Kemudian Yesus berangkat dari situ dan tiba di tempat asal-Nya, sedang murid-murid-Nya mengikuti Dia. Pada hari Sabat Ia mulai mengajar di rumah ibadat dan jemaat yang besar takjub ketika mendengar Dia dan mereka berkata: “Dari mana diperoleh-Nya semuanya itu? Hikmat apa pulakah yang diberikan kepada-Nya? Dan mujizat-mujizat yang demikian bagaimanakah dapat diadakan oleh tangan-Nya? Bukankah Ia ini tukang kayu, anak Maria, saudara Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon? Dan bukankah saudara-saudara-Nya yang perempuan ada bersama kita?”
Lalu mereka kecewa dan menolak Dia. Maka Yesus berkata kepada mereka: “Seorang nabi dihormati di mana-mana kecuali di tempat asalnya sendiri, di antara kaum keluarganya dan di rumahnya.”
Ia tidak dapat mengadakan satu mujizatpun di sana, kecuali menyembuhkan beberapa orang sakit dengan meletakkan tangan-Nya atas mereka. Ia merasa heran atas ketidakpercayaan mereka. Lalu Yesus berjalan keliling dari desa ke desa sambil mengajar. (Markus 6: 1-6).
Oleh: Romo John Tanggul, Paroki Wangkung, Keuskupan Ruteng.
MENGALAMI hidup yang “pahit” karena merasa ditolak oleh orang lain (keluarga, tetangga atau masyarakat) merupakan pengalaman yang menyakitkan dalam hidup seorang (kita). Apalagi kalau penolakan itu terjadi karena ada unsur sikap irihati yang tidak benar dan tidak beralasan.
Yesus sendiri mengalami itu dalam Injil hari ini. Yesus ditolak oleh orang sekampung denganNya, orang dekatNya. Alasannya karena irihati dan hanya melihat status sosial dan latarbelakang keluargaNya sebagai orang kecil, anak tukang kayu; hanya melihat kekurangan dan kelemahan; tidak melihat “kebenaran dan karya, perbuatan-perbuatan baik dan mukjizat-mukjizat yang sudah dilakukanNya”. Mereka kecewa dan menolak Dia (Markus 6: 2-3).
Ketika ditolak oleh orang sekampungNya, Yesus hanya “merasa heran” terhadap sikap mereka dengan berkata: “Seorang nabi dihormati di mana-mana kecuali di tempat asalnya sendiri, di antara kaum keluarganya dan di rumahnya.” (Markus 6:4). Yesus tidak marah, cuman heran saja! Yesus tidak melawan. Tidak membalas dendam. Dia tenang-tenang saja. Dia tetap tekun berbuat baik. Dia tetap menciptakan suasana tenang, damai, kondusif. “Lalu Yesus berjalan keliling dari desa ke desa sambil mengajar.” (Markus 6:6).
Pesan untuk kita, jangan tergoda untuk balas dendam! Godaan untuk bersikap balas dendam adalah godaan yang bisa menghancurkan kedamaian, ketenangan dan kebahagiaan hidup. Tirulah sikap Tuhan Yesus. Tekun saja bekerja! Tekun berbuat baik. Hidup damai-damai saja di tengah dunia yang penuh dengan cobaan ini. Enjoy saja dengan hidup ini!
Semoga Allah Tritunggal Mahakudus (+) memberkati kita sekalian yang hidup damai, penuh sukacita dan bahagia “saat ini dan di sini” apapun keadaan. Amin.