Para Tokoh Agama Banten Tolak Gunakan Rumah Ibadah untuk Politik Praktis

CILEGON,KITAKATOLIK.COM—Para tokoh agama yang mewakili umat beragama di Propinsi Banten, menyatakan komitmen mereka menolak penggunaan rumah ibadah untuk tujuan politik praktis.

“Kami berkomitmen untuk menjaga dan tidak menggunakan rumah ibadah untuk kegiatan politik praktis,” bunyi salah satu point deklarasi dan pernyataan sikap yang dbacakan bersama di bawah pimpinan Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Banten, AM. Romli.

Komitmen tersebut dibacakan dalam acara Doa Kerukunan  yang dirangkai dalam Rapat Kerja Wilayah Kanwil Kemenag Banten, di kota Banten, Senin (20/3/2023)  yang lalu. Selain perwakilan dari agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Khonghucu, turut hadir Pj Gubernur Banten, Al Muktabar yang diwakili oleh Staf Ahli Gubernur Bidang Kemasyarakatan dan SDM, M. Agus Setiawan, Wakil Ketua MPR, Yandri Susanto, dan Staff Khusus Menag RI, Abdul Rochman.

Dalam sambutan yang dibawakan dalam rangka doa kerukunan  bertajuk “Banten Rukun untuk Indonesia Hebat” itu, Kepala Kanwil Kemenag Banten, Nanang Fatcurrochman menegaskan bahwa  sebagai bangsa yang besar, keberagaman dan keberlangsungan hidup bangsa Indonesia harus terus dijaga.

“Berdirinya Vihara Avalokitesvara di samping Masjid Agung Banten adalah saksi sejarah kerukunan yang telah dijalin oleh nenek-moyang kita, keharmonisan Masjid Agung At-Tsauroh Serang dengan Gereja Kristus Raja juga menjadi saksi bahwa Banten adalah wilayah yang rukun dan harmonis sejak dahulu kala,” kata Nanang.

Menurut Nanang, doa kerukunan dan deklarasi bersama para tokoh lintas agama dan pengurus rumah ibadah  se-Provinsi Banten merupakan  wujud komitmen Banten untuk tidak menggunakan rumah ibadah sebagai tempat politik peraktis menjelang Pemilu 2024.

“Inilah komitmen kami, segenap elemen masyarakat  Banten, untuk selalu hidup berdampingan dengan rukun dan harmonis,” terang  Nanang.

Perbedaan itu kebanggaan kita

Dalam sambutannya, Wakil  Ketua MPR RI, Yandri Susanto menegaskan  bahwa pesan yang bisa diambil dari deklarasi tersebut adalah  bahwa Banten tidak akan terpisah dari NKRI. Bahkan, menurut Yandri, segala sesuatu yang terjadi di Banten, merupakan tanggung jawab semua umat beragama.

“Para ulama yang hadir di sini, bersatu, memastikan bahwa Indonesia sudah begini, lahir begini, jangan sampai berfikiran yang lain, apalagi ingin merubah dasar negara kita,” kata Yandri.

Yandri berharap, dengan adanya doa kerukunan dan deklarasi tersebut, Banten bisa menjadi contoh untuk daerah-daerah lain di Indonesia.

“Perbedaan sudah pasti. Yang sudah berbeda, jangan dipaksa sama, karena sejatinya perbedaan itu kebanggaan kita. Perbedaan itu harus kita syukuri dan kita rawat. Karena perbedaan, ada Indonesia,” ujarnya.

Yandri juga berpesan bahwa berbeda warna itu boleh, namun yang lebih penting adalah benderanya tetap merah putih. “Merah putih adalah kebanggaan kita, tidak boleh kita robek, tidak boleh kita korbankan demi kepentingan politik,” tegasnya. (Admin/humas kemenag).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *