TANGERANG,KITAKATOLIK.COM—Menegur sering diidentikkan dengan mengecam atau menghina. Maka teguran tak jarang menjadi sesuatu yang menyakitkan. Tapi menurut Tuhan Yesus, menegur adalah ungkapan kasih seseorang atau sekelompok orang yang tak mau saudaranya menjadi “orang hilang”.
“Menegur adalah usaha untuk mendapatkan kembali jiwa saudara kita. Saya menegur seseorang bukan supaya dia berbuat seperti yang saya mau. Dalam kerangka Kitab Suci, kita menegur seseorang supaya dia yang telah jauh dari Tuhan, didapatkan kembali,” kata Pastor Constantinus Eko Wahyu, OSC dalam kotbahnya pada Minggu (6/9/2020) saat memimpin Perayaan Ekaristi di Paroki Curug, Santa Helena, Tangerang.
Menegur orang lain, kata Pastor Eko, merupakan tugas setiap orang yang sudah dibabtis yang menyandang tiga tugas utama yaitu sebagai imam, raja dan nabi.
“Salah satu tugas nabi adalah menegur,” katanya dalam perayaan Ekaristi yang digelar sejak pukul 09.00 WIB dengan jumlah umat terbatas karena masih dalam fase new normal akibat terpaan COVID-19.
Menurut Pastor Eko, tugas persekutuan adalah menegur dan itu merupakan bentuk kepedulian atau cinta. Lawan dari cinta adalah ketidakpedulian. Kalau orang tidak mencintai, maka orang tidak akan peduli lagi. Jadi menegur adalah bentuk tanggung jawab yang mengalir dari rasa cinta.
Dalam doa
Bertolak dari bacaan hari ini (Matius 18: 15-20) Pastor Eko menerangkan bahwa menegur bukanlah penghakiman. Tapi cara berpastoral yang bijaksana untuk memelihara saudara kita. Pada tahap awal, orang tersebut harus diyakinkan bahwa dia salah.
Ada empat proses yang perlu dilalui: Menegur secara empat mata, mengajak orang lain untuk turut menegur, berbicara dalam jemaat dan keempat, berdoa.
Matius 18: 15-17 menulis, “Apabila saudaramu berbuat dosa, tegorlah dia dibawah empat mata. Jika ia mendengarkan nasihatmu engkau telah mendapatkannya kembali. Jika ia tidak mendengarkan engkau, bawalah seorang atau dua orang lagi, supaya atas keterangan dua atau tiga orang saksi, perkara itu tidak disangsikan. Jika ia tidak mau mendengarkan mereka, sampaikanlah soalnya kepada jemaat.”
Bila dalam proses pertama hingga ketiga orang tersebut tidak menerima nasihat atau teguran siapapun, posisikan dia sebagai orang yang bukan anggota jemaat kita lagi. Bukan karena kita usir, tapi karena dia tidak mau berada di dalam jemaat kita lagi.
Berhenti di sana? Tidak.
“Yesus mengatakan, karena dia meninggalkan jemaat kita, mari kita tetap cari dia. Buat dia kembali ke jemaat kita. Caranya? Dimana dua atau tiga orang berkumpul dalam namaku dan berdoa, akan Kukabulkan. Jadi Yesus berkata, jalan terakhir untuk menyelamatkan orang adalah mendoakannya,” kata pastor Eko.
Jadi bukan memusuhi. Bukan menolak. Bukan membuang, tapi mendoakan. Cerita hidup Santa Monica, ibu dari Santo Agustinus, membuktikan hal tersebut. Berkat doa yang tak berkeputusan, suami dan anaknya akhirnya bertobat.
“Doa merangkul orang-orang yang menolak kita. Manusia hanya bisa mengandalkan kuasa Allah untuk merubah sesamanya,” tutupnya. (pamago)