Pada suatu hari, Yesus mengucapkan perumpamaan ini kepada murid-muridNya: “Hal Kerajaan Sorga itu seumpama sepuluh gadis, yang mengambil pelitanya dan pergi menyongsong mempelai laki-laki.
Lima di antaranya bodoh dan lima bijaksana. Gadis-gadis yang bodoh itu membawa pelitanya, tetapi tidak membawa minyak, sedangkan gadis-gadis yang bijaksana itu membawa pelitanya dan juga minyak dalam buli-buli mereka. Tetapi karena mempelai itu lama tidak datang-datang juga, mengantuklah mereka semua lalu tertidur. Waktu tengah malam terdengarlah suara orang berseru: Mempelai datang! Songsonglah dia!
Gadis-gadis itupun bangun semuanya lalu membereskan pelita mereka. Gadis-gadis yang bodoh berkata kepada gadis-gadis yang bijaksana: Berikanlah kami sedikit dari minyakmu itu, sebab pelita kami hampir padam. Tetapi jawab gadis-gadis yang bijaksana itu: Tidak, nanti tidak cukup untuk kami dan untuk kamu. Lebih baik kamu pergi kepada penjual minyak dan beli di situ.
Akan tetapi, waktu mereka sedang pergi untuk membelinya, datanglah mempelai itu dan mereka yang telah siap sedia masuk bersama-sama dengan dia ke ruang perjamuan kawin, lalu pintu ditutup. Kemudian datang juga gadis-gadis yang lain itu dan berkata: Tuan, tuan, bukakanlah kami pintu! Tetapi ia menjawab: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya aku tidak mengenal kamu. Karena itu, berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu akan hari maupun akan saatnya.” (Matius 25:1-13).
Oleh: Romo John Tanggul, Paroki Wangkung, Keuskupan Ruteng.
KISAH lima gadis bijaksana dan lima gadis bodoh dalam Injil hari ini merupakan contoh terbaik yang diberikan Yesus untuk menasihati kita untuk berjaga-jaga dengan penuh persiapan, bukan asal-asalan. Kisah ini berasal dari budaya Yahudi berkaitan dengan pernikahan. Ada satu “sesi/acara” menjelang pernikahan, di mana mempelai laki-laki akan mengambil mempelai perempuan pada tengah malam atau secara diam-diam dari rumah orangtuanya.
Mempelai laki-laki biasanya akan datang tiba-tiba tanpa memberitahukan waktu kedatangannya. Maka mempelai perempuan harus selalu siap di tempat dengan pelitanya yang tetap bernyala. Panjangnya malam membuat para mempelai perempuan mengantuk dan bosan dalam menunggu dan minyak bisa habis atau berkurang.
Di tengah gelapnya malam, mempelai perempuan harus membawa pelitanya termasuk “minyak cadangan” dalam buli-buli (wadah, “botol” untuk menyimpan minyak cadangan), sebagai persiapan kalau minyak dalam lampu pelitanya itu habis. Mempelai perempuan yang masih terus memegang pelitanya yang bernyala akan mudah dikenali oleh mempelai laki-laki dibandingkan dengan yang tidak bawa pelita yang bernyala.
Yesus mau menasihati kita bahwa kedatangan Tuhan pada akhir zaman (saat ajal tiba) tidak bisa disangka-sangka. Tidak diketahui kapan Dia datang. Maka satu-satunya sikap yang pas dan pantas ialah orang (kita) harus berjaga-jaga, bersiap-siap setiap saat.
Gadis-gadis bijaksana adalah orang-orang (kita) yang menjalankan hidupnya (menyalakan pelitanya) dengan mempersiapkan juga “minyak cadangan” yaitu minyak perbuatan baik dan benar, perbuatan cintakasih terhadap Tuhan dan sesama. “Minyak” relasi akrab dengan Tuhan dan relasi penuh cinta dengan sesama. “Minyak hidup kudus/minyak kekudusan” menurut bahasa Santo Paulus. “Allah memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus” (1 Tes. 4:7).
“Minyak-minyak cadangan” inilah yang perlu dipersiapkan, dipergunakan, dipraktekkan dalam kehidupan harian kita dalam menyongsong kedatangan Tuhan. Minyak-minyak cadangan itu harus ada dalam seluruh aktivitas hidup kita; dalam seluruh irama hidup sehari-hari “di sini – saat ini”. Dengan ini, kita akan mudah dikenal Allah dan dikuduskan oleh Allah.
Janganlah meniru gadis-gadis bodoh yang “terlena” dengan “kenikmatan” kehidupan dunia ini dan tidak perduli dengan persiapan minyak cadangan. Selamat berjaga-jaga sambil menyiapkan “minyak cadangan” sebanyak-banyaknya.
Semoga Allah Tritunggal Mahakudus (+) memberkati kita yang selalu berjaga-jaga sambil menyiapkan “minyak cadangan sebanyak-banyaknya” dalam hidup ini. Amin.