Pada suatu hari, Yesus bersabda kepada kedua belas muridNya: “Jangan kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas bumi; Aku datang bukan untuk membawa damai, melainkan pedang.
Sebab Aku datang untuk memisahkan orang dari ayahnya, anak perempuan dari ibunya, menantu perempuan dari ibu mertuanya, dan musuh orang ialah orang-orang seisi rumahnya. Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku.
Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagi-Ku.Barangsiapa mempertahankan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya.
Barangsiapa menyambut kamu, ia menyambut Aku, dan barangsiapa menyambut Aku, ia menyambut Dia yang mengutus Aku. Barangsiapa menyambut seorang nabi sebagai nabi, ia akan menerima upah nabi, dan barangsiapa menyambut seorang benar sebagai orang benar, ia akan menerima upah orang benar.
Dan barangsiapa memberi air sejuk secangkir sajapun kepada salah seorang yang kecil ini, karena ia murid-Ku, Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ia tidak akan kehilangan upahnya dari padanya.”
Setelah Yesus selesai berpesan kepada kedua belas murid-Nya, pergilah Ia dari sana untuk mengajar dan memberitakan Injil di dalam kota-kota mereka. (Matius 10:34-11:1)
Oleh: Romo John Tanggul, Paroki Wangkung, Keuskupan Ruteng.
PENGALAMAN “kehilangan” orang terdekat, sahabat, benda-benda, dan segala sesuatu yang berharga dan disukai bahkan disayangi sangat menyakitkan. Terkadang kita menyesali bahkan “mengutuki” diri sendiri kenapa harus merasakan dan mengalami kehilangan itu. Sungguh tidak enak memang. Kehilangan merupakan petistiwa menyakitkan dan menjengkelkan.
Tetapi “pengalaman kehilangan” membuat kita sadar dan tahu bahwa kita tidak bisa terikat terus dengan apa yang kita sayangi. Pengalaman kehilangan semacam ini menjadi hal yang menarik karena hampir setiap orang merasakan kehilangan sesuatu.
Tetapi, lebih menarik lagi kalau “ada sesuatu yang baru setelah kehilangan” (ada yang baru yang dijumpai, dialami untuk menggantikan yang hilang itu).
“Barangsiapa mengasihi bapanya atau ibunya lebih daripadaKu, ia tidak layak bagiKu. Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagiKu. Barangsiapa mempertahankan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barang siapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya” (Mat. 10:37-39).
Yesus mengharapkan para muridNya (kita) untuk tidak terpaku pada satu hal saja agar kita dapat mengerjakan dan menyelesaikan pekerjaan atau perkara yang lain juga. Memilah mana yang penting dan kurang penting; mana yang urgen dan kurang urgen. Mengerjakan mana yang mesti dikerjakan agar kita bisa focus dan menyelesaikannya dengan baik.
Kita mesti mempunyai keyakinan bahwa kita akan memperoleh sesuatu hal yang lebih baik ketika kita mampu dan rela meninggalkan cara hidup yang lama dan melepaskan apa yang berharga (dari kita) untuk orang lain.
“Kita tidak akan kekurangan kalau kita selalu memberi dan terus memberi”. Dengan memberi, justeru kita akan diberi lebih banyak lagi. “Barangsiapa memberi air sejuk secangkir saja (tidak banyak!) kepada salah seorang yang kecil ini (yang sangat membutuhkannya), karena ia muridKu, Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya Ia tidak akan kehilangan upahnya dari padanya” (Mat. 10:42).
Selamat memberi dan berbagi dengan tulus! Semoga Allah Tritunggal Mahakudus (+) memberkati kita sekalian yang selalu siap “memberi dan berbagi” dengan tulus hati. Amin.