TANGERANG,KITAKATOLIK.COM—Kerajaan Sorga memang sangat bernilai tinggi. Setiap orang pasti mendambakan sorga. Tapi tak boleh membuat kita menganggap enteng hidup di dunia, bahkan mengganggapnya tak punya nilai apa-apa dan karena itu harus segera ditinggalkan.
“Keberadaan Kerajaan Sorga tidak membuat hidup di dunia ini tidak ada artinya. Jangan sampai berpikir bahwa demi Kerajaan Sorga, hidup di dunia ini adalah sebuah kehidupan yang tidak berharga, tidak ada nilainya. Itu jelas salah!” kata pastor Constantius Eko Wahyu OSC dalam kotbahnya pada misa pertama, Minggu (30/7/2023) di Paroki Curug, Santa Helena, Tangerang, Banten.
Ia menolak tegas pemahaman bahwa dunia itu jahat, penuh dengan korupsi, tidak layak untuk ditempati, tempat yang penuh dosa dan karena itu harus segera ditinggalkan. Seperti ditunjukkan oleh sekte-sekte sesat seperti dianut David Koresh dan para pengikutnya di tahun 1980-an akhir. Atau yang baru terjadi di bulan April 2023, di Kenya, melalui pembunuhan massal atas 100-300 jiwa dengan alasan yang persis sama. Demi secepatnya masuk sorga, mereka berpuasa hingga mati.
“Peremehan terhadap dunia, bahkan menganggap dunia itu harus segera ditinggalkan karena penuh dosa, itu jelas salah. Jangan lupa, dunia ini ciptaan Tuhan. Seperti ditegaskan dalam Kitab Kejadian, apa yang diciptakan Tuhan itu sungguh baik adanya,” kata Pastor Eko.
Bisa dipakai Allah
Mengawali kotbahnya, pastor Eko menjelaskan bahwa bacaan Injil hari ini mau menegaskan tentang penting dan begitu berharganya Kerajaan Sorga. Bahwa Kerajaan Sorga itu adalah hal yang amat bernilai tinggi dan mulia. Karena itu maka orang yang menemukan harta terpendam tanpa sengaja segera menjual seluruh harta miliknya untuk membeli tanah itu. Atau juga orang yang mencari mutiara yang indah. Dan ketika dia temukan, dia menjual segala harta miliknya untuk membeli mutiara.
Tapi penghargaan tinggi dan mulia atas Kerajaan Sorga itu tak boleh membuat kita melecehkan perihidup di dunia ini. Berkat, tegas pastor Eko, tak semata bisa kita alami saat di sorga nanti setelah meninggal, tapi juga di dunia ini.
Yang penting adalah bahwa selama kita hidup di dunia ini, kita sungguh menjadi “ikan” yang baik. Melalui perumpamaan tentang pukat, terlihat jelas bahwa setelah ikan-ikan ditangkap dengan pukat, nelayan akhirnya memilih-milih ikan yang baik dan buruk. Yang baik dikumpulkan ke dalam tempayan, yang buruk dibuang, bukan dikembalikan ke dalam danau itu. Maka konsep Yesus adalah yang buruk masuk dalam api yang kekal.
“Ikan yang baik itu adalah ikan bisa dimakan, bisa dijual dan bisa digunakan. Nah kalau manusia baik itu seperti apa? Manusia baik adalah manusia yang bisa digunakan oleh Tuhanm” kata Pastor Eko.
Apapun profesi kita, seberapa kaya pun kita, kita harus menjadikan diri kita pribadi yang bisa dipakai oleh Tuhan untuk mewartakan KerajaanNya.
“Anda boleh menjadi seorang dokter, Anda boleh mempunyai harta yang banyak. Tetapi apakah Anda bisa dimanfaatkan oleh Allah atau tidak. Seluruh talenta Anda, seluruh milik Anda, bisakah dipakai untuk mewartakan Tuhan, untuk memuliakan Tuhan?” (Admin).