PMKRI: Reformasi Agragria Harus Dijalankan Sepenuh Hati

JAKARTA,KITAKATOLIK.COM—Di hadapkan pada fakta adanya konflik vertikal dan horisontal terkait pengembangan pertanian (agraria), PP PMKRI (Pengurus Pusat Persatuan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia) mendesak pemerintah dan DPR RI untuk mengeluarkan kebijakan agraria yang lebih adil.

 “Bahkan di  tengah pandemik yang sedang melanda Indonesia, letusan konflik agrarian masih saja terjadi. Letusan konflik ini seringkali diboncengi tindakan-tindakan represif oleh aparat keamanan. Penggunaan tanah untuk kepentingan umum selalu saja menjadi alasan klise untuk melegitimasi perampasan tanah. Rakyat dibuat tak berdaya,” kata Alboin Samosir, Ketua Lembaga Agraria dan Kemaritiman PP PMKRI, Kamis (24/9/2020).

Hal itu disampaikan saat PP PMKRI ikut menggelar aksi simbolik di depan kantor DPR RI bersama Komite Nasional Pembaruan Agraria (KNPA), GMNI dan sejumlah organisasi serikat tani dari berbagai daerah di Indonesia dalam rangka memperingati hari tani nasional.

Diikuti oleh puluhan massa, aksi simbolik dimulai pada pukul 10.00 WIB hingga pukul 12.00 WIB dengan atribut aksi seperti orang-orang sawah dan topi caping.

Aksi simbolik dilaksanakan sebagai bentuk peringatan 60 tahun UUPA yang disahkan pada tahun 1960.

Di bagian lain Alboin meminta agar reformasi dijalankan dengan sepenuh hati. Pemerintah juga diminta menjadi fasilitator penyelesaian konflik agraria yang masih sering terjadi.

“Reformasi  agraria harus dijalankan sepenuh hati, tidak hanya legalisasi. Perlu  redistribusi lahan-lahan kehutanan yang tidak terpakai, tanah-tanah PTPN yang terbengkalai, diberikan kepada mereka yang pantas mendapatkannya, bagi para petani gurem, landless, dan buruh tani alih fungsi lahan. Sekaligus negara perlu hadir sebagai fasilitator  untuk menyelesaikan konflik-konflik agraria yang masih sering terjadi,” katanya.

PP PMKRI juga menyoroti perihal gagalnya agenda reforma agraria yang sudah 60 tahun lalu diwacanakan oleh pemerintah Indonesia sendiri.

“Pola penguasaan tanah akan semakin termonopoli, kesejahteraan petani terabaikan, terlebih hak guna usaha yang akan diperpanjang hingga 90 tahun. Maka hampir bisa dipastikan agenda Reformasi Agraria akan jalan di tempat. Momentum 60 tahun hari tani nasional adalah alarm bagi pemerintah untuk mengembalikan fungsi tanah ke hakekatnya, kembali ke amanat konstitusi seperti termaktub dalam pasal 33 ayat 3 UUD RI 1945. (Admin)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *