Banyak orang datang berbondong-bondong dari kota-kota kepada Yesus. Maka, Yesus berkata dalam suatu perumpamaan: “Adalah seorang penabur keluar untuk menaburkan benihnya. Pada waktu ia menabur, sebagian benih itu jatuh di pinggir jalan, lalu diinjak orang dan burung-burung di udara memakannya sampai habis. Sebagian jatuh di tanah yang berbatu-batu, dan setelah tumbuh ia menjadi kering karena tidak mendapat air. Sebagian lagi jatuh di tengah semak duri, dan semak itu tumbuh bersama-sama dan menghimpitnya sampai mati. Dan sebagian jatuh di tanah yang baik, dan setelah tumbuh berbuah seratus kali lipat.”
Setelah berkata demikian Yesus berseru: “Siapa mempunyai telinga untuk mendengar, hendaklah ia mendengar!” Murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya, apa maksud perumpamaan itu. Lalu Ia menjawab: “Kepadamu diberi karunia untuk mengetahui rahasia Kerajaan Allah, tetapi kepada orang-orang lain hal itu diberitakan dalam perumpamaan, supaya sekalipun memandang, mereka tidak melihat dan sekalipun mendengar, mereka tidak mengerti.
Inilah arti perumpamaan itu: Benih itu ialah firman Allah. Yang jatuh di pinggir jalan itu ialah orang yang telah mendengarnya; kemudian datanglah Iblis lalu mengambil firman itu dari dalam hati mereka, supaya mereka jangan percaya dan diselamatkan. Yang jatuh di tanah yang berbatu-batu itu ialah orang, yang setelah mendengar firman itu, menerimanya dengan gembira, tetapi mereka itu tidak berakar, mereka percaya sebentar saja dan dalam masa pencobaan mereka murtad.
Yang jatuh dalam semak duri ialah orang yang telah mendengar firman itu, dan dalam pertumbuhan selanjutnya mereka terhimpit oleh kekuatiran dan kekayaan dan kenikmatan hidup, sehingga mereka tidak menghasilkan buah yang matang. Yang jatuh di tanah yang baik itu ialah orang, yang setelah mendengar firman itu, menyimpannya dalam hati yang baik dan mengeluarkan buah dalam ketekunan.” (Lukas 8: 4-15).
Oleh: Romo John Tanggul, Paroki Wangkung, Keuskupan Ruteng.
Perumpamaan tentang benih (Sabda Allah), yang ditaburkan di sepanjang perjalanan atau perziarahan hidup (iman/rohani) kita, yang jatuh di empat jenis tanah (hati) mau menggambarkan tentang kedalaman kehidupan iman atau rohani kita; bagaimana kita menyikapi keberadaan, kehadiran, campur tangan Allah dalam perjalanan atau perziarahan hidup kita.
Kepada kita ditanamkan benih keselamatan abadi. Kepada kita diberikan kebebasan untuk memilih dan menentukan akan menjadi apa hidup kita sekarang dan nanti.
Ada empat jenis tanah/hati yang mau menerima benih keselamatan itu. Pertama, jatuh di “tanah atau hati” pinggir jalan di mana ada banyak aneka pikiran yang bertentangan satu sama lain dan berterbangan ke sana kemari di sekitar per-jalan-an hidup kita menuju Allah. Apakah kita membiarkan diri dan hidup kita hilang terhasut oleh aneka pemikiran yang palsu?
Kedua, jatuh tanah/hati berbatu, yaitu iman yang ditopang oleh rasa senang sesaat. Mudah layu dan tak tahan pada panasnya kehidupan ini.
Ketiga, di tanah/hati yang penuh semak berduri, membiarkan diri dan hidup kita yang rapuh ini dilukai atau terluka oleh duri-duri permasalahan hidup.
Keempat, di tanah/hati yang subur, tanah/hati yang baik: hati dan jiwa pembelajar; sikap rendah hati dan kehausan untuk mencari dan mendengarkan didikan Tuhan. “Siapa mempunyai telinga untuk mendengar, hendaklah ia mendengar!” (Luk. 8:8).
Firman Tuhan dan pengalaman hidup sehari-hari adalah kekayaan Tuhan yang ditaburkan di sepanjang perjalanan hidup kita “saat ini di sini”. Apakah kita sudah puas hanya menjadi manusia yang mengandalkan kekuatan manusiawi, kekuatan alam dan perbuatan baik belaka? Ataukah kita berani membuat diri dan hidup untuk disuburkan oleh rahmat keselamatan Kristus dalam GerejaNya?
Semoga Tuhan menyingkirkan semua penghalang SabdaNya, yang membuat kehidupan iman dan rohani kita tidak bertumbuh. Semoga Allah Tritunggal Mahakudus (+) memberkati kita yang mempunyai tanah hati dan telinga yang baik untuk mendengarkan Suara dan Kehendak Allah sepanjang perjalanan hidup kita. Amin.