Terkait Otonomi Khusus Papua, Gubernur Papua Bentuk Tim Hukum Untuk Keadilan, Demokrasi, dan HAM

JAYAPURA,KITAKATOLIK.COM—Terkait UU No 2/2021 Tentang Perubahan Kedua UU Nomor 21/2001 Tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, Gubernur Papua Lukas Enembe  membentuk Tim Hukum dan Advokasi untuk Keadilan, Demokrasi, dan HAM di Tanah Papua.

Pengacara senior dan pegiat HAM Saor Siagian ditunjuk menjadi Ketua Tim inti didampingi dua anggota yaitu   Stefanus Roy Rening  dan Usman Hamid. Dalam siaran pers yang dikeluarkan Media Center Kantor Gubernur Papua, tim inti ini akan merekrut badan pekerja yang diambil dari para ahli dan orang-orang yang berintegritas.

“Ketiganya merupakan para advokat yang dianggap berpengalaman di bidang hukum penghormatan HAM dan demokrasi, termasuk reformasi institusi keamanan di tingkat nasional. Jadi Bapak Gubernur mempercayakan penanganan urusan tersebut kepada mereka. Apalagi PBB pun menanyakan kasus pengungsian dan kekerasan di Papua.,”  kata Juru Bicara Gubernur Papua Rivai Darus, Jumat (25/2/2022).

“Kami diberi kuasa untuk melakukan pendampingan hukum, pemberian keterangan dan atau klarifikasi pada setiap instansi yang terkait dengan masalah hukum maupun politik hukum di Tanah Papua, terutama dalam kerangka kebijakan otonomi khusus dan perlindungan hak-hak OAP. Tidak tertutup kemungkinan kami juga menempuh langkah advokasi hukum litigasi dan non-litigasi,” jelas Roy Rening yang juga pengajar hukum setelah menjadi doktor dari Universitas Padjajaran.

“Dan kami juga prihatin adanya tekanan maupun ancaman kriminalisasi dari pejabat tertentu terhadap Pak Lukas. Kami akan mendorong adanya perlindungan hukum dan jaminan keamanan. Ini negara hukum dan demokrasi, tak boleh ada penyalahgunaan kekuasaan institusi apa pun,” tambah Saor Siagian.

Saor merupakan salah satu pengacara yang mewakili Majelis Rakyat Papua (MRP) Provinsi Papua dalam uji materi UU Revisi Kedua Otsus di Mahmakah Konstitusi.

“Gubernur pernah membentuk Tim Kemanusiaan Kasus Kekerasan Terhadap Tokoh Agama di Intan Jaya, khususnya pembunuhan Pdt. Yeremia Zanambani. Dan di 2019 mengusulkan perdasus perihal penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi di Papua. Kami akan mendorong tindaklanjut kebijakan itu. Agar korban melihat keadilan. Juga demi menjaga reformasi institusi, baik TNI, POLRI, maupun BIN yang berperan di Tanah Papua. Serta agar ada jaminan ketidakberulangan,” tutup Usman. (Admin)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *