Jurus Meningkatkan Mutu Pendidikan (Katolik) di NTT

BELU,NTT,KITAKATOLIK.COM—Kualitas pendidikan di Nusa Tenggara Timur (NTT) masih tergolong buruk. Salah satu  indikatornya adalah rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) NTT yang berada di urutan hampir  buncit dari 34 provinsi di seluruh Indonesia.

Selama tiga tahun terakhir, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa  IPM NTT berada di nomor-nomor buntut. Di tahun 2019, IPM NTT berada di urutan ketiga dari bawah yaitu 65,23, sedikit lebih tinggi  dari Papua Barat (64,70) dan Papua (60,84).

Tahun 2020, posisinya tak bergerak. IPM NTT adalah 65,19 sementara Papua Barat 65,09 dan Papua 60,44. Jauh dari IPM tahun itu yaitu 71,94. Peringkat pertama adalah DKI Jakarta dengan IPM  80,77.

Tahun 2021, lagi-lagi posisinya tetap urutan 32 atau 3 dari bawah.  IPM NTT 65,28, Papua Barat 65,26, Papua 60,62 sementara IPM nasional 72,92.

Praktisi pendidikan di NTT, pastor Dr. John Boy Lon, M.A., menegaskan, rendahnya pendidikan di NTT bermuasal dari rendahnya profesionalisme guru, rendahnya pendapatan ekonomi masyarakat, juga kurang professional  dan visionernya kepemimpinan dan manajemen sekolah.

Tingkatkan ekonomi umat

Pendapat serupa  datang dari Vinsensius Brisius Loe, SF, ketua Yayasan Pendidikan Katolik Astanara, Keuskupan Atambua, NTT. Menurut dia, latar belakang rendahnya  mutu adalah tak terpenuhi atau minimnya pemenuhan ke delapan standar nasional pendidikan yaitu standar isi, proses, kompetensi lulusan,  pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan.

Dan penyebab utamanya, menurut Vincen, adalah kemiskinan. Kemiskinan memiliki  kontribusi besar terhadap mutu siswa.

“Karena miskin, makanannya seadanya saja. Ini memengaruhi daya pikir, semangat, kekuatan dan fisiknya. Karena  miskin,  anak  tak mengasup makanan bergizi seperti telur, daging, susu dan sebagainya. Listrik pun ada yang belum sampai. Ada rumah yang sudah dilalui jaringan listrik, tapi karena  tak ada uang, mereka belum mampu memasang meteran listrik. Tak  ada listrik, kesempatan belajar malam pun  nyaris tak ada,” jelas Ketua Badan Musyawarah  Perguruan Swasta Kabupaten Belu ini.

Jadi, tambahnya, yang perlu  kita dorong adalah pemberdayaan ekonomi masyarakat. Ketika tingkat ekonomi masyarakat naik, pendidikan pun bisa jalan.

Vinsensius Brisius Loe, SF

Dalam  konteks Belu, NTT yang 86 prosen penduduknya petani, pembangunan di sektor pertanian dan peternakan  menjadi prioritas.

“Kita bisa  bekerjasama dengan pemerintah  terkait program yang bisa  membantu para orang tua ini sehingga  dapat meningkatkan pendapatan keluarga. Dengan adanya program pemberdayaan, dia bisa cukup makan dan dapat menyekolahkan anaknya dengan baik. Tak putus di SD, SMA, dan bisa sampai ke Perguruan Tinggi,” terang politisi dari Partai Nasdem ini.

Mutu SDM Pendidikan

Bertolak  dari pengalamannya selama 10 tahun lebih  sebagai ketua yayasan yang menaungi 49  unit sekolah katolik, dari jenjang TK hingga SMA, Vinsen menyebut mutu pendidik sebagai poin  krusial lainnya.

Dulu, kata dia, tenaga pendidikan berasal dari SPG, PGSD atau PGSA yang  dibekali dengan keterampilan pedagogik yang memadai. Sekarang mereka  berasal dari SMA lalu lulus  sarjana.

“Mereka tidak memahami bagaimana melakukan pengajaran dengan baik. Kualitasnya sebagai pendidik belum  teruji. Padahal kualitas guru itu faktor utama dalam pendidikan. Anak bodoh itu sama dengan guru bodoh. Anak tidak bodoh, tapi guru yang bodoh,” katanya.

Lantaran itu, yayasan Katolik perlu meningkatkan mutu guru, yang mencakup skill mengajar, sikap sebagai pendidik yang memberi teladan, dan memiliki pengetahuan yang memadai.

“Mereka tidak bisa serta merta menjadi guru yang baik. Harus ada jam terbang, tidak hanya tamat dan jadi, itu tidak bisa. Harus melalui pelatihan dan pendidikan sehingga mereka bisa menjadi lebih profesional,” tukasnya.

Sekolah-sekolah di bawah Yayasan Pendidikan Katolik Astanara telah berusaha meningkatkan profesionalitas guru. Antara lain melalui seminar, pembekalan, pelatihan melalui jaringan digital. Juga dalam kerjasama dengan Majelis Nasional Pendidikan Katolik dan Badan Musyawarah Perguruan Swasta. (Admin)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *