TANGERANG,KITAKATOLIK.COM—Mengutip pernyataan Paus Fransiskus di suatu kesempatan, Pastor Constantius Eko Wahyu,OSC menegaskan bahwa penderitaan itu milik setiap orang dan harus dihargai sebagai bagian dari pendewasaan iman.
“Jangan bilang bahwa keluarga si A enak dan sejahtera, pasti tidak punya salib. Itu salah. Mereka pun punya salib, punya penderitaan dan kecemasan serta hati yang sedih,” kata Pastor Eko Wahyo OSC saat memimpin Kebangunan Rohani Katolik (KRK) dan Adorasi di Paroki Santa Helena, Jumat (28/1/2022).
KRK dan Adorasi yang digelar di Lantai IV Gedung Karya Pastoral ini mengusung tema besar: “Aku Memberi Nafas Hidup di Dalammu. Supaya Kamu Hidup Kembali!” (Yeh 37:5) dengan Worship Leader Ancelo Ganda.
Menurut Pastor Eko, apapun bentuknya penderitaan itu, pengalaman manusiawi ini harus dihargai dan dilihat secara positif. Dan kita baru bisa menghargai dan menerimanya secara positif bila kita menangkap dan menghayati nilai-nilai yang ada di balik penderitaan itu.
Pemurnian iman
Penderitaan, kata Pastor Eko, memiliki banyak nilai. Pertama, memurnikan iman, agar iman kita tidak diliputi oleh pamrih.
“Lihat pelayanan seorang ibu. Ia tahu bahwa anaknya bandel, tahu anaknya nyebelin dan kurang ajar, tapi tetap dicintai. Seperti apapun anaknya, dia tidak akan mengatakan ‘lu bukan anak gue lagi. Tidak. Seorang ibu, sesakit apapun, dia akan tetap setia melayani karena dia melihat bahwa apa yang dia lakukan bukan sebagai sebuah tugas atau kewajiban, tetapi adalah ungkapan cinta saya kepada orang yang saya sayangi.”
Jadi dalam konteks beriman, kita melakukan kewajiban-kewajiban iman atau rohani kita bukan supaya dipuji atau dilihat orang, atau bukan terutama supaya kita mendapat sesuatu, tetapi sebagai ekspresi cinta kita kepada Tuhan.
Kedua, sebagaimana dialami umat Israel di pandang gurun, penderitaan itu bermakna pedagogis, edukatif dan transformatif.
“Penderitaan itu mendidik umat Israel, membentuk mereka sebagai bangsa yang kuat dan memiliki komitmen teguh,” jelas Pastor Eko seraya menambahkan bahwa manusia menjadi kuat bukan karena kenyamanan dan kesenangan tapi oleh penderitaan.
“Dengan menderita orang itu berjuang. Kalau orang itu nyaman perlu berjuang? Tidak,” tukas pastor moderator Persekutuan Doa Pembaharuan Kharismatik Katolik (PDPKK) Paroki Curug-Santa Helena ini.
Orang Israel, sambungnya, tidak menghargai Tuhan karena dia terlalu diberkati. Maka supaya dia semakin menghargai Allah, mereka dibiarkan masuk ke tanah pembuangan.
Selain sebagai pemurni iman, mendidik dan mentransformasi ke arah yang lebih baik, penderitaan juga merupakan batu uji kesetiaan.
“Kesungguhan kita berkomitmen dan janji ditunjukkan dalam keberanian dan kemauan untuk tetap memegangnya dan berjalan dalam salib,” ujarnya di hadapan ratusan umat yang mengikuti ibadah dan adorasi yang digelar secara online melalui youtube dan onsite dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat itu.
Merasakan Allah
Setelah mengulas tentang makna penderitaan, Pastor Eko juga memaparkan tujuan rohani dari penderitaan yang boleh kita alami.
Pertama, menobatkan kita. Kalau kita menderita, berarti ada sesuatu yang salah dengan diri kita. Kita pertama-tama harus bertanya apa yang salah dalam diri saya. Bukan mencari sumbernya pada pihak lain.
“Bila Anda melihat bahwa sesuatu harus dirubah dalam diri orang lain, Anda akan semakin menderita. Perubahan atau pertobatan harus mulai dari saya. Lihatlah dirimu, perhatikan apa yang harus Anda rubah, bukan yang harus orang lain rubah,” tegas Pastor Eko.
Penderitaan juga merupakan undangan untuk mengambil bagian dalam Karya Keselamatan. Sebagai cara kita mengikuti Yesus yang memikul salib. Kita harus berani memikul salib.
Penderitaan itu bisa menjadi sarana untuk melembutkan hait, membuat kita lebih peka dan mudah berbelaskasih.
“Banyak orang menjadi mudah sekali berbelaskasih, karena dulunya pernah menderita. Hati kita dibentuk oleh penderitaan,” katanya.
Keempat, undangan untuk merasakan Allah. Sesusai dengan ajakan Yesus: ”Marilah kepadaku kamu semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberikan kelegaaan kepadamu!”
“Allah menjanjikan kelegaan. Mari kita membuang kemarahan, kemurkaan, kemalasan dan balas dendam. Itu syarat untuk hidup dalam sukacita.”
KRK ini dilanjutkan dengan Adorasi dan penghormatan kepada Sakramen Maha Kudus. Setelah ibadah, acara dilanjutkan dengan penarikan dan pengumuman doorprize dengan aneka hadiah. (Paul MG)