Krisis Iman? Tak Perlu Takut!

VATIKAN,KITAKATOLIK.COM—Kita tidak boleh takut akan krisis kehidupan dan iman. Krisis bukanlah dosa, tapi merupakan bagian dari perjalanan yang tak perlu ditakuti. Krisis membuat kita lebih rendah hati karena menepis rasa nyaman yang palsu, juga mengikis kesombongan bahwa kita lebih baik ketimbang orang lain.

Hal tersebut ditegaskan Paus Fransiskus sebelum mendaraskan doa Ratu Sorga pada Minggu (24/4/2022) dari jendela yang menghadap ke Lapangan Santo Petrus, Vatikan, bertepatan dengan Hari Raya Kerahiman Tuhan. Ribuan peziarah memenuhi lapangan Santo Petrus. Ada yang membawa poster besar bergambar Kerahiman Ilahi.

Krisis, tambah Paus, menyalakan kembali kebutuhan kita akan Tuhan dan dengan demikian memungkinkan kita kembali kepada Tuhan untuk menyentuh luka-luka dan mengalami kasih-Nya.

 “Saudara-saudari terkasih, lebih baik memiliki iman yang tidak sempurna tetapi rendah hati,  yang selalu kembali kepada Yesus, daripada iman yang kuat tetapi lancang yang membuat kita sombong,” tegasnya.

Nasihat Paus bertolak dari Injil hari Minggu (Yoh 20:19-29), terkait penampakkan Yesus, termasuk kepada Rasul Thomas yang kurang percaya itu.

Rasul Thomas, kata Paus, mewakili kita semua, yang tidak hadir di “Ruang Atas” ketika Tuhan menampakkan diriNya,  dan tidak memiliki tanda fisik atau kehadiran lain dariNya.

“Kita juga bergumul pada saat-saat seperti murid itu. Bagaimana kita dapat percaya bahwa Yesus telah bangkit, bahwa Ia menyertai kita dan adalah Tuhan atas hidup kita tanpa melihat-Nya, tanpa menyentuh-Nya? Bagaimana seseorang bisa percaya akan hal ini? Mengapa Tuhan tidak memberi kita tanda yang lebih jelas tentang kehadiran dan kasih-Nya? Beberapa besar tanda yang harus saya lihat agar bisa percaya… Di sini, kita juga seperti Thomas, dengan keraguan yang sama, alasan yang sama,” urainya.

Tuhan tak pernah bosan

Dihadapkan pada krisis iman kita, Yesus tidak pernah menyerah. Ia selalu datang. Dia tidak bosan dengan kita, Dia tidak takut dengan krisis kita, juga kelemahan kita.

Para peziarah di lapangan Santo Petrus dengan lukisan Kerahiman Ilahi

“Dia selalu kembali ketika pintu tertutup. Dia kembali ketika kita ragu. Dia kembali  ketika, seperti Thomas, kita perlu menemui-Nya dan menyentuh Dia dari dekat. Yesus selalu datang kembali, Dia selalu mengetuk pintu, dan Dia tidak datang kembali dengan tanda-tanda kuat yang akan membuat kita merasa kecil dan tidak mampu, bahkan malu, tetapi dengan luka-luka-Nya; Dia kembali menunjukkan kepada kita luka-luka-Nya, tanda-tanda cinta-Nya yang telah mendukung kelemahan kita,” katanya.

Ketika kita mengalami saat-saat keletihan dan krisis, Yesus yang Bangkit ingin kembali tinggal bersama kita.

“Dia hanya menunggu kita untuk mencari Dia, untuk memanggil Dia, atau bahkan, seperti Thomas, untuk memprotes, membawa kepada-Nya kebutuhan kita dan ketidakpercayaan kita. Dia selalu datang kembali. Mengapa? Karena Dia penyabar dan penyayang. Dia datang untuk membuka ruang atas ketakutan dan ketidakpercayaan kita karena Dia selalu ingin memberi kita kesempatan lagi.” (Admin)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *