Sekali peristiwa, Yesus berkata kepada para murid: “Siapa di antara kamu yang mempunyai seorang hamba yang membajak atau menggembalakan ternak baginya, akan berkata kepada hamba itu, setelah ia pulang dari ladang: Mari segera makan! Bukankah sebaliknya ia akan berkata kepada hamba itu: Sediakanlah makananku. Ikatlah pinggangmu dan layanilah aku sampai selesai aku makan dan minum. Dan sesudah itu engkau boleh makan dan minum. Adakah ia berterima kasih kepada hamba itu, karena hamba itu telah melakukan apa yang ditugaskan kepadanya?
Demikian jugalah kamu. Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan.” (Lukas 17: 7-10).
Oleh: Romo John Tanggul, Paroki Wangkung, Keuskupan Ruteng.
Semangat baru yang diajarkan Yesus dalam Injil hari ini terletak pada kehebatan hamba atau pelayan yang setia melayani tuannya. Hamba atau pelayan berani “mengorbankan/mengabdikan” dirinya untuk melayani tuannya dengan sepenuh hati dan tulus. Dia selalu berusaha untuk berikan yang terbaik dan terindah untuk yang dilayaninya.
“Siapa di antaramu yang mempunyai seorang hamba, yang membajak atau menggembalakan ternak baginya, akan berkata kepada hamba itu waktu ia pulang dari ladang, ‘Mari segera makan?’ Bukankah sebaliknya ia akan berkata kepada hamba itu, ‘Sediakanlah makananku! Ikatlah pinggangmu dan layanilah aku sampai aku selesai makan dan minum’! Dan sesudah itu engkau boleh makan atau minum. Adakah ia berterimakasih kepada hamba itu, karena ia telah melakukan apa yang ditugaskan kepadanya?” (Luk. 17:7-9).
Hati dan semangat kita mestinya seperti hati dan semangat seorang hamba yang hanya ada waktu untuk melayani Tuhan dan orang lain dengan sebaik-baiknya, sesudah itu baru “urus” diri sendiri dengan sebaik-baiknya juga.
Itulah spiritualitas pelayan, hamba, abdi. Tuhan dan orang lain menjadi “fokus”. Itulah juga spiritualitas Yesus Kristus. Hamba/pelayan yang baik tidak akan membanggakan dirinya sebagai pelayan. Dia tidak mencari popularitas, melainkan merasa senang dan gembira dan bahagia menjalankan tugas dan pelayanan yang menjadi tugas dan tanggungjawabnya. Merasa bahagia dengan dan karena membahagiakan “yang lain”.
Dia menganggap diri sebagai hamba yang “tidak berguna” dan hanya siap melakukan yang terbaik dan terindah untuk Tuhan dan orang lain. “Kami ini hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang harus kami lakukan” (Luk. 17:10).
Selamat melayani. Selamat menjadi pelayan yang baik! Berikanlah yang terbaik dan terindah untuk Tuhan, orang lain dan diri sendiri “saat ini di dini”! Semoga Allah Tritunggal Mahakudus memberkati kita sekalian yang telah “melayani” Tuhan, orang lain dan diri sendiri dengan tulus dan sebaik-baiknya. Amin.