SUATU hari di rentang panjang musim kampanye Pemilu 2024, beberapa mobil melintas di sebuah perkampungan di Tanah Minahasa. Laju kendaraan diperlambat lalu berhenti. Beberapa orang yang saat itu berada di pinggiran jalan segera merapat. Melalui jendela salah satu mobil, seorang penumpang membagi-bagikan kalender 2024.
Rombongan bergerak lagi, menjumpai kelompok lainnya. Tahu bahwa ada calon anggota legislatif dalam kendaraan tersebut, beberapa warga mencoba menghadang dan mendekat.
“Mana doi? Bage jo doi!” kata salah seorang dari mereka sambil mengetuk jendela mobil yang terlihat paling bagus. Penumpang yang duduk di jok belakang lalu menurunkan kaca jendela sambil melemparkan senyum dari wajah berlesung pipitnya.
“Oh maaf. Maaf, Bu Maya, kami tadi kira orang lain,” katanya sambil mengatupkan kedua tangannya. Bukan hanya dia. Ternyata banyak masyarakat sudah sangat paham bahwa calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia dari Sulawesi Utara ini tak pernah membagi-bagikan uang, dan barang-barang lainnya, sebagai “sogokan” agar di hari H nanti, masyarakat memilih dia.
Sehari setelah pemilihan misalnya, Maya mengunjungi sebuah mal di Manado untuk sekedar refreshing bersama keluarga, setelah dipepaki begitu banyak aktivitas kampanye. Seorang ibu paruh baya menghampirinya dan meminta berfoto bersama artis kelahiran Makasar 2 April 1964 itu.
“Bu Maya tidak kaseh apa-apa, mar kita pilih pa ibu!” katanya. “Terimakasih. Tuhan memberkati ibu dan keluarga,” tanggap Maya sambil tersenyum.
Begitulah. Pantang bagi penyanyi tenar di tahun 1980-an ini untuk memenangkan suatu “pertandingan”, apalagi pertandingan yang mulia, dengan cara yang mengingkari nilai-nilai etis. Yang ingin dilakukannya adalah mengejawantahkan ajaran Tuhan Yesus.
“Yang saya lakukan adalah politik Kerajaan Allah, bukan politik Kerajaan Dunia. Politik kerajaan dunia, hanya melakukan hal-hal yang masuk akal. Orang dunia kalau berpolitik, pertama yang ditanya adalah ada tidaknya uang. Kalau tidak ada doi, lupakan saja! Politik Kerajaan Sorga adalah jalan yang telah ditunjukkan oleh Tuhan Yesus sendiri. Politik yang bukan karena ada apa-apanya, tapi karena apa adanya,” katanya.
Tuhan Yesus, jelas Maya, memilih lahir di kandang bukan karena Dia tak punya uang. Bukan pula karena tak punya relasi. Dia tidak bawa apa-apa ke dunia, bahkan Dia membawa lambang-lambang kemiskinan seperti kandang, palungan dan gembala-gembala sederhana. Itu semua terjadi agar orang datang kepadaNya bukan karena ada apa-apanya, tapi karena apa adanya Dia.
Yang dilakukan Tuhan Yesus adalah menjalankan apa yang sudah dinubuatkan oleh Tuhan, mulai dari kelahiran, kematian hingga kebangkitan. Dan Maya konsisten dengan prinsip tersebut. Ia mau agar hidupnya selalu berada dalam bingkai panggilan Tuhan.
“Yang saya lakukan adalah segala yang menjadi bagianku. Dan saya yakin Tuhan yang Maha Pengasih dan penyelenggara kehidupan, akan mengerjakan bagianNya. Dan segala sesuatu yang sesuai dengan kehendak Tuhan dan dikerjakan bersama Tuhan, pasti akan berhasil,” katanya.
Penolakan Maya atas praktek politik uang juga didorong oleh prinsip etika kristiani yaitu tak ingin membangun kepemimpinan di atas dasar yang secara mendasar salah, yaitu cinta akan uang yang merupakan akar dari segala kejahatan. “Harusnya kita mendasari kepemimpinan kita dengan takut akan Tuhan, bukan takut akan uang,” katanya.
Tuhan yang “berperang”
Dalam setiap kontestasi Pemilu yang melibatkan banyak orang, tentu muncul rivalitas atau persaingan yang saling menyingkirkan atau menjatuhkan. Pencemaran nama baik, pengaburan informasi dan bentuk-bentuk kampanye negatif lainnya sering terjadi. Belum lagi penghadangan yang dilakukan oleh pihak penyelenggara karena diminta oleh pesaing potensial.
Sesuai pengumuman Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sulawesi Utara Nomor 447/PL.01.4-PU/71/2022 tentang Persiapan Penyerahan Dukungan minimal bakal calon anggota DPD yang mengacu pada ketentuan pasal 182 huruf P dan pasal 183 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, disebutkan bahwa syarat dukungan minimal pemilih dengan bukti KTP adalah 2000 orang, karena jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT)-nya adalah 1.831.867 orang.
Jelang Desember 2022, waktu akhir pengumpulan KTP, berkat kerja keras, Maya bersama timnya telah mengantongi kurang lebih 3000 KTP dukungan. Tapi tiba-tiba didapati bahwa ia tak memenuhi syarat karena jumlah dukungannya masih jauh dari cukup, jauh di bawah 2000. Mereka tahu bahwa ada pihak tertentu yang menghadangnya masuk dalam kontestasi Pemilu 2024. Pihak berpengaruh tersebut ingin agar Maya tak lolos karena dianggap paling senior dan berpotensi menang. Ia ingin meloloskan salah seorang anggota keluarganya yang junga mau berlaga, tapi sayangnya, tak mau terlampau berkeringat.
Menghadapi hadangan dari pihak “lawan” dengan permainan kotornya, Maya hanya tersenyum. Ia perpegang pada janji dan arahan Tuhan. Bahwa kita tak boleh membalas kejahatan dengan kejahatan. Sebaliknya, lawanlah kejahatan dengan kebaikan. Berdoalah untuk musukmu.
“Kalau kita tahu ada musuh, kita cuma bilang: Tuhan, kalau saya harus maju, untuk urusan begini, maka FirmanMu berkata, ‘Aku yang berperang ganti kamu!’ Dan saya percaya Tuhan, Engkau yang berperang ganti aku. Tuhan bilang, kamu diam saja,” ujarnya.
“Kita diam, tapi bukan berarti tidak melakukan apa-apa. Kita harus lakukan bagian kita. Tapi jangan pusingin itu musuh. Pusingin saja dirimu. Memperbaiki diri, mengembangkan diri, responsif terhadap kebutuhan aktual masyarakat yang aspirasi politiknya kita suarakan dan melayani dengan sungguh.”
Tiga langkah pemenangan
Tiga kali mengikuti kontestasi Pemilu, terutama untuk menjadi anggota DPD, aktivis sosial dan motivator nilai-nilai relijius, kebangsaan dan toleransi, ini selalu meraup suara yang sangat signifikan. Bahkan untuk Pemilu 2024, perolehan suaranya mencapai prosentase yang sangat tinggi, jauh di atas kontestan lainnya.
Banyak pihak menyaksikan bahwa penerima African Choice Award dari African Forum USA Colombus Ohio, tahun 1992 ini tak melakukan politik uang untuk merebut hati masyarakat Sulawesi Utara. Lalu apa strategi yang diambil Maya hingga mampu menggapai suara terbanyak?
Ia menyebut tiga langkah yang harus dilalui oleh setiap orang yang maju dalam kontestasi Pemilu, terutama dari calon perorangan seperti untuk Dewan Perwakilan Daerah, yaitu dikenal, dicintai dan terakhir dipilih. Dan seluruh proses itu telah dijalani oleh Duta Anak Dalam Kandungan – Komisi Nasional Anak Indonesia ini.
Pengenalan masyarakat atas siapa calon yang akan dipilihnya memang menjadi pintu utama kemenangan dalam pemilihan calon perseorangan seperti calon anggota Dewan Perwakilan Daerah. Maya memiliki itu karena bentang panjang kiprahnya di publik Indonesia.
Di tahun 1980-an, ia dikenal sebagai penyanyi sekaligus model Tanah Air. Pada 1976, Maya kecil meraih penghargaan sebagai penyanyi cilik favorit serta juar ketiga Festival Pop Singer Sulawesi Selatan. Bakatnya terus diasah. Sejak 1981, karya-karya musiknya telah menemani masyarakat Indonesia.
Pada tahun 1981, perempuan asal Makassar ini menelurkan album pertamanya, yaitu, Rindunya Hatiku (1981). Menyusuk Hatiku Masih Rindu (1982), Daun-daun Kering (1982), Terlena (1983), Karnamu (1983), Siapakah Dirimu (1983), Bukan Salahku, Bukan Juga Salahmu (1984), Manis di Bibir, Pahit di Hati (1984), dan Mengapa Kau Lakukan (1986).
Kemudian pada tahun 2012, Maya merilis album Indonesia Bersinar, Dunia Bersinar. Selama berkarier sebagai seorang penyanyi, Maya terpilih sebagai Queen of BASF Indonesia dan meraih penghargaan Golden Record untuk penyanyi pop tahun 1985-1986.
Di luar karier menyanyi, Maya Rumantir juga bersinar di dunia modelling, di mana dia berhasil meraih gelar The Best Indonesian Photo Model pada 1988. Dia juga sempat terjun ke dunia akting dan bermain dalam film Nostalgia di SMA (1980) dan Cinta di Balik Noda (1984).
Ia tak hanya dikenal sebagai artis dengan segudang prestasi, tapi juga sebagai penginisiasi gerakan kemanusiaan dan kebangsaan di Indonesia. Pada 6 Maret 1989, ia mendirikan Institut Pengembangan Sumber Daya Manusia Maya Gita. Lembaga pendidikan ini dicatat sebagai pionir melembagakan pengembangan sumber daya manusia dalam sebuah wadah Institut.
Pada tahun yang sama, ia mendirikan Yayasan Maya Bakti Pertiwi. Lewat Yayasan ini, ia memotori berbagai aktivitas sosial. Dari Sabang sampai Merauke, bahkan sampai Kalkuta India, sapaan kasih dan aksi yayasan ini menyentuh banyak orang.
Didorong kecintaan dan kerinduan pada persatuan dan kesatuan bangsa dan negara yang lestari, Maya memelopori program televisi bertajuk Pandu Prestasi Putera Pertiwi (P4). Lewat P4 yang ditayangkan TVRI Pusat pada hari-hari besar nasional, ia bernyanyi bersama dan bertukar pikiran dengan berbagai kalangan generasi muda, tokoh masyarakat, ABRI, birokrat, petani, nelayan, peternak dan berbagai profesi, tanpa memandang asal-usul suku, agama, ras dan golongan. Dalam P4 ia berbagi cakrawala tentang bagaimana toleransi itu harus dimulai dan dilaksanakan.
Tahun 1995, lewat program Indonesia Ten Walk, ia membuat sensasi. 20.000 generasi muda Timor Timur dirangkulnya lewat lomba gerak jalan bernuansa persaudaraan sambil mengumandangkan lagu-lagu cinta kasih dan patriotik sambil mengibarkan sang saka merah putih. Tahun sebelumnya program yang sama dilakukan di Manado Sulawesi Utara dengan melibatkan 15.000 peserta generasi muda.
Ia kemudian dikenal luas sebagai politisi. Pada pemilu legislatif 2014, Maya maju sebagai calon legislatif DPD dapil Sulawesi Utara, dan lolos ke Senayan dan menjadi anggota DPD periode 2014-2019 dengan perolehan suara 206.496 suara. Di Pemilu 2019, ia maju lagi dan menempati posisi kedua dengan perolehan 168.086 suara.
Selain dikenal luas, Maya juga mencintai dan dicintai oleh masyarakatnya. Ia menyanyangi dan disayang masyarakat Sulawesi Utara. Sudah 40 tahun lebih, tanpa henti, ia melakukan berbagai kegiatan di Sulawesi Utara. Baik itu bernuansa sosial, religius maupun pewartaan nilai-nilai kebangsaan, moralitas dan toleransi. Melalui program-program tersebut, hampir seluruh pelosok Sulawesi Utara sudah dia datangi.
Di jalur sosial-religius, Maya giat mengunjungi gereja, masjid, panti asuhan dan kelompok-kelompok lainnya. Banyak gereja dan Persekutuan Doa mengundangnya sebagai pembawa Firman, kesaksian sekaligus membawakan pujian. Ia juga mendatangi masjid dan pesantren untuk mewartakan nilai-nilai toleransi, kebhinekaan dan patriorisme. Ia bersahabat dengan para tokoh lintas agama, entah tokoh Islam, Kristen, Budha, Hindu, Konghucu, maupun para pastor dan suster.
Sejak dulu, Maya memang dikenal sangat rajin mengunjungi dan memberi bantuan untuk panti asuhan. Bahkan saat Hari Ulang Tahun (HUT)-nya, HUT suami atau HUT anaknya, Maya selalu merayakannya bersama anak-anak panti asuhan. Selain bergembira bersama, makan bersama, ia juga membawa bantuan buat mereka.
Ia tak hanya berkunjung ke medan pelayanan sekitar kota, tapi juga ke kampung-kampung yang jauh dari hiruk-pikuk perkotaan. Dan itu sudah dilakukannya sejak puluhan tahun yang lalu. Dalam masa kampanye yang lalu, ia mendatangi sebuah panti asuhan yang jauh dari perkotaan.
Di ruang tamu, terpampang banyak foto kegiatan sekitar 20-an tahun lalu. Terlihat ada juga beberapa foto tua, berusia sekitar 20 tahun lalu, antara lain beberapa foto Maya bersama anak-anak panti.
“Ini foto saya saat Ibu Maya mengunjungi kami 20-an tahun lalum,” kata Ibu Panti sambil menunjuk salah seorang anak perempuan yang berada dalam foto tersebut. “Duapuluhan tahun lalu, bu Maya pernah mengunjungi kami dan sekarang saya dipercaya mengelola panti ini,” katanya.
Maya terharu. Apa yang dibuatnya 20-an tahun silam, kini telah berbuah. Anak panti yang dulu dikunjunginya telah menjadi ibu panti. Foto-foto itu, kata Maya, membuktikan bahwa dia tak hanya datang sekedar untuk merangkul hati masyarakat karena ingin dipilih kembali sebagai anggota DPD, tapi sudah merupakan kebiasaan karitatif positif yang sudah biasa dilakukan.
“Sudah dari muda saya melayani. Konsep melayani itu jangan ujug-ujug. Nanti saat mau ikut ‘bertanding’ baru seolah-olah berjiwa sosial. Seolah-olah bakti sosial, padahal hanya untuk merebut suara mereka. Itu berari kita akal-akalan dan akhirnya diakalin. Orang mengambil uangnya, tapi tidak pilih orangnya,” ujar Maya.
Sudah sejak lama Maya melakukan seluruh aktivitas, termasuk pelayanan, dengan hati yang penuh kasih. Ia percaya, segala yang kita lakukan dari hati, niscaya akan sampai pula ke hati orang dan ketika dua hati bertemu, tak ada lagi manipulasi.
Dalam konteks tugas politik, Maya selalu menaruh telinganya ke mulut masyarakat, dalam arti selalu siap mendengarkan harapan, tuntutan, keluhan dari masyarakat yang dia wakili, yaitu masyarakat Sulawesi Utara. Aspirasi yang ditangkap di lapangan, disampaikan kepada pemerintah (eksekutor) agar terwujud harapan mereka.
Ia cepat tanggap terhadap bencana yang dialami oleh masyarakat. Ketika pada 27 Januari 2023, terjadi banjir badang di Manado, Maya segera hadir memberikan bantuan dan mencari solusi atas dampak bencana tersebut.
Langkah terakhir adalah dipilih. Masyarakat memilih Maya karena sungguh telah mengenalnya sebagai orang baik dan punya kapabilitas untuk menyalurkan dan mewujudkan harapan-harapan mereka. Investasi sosial yang sudah dilakukannya selama ini akhirnya berbuah manis. Ia mampu meraih suara hampir melewati 30 prosen. Dan berhak mewakili daerah dan masyarakat Sulawesi Utara dalam kurun 2024-2029.
Karena Visi Tuhan
Konsistensi istri dari Takala Gerald Manumpak Hutasoit pada nilai-nilai politik beretika, bebas dari jalan pintas politik uang, itu dimungkinkan oleh kesadaran akan panggilan Tuhan atasnya. Langkahnya selau berpatok pada visi dan misi yang diberikan Tuhan. Ia akhirnya memilih jalur politik bukan karena ambisi pribadi, mencari ketenaran, prestise dan semacamnya, tapi sebagai jawaban atas panggilan Tuhan.
Sejak masih kecil, Maya telah menulis tekad hidup atau cita-citanya yaitu menjadi seseorang yang berguna dan berbakti bagi nusa dan bangsa. Cita-cita itu menjadi penapis pilihan kegiatannya sejak kecil. Dia selalu memilih pekerjaan, aktivitas, kreativitas dan tawaran yang berguna bagi nusa dan bangsa. Dia tidak akan terlibat bila semua itu tak berarti atau berguna bagi nusa dan bangsa.
Seluruh kiprahnya menggambarkan ketaatannya pada tuntunan Tuhan. Baik di bidang musik – profan maupun rohani –, pendidikan dan pelayanan, maupun sosial kemasyarakatan. Ketika akhirnya dia berlabuh di bidang politik nasional, itu pun karena ketaatannya pada panggilan dan visi dari Tuhan. Motivasi keterlibatannya di bidang politik bukanlah untuk uang, ketenaran atau jabatan. Semuanya itu sudah diperolehnya jauh sebelum ia terjun di bidang politik.
“Saya hanya mau ikut Tuhan Yesus, yaitu melaksanakan kehendak Bapa di sorga. Tuhan Yesus menjelaskan bahwa makananNya adalah melakukan kehendak Dia yang mengutusNya. Demikian pun saya, akan selalu berusaha melakukan kehendak Dia yang mengutus aku dan menyelesaikan pekerjaan yang dipercayakanNya,” katanya.
“Saya sudah cukup untuk diriku. Tapi hidup ini nggak cukup untuk diri sendiri. Artinya kita sudah selesai dengan diri sendiri, bukan mau cari jabatan ini dan jabatan itu supaya dapat fasilitas ini atau fasilitas itu. Sudah tidak ada lagi seperti itu. Sebenarnya jujur saja, saya hanya mau jadi seperti apa yang Tuhan kehendaki saja,” tambah ibu dari Kristamia Kiara Oliveralda Tiurnauli Hutasoit ini. (Paul MG).