“Akulah roti hidup yang telah turun dari sorga. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya, dan roti yang Kuberikan itu ialah daging-Ku, yang akan Kuberikan untuk hidup dunia.”
Orang-orang Yahudi bertengkar antara sesama mereka dan berkata: “Bagaimana Ia ini dapat memberikan daging-Nya kepada kita untuk dimakan.”
Maka kata Yesus kepada mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu. Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman. Sebab daging-Ku adalah benar-benar makanan dan darah-Ku adalah benar-benar minuman. Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia. Sama seperti Bapa yang hidup mengutus Aku dan Aku hidup oleh Bapa, demikian juga barangsiapa yang memakan Aku, akan hidup oleh Aku. Inilah roti yang telah turun dari sorga, bukan roti seperti yang dimakan nenek moyangmu dan mereka telah mati. Barangsiapa makan roti ini, ia akan hidup selama-lamanya.”
Semuanya ini dikatakan Yesus di Kapernaum ketika Ia mengajar di rumah ibadat. (Yohanes 6: 51-59).
Oleh: Romo John Tanggul, Paroki Wangkung, Keuskupan Ruteng.
SADARKAH kita pada saat menjelang menerima Tubuh dan Darah Kristus (Roti Hidup: Yohanes 6) dengan mengucapkan kata-kata ini: “Tuhan, saya tidak pantas Engkau datang pada saya, tetapi bersabdalah saja, maka saya akan sembuh!” Dan pada saat menerima Tubuh dan Darah Kristus dari tangan imam dan/atau petugas akolit dengan menjawab secara tegas: Amin?
Puncak perayaan Ekaristi adalah mulai dari hosti dan anggur dan persembahan material (yang sejak abad ke-11 diganti dengan kolekte) resmi diubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus (menjadi Sakramen) dengan kekuatan atau pencurahan Roh Kudus sampai saat menerima Tubuh dan Darah Kristus itu. Sudahkah kita sadar akan hal itu dan dengan demikian mengambil sikap yang pantas selama saat-saat puncak itu (fokus ke altar, berlutut atau berdiri)?
Berkaitan dengan Pesta Tubuh dan Darah Kristus hari ini, kita kutip satu hal berkaitan dengan Pedoman Umum Misale Romawi Baru tentang Misa, halaman 22-23, artikel 3: “…diajarkan oleh Konsili Trente, bahwa dalam misa, Tuhan sungguh-sungguh hadir dalam rupa roti dan anggur. Ajaran Iman tentang Misteri Agung ini (Dalam Misa, Tuhan sungguh-sungguh hadir dalam rupa Roti dan Anggur), ditandaskan pula oleh Konsili Vatikan II dan oleh Dokumen-dokumen Gereja lainnya, tanpa mengubah apa-apa. Kenyataan ini (Dalam Misa, Tuhan sungguh-sungguh hadir dalam rupa Roti dan Anggur), diungkapkan dalam Perayaan Misa, bukan hanya dalam kata-kata konsekrasi , yaitu pada saat Roti dan Anggur berubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus, melainkan juga dalam sikap khidmat dan tanda-tanda penghormatan serta penyembahan yang ditunjukkan dalam Perayaan Ekaristis”.
Artikel ini mau menegaskan bahwa Tuhan sungguh-sungguh hadir dalam Roti dan Anggur kita, setelah diubah menjadi Tubuh dan Kristus dan sesudah mengucapkan “kata-kata konsekrasi dan dalam Sikap khidmat yang pantas dan layak (berlutut, berdiri, duduk, dan tata gerak tubuh lainnya). Iman dan kesadaran ini mesti dihayati, dikembangkan dan dipraktekkan dalam perayaan Misa, sehingga bisa mendatangkan rahmat dan berkat untuk kita. Agar kita mendapat rahmat dan berkat (“keselamatan”) dari Tubuh dan Darah Kristus maka semakin seringlah menyantapnya, terutama wajib pada Hari Minggu dan Hari-hari Raya yang disamakan dengan hari Minggu.
Selamat Pesta Tubuh dan Darah Kristus. Selamat menikmati santapan Tubuh dan Darah Kristus! Semoga Allah Tritunggal Mahakudus (+) memberkati kita sekalian yang sering menyantap Tubuh dan Darah Kristus. Amin.