Sekali peristiwa, berkatalah Yesus kepada orang banyak dan kepada murid-murid-Nya, kata-Nya: “Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi telah menduduki kursi Musa. Sebab itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya. Mereka mengikat beban-beban berat, lalu meletakkannya di atas bahu orang, tetapi mereka sendiri tidak mau menyentuhnya.
Semua pekerjaan yang mereka lakukan hanya dimaksud supaya dilihat orang; mereka memakai tali sembahyang yang lebar dan jumbai yang panjang; mereka suka duduk di tempat terhormat dalam perjamuan dan di tempat terdepan di rumah ibadat; mereka suka menerima penghormatan di pasar dan suka dipanggil Rabi.
Tetapi kamu, janganlah kamu disebut Rabi; karena hanya satu Rabimu dan kamu semua adalah saudara. Dan janganlah kamu menyebut siapapun bapa di bumi ini, karena hanya satu Bapamu, yaitu Dia yang di sorga. Janganlah pula kamu disebut pemimpin, karena hanya satu Pemimpinmu, yaitu Mesias. Barangsiapa terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu. Dan barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan. (Matius 23:1-12).
Oleh: Romo John Tanggul, Paroki Wangkung, Keuskupan Ruteng.
Seorang pemimpin (kita) dituntut mampu memberi contoh atau teladan atau panutan kepada orang lain, bawahan atau anak buahnya. Ia bukan sekedar menetapkan atau menerapkan peraturan, melainkan juga harus menjalankan aturan yang sudah disepakati bersama dan mengutamakan “kenyamanan, kebaikan, keselamatan” bagi anak buahnya. Oleh karena itu, pemimpin tidak boleh menggunakan jabatan dan kekuasaannya untuk kepentingan pribadi, apalagi sampai merugikan atau menyengsarakan anak buahnya atau orang lain.
Kritikan pedas disampaikan Yesus kepada ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi (kita zaman now) karena mereka mengajarkan “sesuatu” tetapi tidak menjalankan atau melakukannya. Tampilan dan pengajarannya mengagumkan, tetapi tidak disertai dengan perbuatan sebagaimana yang diajarkannya.
Kita diajak untuk menjadi pemimpin atau orang yang baik dan bijaksana: Menjadi pelayan atau abdi/hamba; melayani/mengabdi; melakukan tugas pelayanan atau pengabdian. Menjadi seorang pelayan, menjadi seorang yang melayani, melakukan tugas dan tanggungjawab pelayanan berarti menjadi orang atau pribadi yang konsisten dan konsekuen antara kata-kata dan perbuatan, antara aturan dan ajaran yang kita ketahui dengan tindakan nyata yang harus kita wujudkan.
Kita harus menjadi pemimpin atau orang yang semakin kaya akan perbuatan baik dalam kehidupan sehari-hari “here and now“. Kita tidak pernah boleh menyembunyikan perbuatan-perbuatan baik yang dimiliki, tetapi sebaliknya dengan rendah hati dan tulus membagikan perbuatan baik kita itu kepada orang lain yang dilayani. Dan itulah tugas sebagai pelayan/abdi, tugas melayani/mengabdi, tugas pelayanan/pengabdian. Dengan melaksanakan tugas pelayan, melayani, pelayanan ini dengan baik dan sungguh-sungguh, sebenarnya kita telah menjadi orang besar “saat ini di sini”.
Semoga dengan bantuan doa Santo Bernardus, Allah Tritunggal Mahakudus (+) memberkati kita yang telah menjadi pelayan atau abdi bagi Tuhan dan sesama saat ini di sini. Amin.