JAKARTA,KITAKATOLIK.COM—Ketua Ikatan Keluarga Besar Nagekeo (IKBN) Jakarta Marsel Ado Wawo, SH., meminta warga diaspora Nagekeo Jakarta untuk memelihara imannya di perantauan dengan meneladani iman umat di daerah asal.
Masyarakat diaspora Nagekeo, kata Marsel, mesti belajar dari ketangguhan, kesabaran, dan keteguhan iman para orang tua maupun saudara-saudara yang berada di Negekeo, Flores dalam menghadapi segala kesulitan dan tantangan hidup.
“Saya selalu berbicara bagaimana kita memelihara iman di tanah perantauan. Kita harus belajar dari orang tua kita, saudara-daudara kita di tempat kelahiran kita di Flores. Walaupun mereka menghadapi segala macam kesulitan, tetapi iman mereka tidak goyah,” kata Marsel saat memberikan kata sambutan dalam acara Paskah bersama IKBN Jakarta, di anjungan NTT, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta, Sabtu (6/5/2023).
Gelaran Paskah Bersama dengan tema “Berjalan Bersama Memelihara Iman dan Kasih Persaudaraan” ini dihadiri sekitar 1000 orang masyarakat Nagekeo diaspora yang berdiam di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek).
Berbusana adat Nagekeo, Marsel menambahkan bahwa sebagai orang Katolik, kita harus meneladani sikap hidup Yesus yang tidak pernah goyah dalam menghadapai berbagai tantangan dan godaan.
“Di dalam kesulitan apa pun juga, kita orang Katolik harus tetap sabar dan tangguh di dalam iman. Mengeluh adalah manusiawi, tetapi perjuangan adalah suatu hal yang diwajibkan,” tegas Marsel yang juga merupakan Calon Legislatif dari Partai Golkar, Daerah Pemilihan NTT I ini.
Sementara mengacu pada keberagaman yang terpelihara di daerah asal, Marsel meminta masyarakat diaspora Nagekeo Jakarta untuk saling berbagi, dan tetap memelihara persatuan dan kesatuan di tengah keberagaman yang ada.
“Nagekeo ini banyak suku. Ini unik. Jadi ini adalah kabupaten yang memiliki hal yang luar biasa. Dari segi kultural maupun sosial. Jadi tinggal bagaiamana kita beradaptasi dalam menyelesaikannya. Itu paling penting. Akhir kata, semoga kita semua selalu bersatu, tetap rendah hati, tetap lemah lembut, ramah tamah, dan juga jangan lupa saling berbagai untuk membangun kebersamaan,” jelasnya.
Sebelum sampai pada puncak kegiatan, yaitu perayaan ekaristi suci, kegiatan ini diawali dengan ritual inkulturatif, yaitu Ti’i ka, pati inu. Acara ini adalah pemeberian makanan dan minuman kepada para leluhur yang telah meninggal, sebagai penghormatan kepada mereka yang telah merintis jalan, dan menyediakan berbagai kesempatan kepada para generasi saat ini.
Acara ini juga dikemas dengan berbagai acara kebudayaan, seperti tarian Ja’i penjemputan Imam saat hendak memulai perayaan ekaristi, serta tarian Te’a Eku yang dipersembahakan oleh Himpunan Mahasiswa dan Pelajar Nagekeo (Himapen) Jakarta. (Admin/humas).