manusia (kita) untuk hidup lebih bermutu, lebih berkualitas, lebih manusiawi: hidup lebih teratur, lebih baik, lebih aman, nyaman, baik hidup pribadi maupun hidup bersama atau kelompok. Bisa dibayangkan kacaunya hidup kalau  tidak ada hukum dan aturannya. Contoh “hukum, peraturan, ketetapan, kebijaksanaan atau protokol” apa saja berkaitan dengan menghadapi COVID-19.

Kisah Injil hari ini memberi dukungan dan peneguhan kepada  kita untuk  membangun, menghayati, dan melaksanakan dengan “senang hati tanpa beban” hukum dan peraturan yang pada dasarnya membela hidup manusia (kita). Di dalamnya terkandung unsur belaskasih dan cintakasih, bukan mau menghancurkan atau  membinasakan atau membebankan hidup manusia (kita) yang menerima hukum dan peraturan itu.

Hukum dan peraturan itu pada dasarnya sangat manusiawi, artinya dapat dijangkau dan dilaksanakan oleh manusia. Tidak melampaui kekuatan dan kemampuan manusia yang normal untuk melaksanakannya.

Terkadang ada pengecualian dalam pelaksanaannya, dan itulah yang dinamakan “kebijaksanaan khusus” yang hanya dapat diambil oleh orang khusus dan dikenakan pada orang khusus, untuk kasus-kasus  khusus dan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan khusus juga.

Kebijaksanaan ini sangat langka dan karena itu tidak bisa dikatakan “kesepakatan, peraturan, atau hukum”. Dan dasar kebijaksanaan itu ada dalam hati  pengambil kebijaksanaan itu saja, seperti yang diambil Yesus dalam Injil hari ini berhadapan dengan hukum Sabat: “Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan… Anak Manusia adalah TUHAN atas hari Sabat” (Mat. 12:7-8).

Inilah yang dinamakan kebijaksanaan dan pertimbangan pastoral, bukan ketetapan atau kesepakatan pastoral. Hanya ada dalam hati dan pertimbangan pastor. Untuk itu, perlu mendapat klarifikasi dari Yesus (Pastor) dengan memberi penjelasan “dari hati ke hati”. Perlu mendapat klarifikasi dan konfirmasi. Semuanya bertujuan untuk  membela hidup manusia.

Selamat melaksanakan dan menikmati peraturan dan hukum serta kebijaksanaan pastoral yang berlaku dengan “senang hati tanpa beban”. Selamat merasa dibela dan diselamatkan. Semoga dengan bantuan doa Santo Bonaventura, Allah Tritunggal Mahakudus (+) memberkati kita  sekalian yang telah dibela dan diselamatkan oleh hukum, peraturan dan kebijaksanaan pastoral yang berlaku. Amin.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *