Ketika Yesus melihat orang banyak itu, naiklah Ia ke atas bukit dan setelah Ia duduk, datanglah murid-murid-Nya kepada-Nya.
Maka Yesuspun mulai berbicara dan mengajar mereka, kata-Nya: “Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur. Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi.
Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan. Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan. Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah. Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah.
Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat.
Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu.” (Matius 5: 1-12).
(RD. John Tanggul, Paroki Wangkung, Keuskupan Ruteng)
“Berbahagialah orang yang ( miskin di hadapan Allah, berdukacita, lemah lembut, lapar dan haus akan kebenaran, murah hati, suci hatinya, membawa damai, dianiaya dan difitnah demi kebenaran). Bersukacitalah dn bergembiralah, sebab besarlah ganjaranmu di surga!” (Matius 5:1-12).
Situasi dan kondisi “bahagia atau berbahagia” itu mencakup kegembiraan, sukacita, ketenangan, keindahan, kedamaian hidup, dan lain-lain keadaan hati seperti itu. Bagi kita, Sabda Bahagia itu bukanlah syarat untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah, melainkan kualitas atau mutu hidup setiap murid Kristus, yang jika ditambahkan dengan Rahmat Allah di dalamnya akan berbuahkan kebahagiaan.
Tanpa masukkan campur tangan, keterlibatan serta kehadiran Rahmat Allah di dalam setiap peristiwa hidup kita, apalagi dalam peristiwa hidup “yang hitam/gelap” (miskin, berdukacita, lapar dan haus, dianiaya, difitnah, dan lain-lain seperti itu), tidak mungkin hidup kita bisa berbuahkan kebahagiaan, sukacita dan kegembiraan. Tuhan pasti akan membahagiakn “setiap apapun” kehidupan kita “saat ini – di sini” yang sesuai dengan yang disabdakanNya.
Keadaan “berbahagia” yang kita alami, rasakan dan nikmati bukan berarti tanpa “duri” penderitaan, kesusahan, kesulitan dan persoalan hidup. Semua “duri” itu termasuk bagian yang tidak terpisahkan dari kebahagiaan itu sendiri. Bunga mawar itu “indah” tetapi dia yang indah itu melekat erat pada tangkainya yang penuh dengan “duri” tajam.
Dalam hal ini, perlu suatu kualitas atau mutu hidup yang baik dan benar, terutama mutu hidup beriman yang kuat, matang dan dewasa untuk “mengelola” duri-duri hidup ini dengan benar sehingga menghasilkan hidup yang bahagia.
Kita diajak untuk taat dan setia kepada perintah Tuhan. Kita percaya kepada kuat kuasa dan rencana serta kehendak Tuhan yang hanya beri yang terbaik dan terindah kepada kita “saat ini di sini” apapun keadaan kita. Kita jalankan hidup ini dengan senang dan gembira hati, sambil membiarkan Rahmat Allah sendiri bekerja bersama dengan kita setiap saat di mana saja. Hidup yang dijalani bersama Tuhan pasti membahagiakan.
Selamat berbahagia. Berbahagialah selalu setiap saat dan di mana saja bersama Tuhan, apapun keadaan. Semoga Allah Tritunggal Mahakudus (+) memberkati kita sekalian yang selalu hidup bahagia bersama Tuhan. Amin.