Lalu Yesus menjelaskan arti perumpamaan tentang penabur itu kepada para muridNya. “Kepada setiap orang yang mendengar firman tentang Kerajaan Sorga, tetapi tidak mengertinya, datanglah si jahat dan merampas yang ditaburkan dalam hati orang itu; itulah benih yang ditaburkan di pinggir jalan.
Benih yang ditaburkan di tanah yang berbatu-batu ialah orang yang mendengar firman itu dan segera menerimanya dengan gembira. Tetapi ia tidak berakar dan tahan sebentar saja. Apabila datang penindasan atau penganiayaan karena firman itu, orang itupun segera murtad.
Yang ditaburkan di tengah semak duri ialah orang yang mendengar firman itu, lalu kekuatiran dunia ini dan tipu daya kekayaan menghimpit firman itu sehingga tidak berbuah. Yang ditaburkan di tanah yang baik ialah orang yang mendengar firman itu dan mengerti, dan karena itu ia berbuah, ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat.” (Matius 13: 18-23).
Oleh: Romo John Tanggul, Paroki Wangkung, Keuskupan Ruteng.
BACAAN hari ini berbicara tentang penabur dan benih. Medan penaburan benih itu adalah Tanah Hati kita (ada yang di pinggir jalan, yang berbatu-batu, yang penuh semak duri, dan ada yang subur). Benih Sabda Allah itu sendiri (kabar gembira, kabar keselamatan, kebaikan dan kebenaran, iman, harap dan cintakasih, dan lain-lain yang terbaik dan terindah dalam hidup ini) pada dasarnya baik, indah untuk kita, menyelamatkan kita, konstruktip dan membahagiakan hidup kita.
Benih Sabda Allah itu pada dasarnya menarik dan berkualitas. Yang menjadi problem adalah lahan, medan, tempat atau tanah hati kita (di pinggir jalan, berbatu, bersemak duri) yang menghimpit, mengerdilkan, menguruskan, mengeringkan, bahkan mematikan benih kebaikan, kebenaran, iman, harap dan cintakasih, keadilan, pelayanan kita.
Yesus mengajak kita untuk menjadi dan menyiapkan tanah hati yang baik dan subur. Menjadikan Sabda Allah itu tetap menarik dan berkualitas dalam diri dan hidup kita “di sini dan saat ini”. Menarik ketika diwartakan dengan cara yang sederhana dan mudah dipahami sehingga menarik untuk dilaksanakan. Berkualitas ketika kita meresapkannya dalam hati lalu melaksanakannya dengan sungguh-sungguh dan sepenuh hati. Dengan demikian, benih Sabda Allah yang ditaburkan itu akan berurat berakar dalam diri kita, menjadi dasar keberadaan kita, sekaligus mewarnai sikap dan tindakan kita “di sini dan saat ini”.
Siapkanlah lahan hati yang baik dan subur untuk menerima taburan Sabda Allah itu! Maka apa saja yang kita lakukan, menjadi kesaksian nyata akan iman kita. Hidup kita pun menjadi kokoh dan bermakna, menghasilkan buah-buah “kebaikan yang berlimpah”, ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat” (Matius 13:23).
Semoga Allah Tritunggal Mahakudus: Bapa dan Putera dan Rohkudus (+) memberkati kita yang menyiapkan tanah hati yang baik dan subur untuk berkembangnya Sabda Allah itu. Amin.